Rafi Al-Tahtawi, Cendekia Pembaharu Islam

Notification

×

Iklan

Iklan

Rafi Al-Tahtawi, Cendekia Pembaharu Islam

Rabu, 05 Mei 2021 | 18:49 WIB Last Updated 2022-09-12T03:53:12Z


Rifa’ah Badawi Rafi’ Al-tahtawi adalah pembawa pemikran yang besar pengaruhnya dipertengahan pertama diabad ke sembilan belas di mesir. Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian selatan, dan meninggal di Cairo pada tahun 1873. Ketika berumur 16 tahun ia pergi ke Cairo untuk belajar di al-Azhar.


Setelah itu Al-Tahtawi pun segera belajar bahasa Prancis sewaktu ia masih dalam perjalanan ke Paris. Waktu di paris banyak dipergunakannya untuk membaca buku-buku prancis dengan pertolongan gurunya antara lain buku-buku sejarah, teknik, ilmu bumi, politik dan lain-lain. 

Ia juga membaca buku-buku karangan Montesquieu, Voltaire, dan Rousseau. Buku-buku yang di baca Al-Tahtawi mencakup berbagai lapangan ilmu pengetahuan.

Beberapa sumbangsih pemikirannya adalah pertama, pada tahun 1936 didirikan sekolah penerjemahan yang kemudian ubah namanya menjadi Sekolah Bahasa-Bahasa Asing. Bahasa-bahasa yang diajarkan di sekolah itu adalah bahasa Arab, Prancis, Turki, Persi, Italic dan juga ilmu-ilmu teknik, Sejarah dan ilmu bumi.

Kedua, di tahun 1863 Khedewi Ismail mengadakan Badan Penerjemahan Undang-undang Perancis dan pimpinannya diserahkan kepada Al-Tahtawi. Sekian jauh aktivitasnya kelihatan berpusat pada penerjemahan dan mengepalai sekolah-sekolah. 

Al-Tahtawi memang berpendapat bahwa penerjemahan buku-buku Barat kedalam bahasa arab penting, agar umat islam mengetahui ilmu-ilmu yang membawa kemajuan barat, dan dengan demikian umat islam berusaha pula memajukan diri mereka.

Ketiga, At Tahtawi kemudian juga mengajukan konsep baru bagi dunia Islam. Persaudaraan yang di kenal orang adalah persaudaraan ke-Islaman dan tanah air adalah seluruh Negara Islam dan sejarah adalah sejarah islam. Dalam konsep baru ini terdapat benih Nasionalisme.

Dan keempat, bahwa Al-Tahtawi berpendapat bahwa kaum Ulama harus mengetahui ilmu-ilmu modern agar mereka dapat menyesuaikan syari’at dengan kebutuhan-kebutuhan modern. Ini mengandung arti bahwa Ijtihat yang telah tertutup pintunya semenjak abad kesebelas Masehi.