Curug Jompong, Destinasi Wisata Favorit Zaman Belanda

Notification

×

Iklan

Iklan

Curug Jompong, Destinasi Wisata Favorit Zaman Belanda

Minggu, 27 Maret 2022 | 11:00 WIB Last Updated 2022-03-27T04:03:20Z


NUBANDUNG.ID
– Anda mungkin asing dengan nama Curug Jompong. Namun, curug yang mengalirkan air Sungai Citarum ini dulu merupakan tempat wisata yang favorit di zaman kolonial Hindia Belanda.


Mengutip tourbandung.id bahwa tercatat di buku panduan wisata yang terbit pada 1927 menyatakan bahwa Curug Jompong merupakan tempat wisata yang seringkali dikunjungi warga Belanda untuk berlibur.


Buku tersebut berjudul ”Gids van Bandoeng en Midden-Priangan” yang dituli oleh S.A. Reitsma dan W.H. Hoogland.


Curug yang terletak di Jalan Terusan Nanjung, Desa Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, ini pada 1930 merupakan bagian hilir dari Sungai Citarum yang dijadikan lokasi objek wisata oleh pemerintah Hindia Belanda.


Di buku-buku kebumian asing, pada 1936, van Bemmelen, pakar geologi yang menyusun buku “The Geology of Indonesia” menuliskan peta bahwa tempat pertemuan Cimahi dan Citarum berada di wilayah sekitar Curug Jompong.


Baca Juga:  Memacu Adrenalin di Arung Jeram di Sungai Palayangan Pangalegan

Selain itu, di Curug Jompong juga van Bemmelen menemukan batu garnet, yakni batu mulia yang ukurannya sebesar biji delima.


Alasan mengapa Curug Jompong dijadikan wisata oleh pemerintah Hindia Belanda karena curug ini dalam rangkaian sejarah bumi di Bandung merupakan situs bumi atau laboratorium dan monumen alami kebumian.


Selain sebagai tempat wisata, Curug Jompong merupakan situs geologis yang berumur empat juta tahun yang dalam tingkatan geologi termasuk dalam usia pliosen.


Bebatuan geologi di Curug Jompong adalah bebatuan terobosan (batu intrusif) sisa-sisa rangkaian gunung berapi. Misalnya batu jenis basalt, andesit, dan dasit. Terbentuknya batuan metamorf tersebut, terjadi oleh pertemuan batuan gamping dengan batuan terobosan (instrusif).


Terdapat pula sejarah yang menyebutkan bahwa Curug Jompong merupakan lokasi jebolnya Situ Hiang pada 16.000 tahun yang lalu. Situ Hiang adalah sebuah danau zaman purba raksasa yang terbentuk selama proses ribuan tahun. Namun akhirnya dasar danau mengering seiring perkembangan kondisi bumi.


Konon, dasar danau tersebut yang kini menjadi tempat Kota Bandung berada. Tempat ribuan masyarakat menjalani kehidupan sebagai manusia hingga saat ini. Muncul pula istilah cekungan Bandung, yakni sebuah mangkuk raksasa yang dahulunya merupakan danau Situ Hiang.


Curug Jompong Sekarang


Nama curug jompong diambil dari bahasa Sunda, yakni curug yang artinya air terjun atau jeram, sedangkan jompong berarti mojang atau remaja putri, diartikan juga sebagai gadis perawan.


Curug Jompong memang dianggap warga setempat sebagai selaput dara Sungai Citarum. Pasalnya, ia menjadi penetrasi debit air yang berasal dari hulu.


Karena mengalirkan air dari bagian hulu ke hilir, curug ini penuh dengan membawa air beserta segala limbah yang dialirkan pula dari hulu. Debit air ini sangat besar sehingga dituding sebagai penyebab banjir tahunan di Sungai Citarum. Tepatnya di bagian Bandung Selatan.


Curug yang memiliki potensi wisata dan sejarah geologi ini agaknya tidak lagi dipedulikan sebagai sesuatu yang harus dijaga kelestariannya. Pasalnya sudah sejak lama aliran air di curug Jompong telah penuh dengan sampah.


Belum lagi limbah yang mewarnai aliran airnya. Warna-warni pewarna sintetis yang berasal dari pabrik tekstil pun menghiasi curug yang malang ini. Pabrik-pabrik tekstil ini berdiri sejak 1980-an. Banyak yang berada di kiri-kanan Sungai Citarum dan membuang limbahnya langsung ke aliran sungai.


Selain limbah dari pabrik, warga setempat juga sudah menjadikannya septic tank komunal, yakni mereka memang mengalirkan paralon-paralon dari kamar mandi ke sungai.


Ditambah dengan limbah kotoran dari ternak sapi yang juga dibuang ke sana. Peternakan ini berada di Lembang dan Pengalengan. Sayang sekali kalau lokasi wisata ini sampai terkubur dan terpendam.