Penjara Banceuy, Peninggalan Sejarah Bangsa di Kota Bandung

Notification

×

Iklan

Iklan

Penjara Banceuy, Peninggalan Sejarah Bangsa di Kota Bandung

Jumat, 10 Desember 2021 | 10:44 WIB Last Updated 2021-12-10T03:44:16Z


NUBANDUNG
- Tak jauh dari keramaian Jalan Braga dan Asia Arfrika, di pusat Kota Bandung, tersisa situs sejarah terpencil. Letaknya berada di belakang gedung perkantoran dan pertokoan Kompleks Banceuy Permai, Jalan Banceuy, tetapi yang tampak kini hanya sedikit struktur dari masa lalu.


Dahulu, situs itu disebut Penjara Banceuy. Sempat menjadi saksi sejarah penahanan proklamator Indonesia, Ir. Soekarno dan kedua rekannya di Partai Nasional Indonesia (PNI), Gatot Mangkuprdja dan Maskun Sumadireja, selama kurang lebih 7 bulan. 


Sebelum masuk ke dalam penjara, Soekarno digiring masuk ke gerbong kereta api yang seluruh jendelanya ditutup rapat, pada 30 Desember 1929. Bersama Gatot Mangkupradja dan Maskun, pemuda yang jadi tokoh sentral pergerakan kemerdekaan itu diangkut meninggalkan Yogyakarta menuju Bandung.


Dalam penjagaan ketat, Soekarno, Gatot, dan Maskun diturunkan di Stasiun Cicalengka, sekitar 30 kilometer di timur Kota Bandung. Dari sana, sebuah mobil mengangkut ketiganya menuju pusat kota.


Her Suganda, dalam bukunya Jejak Soekarno di Bandung (1921-1934), menggambarkan secara rinci rute perjalanan yang ditempuh 30 menit lebih cepat dari biasanya itu.


“Mobil melaju melewati daerah-daerah yang kini bernama Ujungberung, Cicadas, dan kemudian Kosambi. Ketika tiba di dekat alun-alun Kota Bandung, kendaraan tersebut berbelok ke kanan memasuki Jalan Banceuy, lalu berhenti sebentar di depan pintu gerbang sebelum memasuki penjara. Satu per satu penumpangnya kemudian diturunkan,” begitu Her Suganda menulis dalam buku yang diterbitkan pada tahun 2015 tersebut.


Sejak sore itulah Soekarno mendekam di Penjara Banceuy. Bersebelahan dengan kedua rekannya tadi. Soekarno menempati sel nomor 5, Gatot nomor 7, sementara Maskun di sel 9. Pintunya terbuat dari besi tebal, dan di dalamnya hanya terdapat tempat tidur lipat dari besi beralaskan jerami yang dilapisi tikar.


"Banceuy adalah penjara tingkat rendah. Didirikan di abad 19, keadaannya bobrok, kotor dan tua. Disana ada dua macam sel, yang satu untuk tahan politik, satu lagi untuk tahanan pepetek," itulah ucapan Bung Karno dalam buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya wartawati Amerika Serikat, Cindy Adams.


Tentang Penjara Banceuy, Soekarno mengingat banyak hal. Ia pun membagikannya lewat serangkaian wawancara dengan Cindy Adams di tahun-tahun menjelang kejatuhannya. 


Penjara Banceuy dibangun untuk menghukum para penjahat jalanan, dari maling hingga pembunuh. Bangunan ini, beserta seluruh aturan dan aparat yang menjagainya, dibuat untuk merontokkan mental mereka.


“Segera setelah aku masuk, rambutku dipotong pendek sampai hampir botak dan aku disuruh memakai pakaian tahanan berwarna biru pakai nomor di belakangnya,” kenang Soekarno.


Soekarno ditempatkan di sel nomor lima di Blok F. Sel selebar satu setengah meter ini menghadap ke barat. Panjangnya, menurut penuturan Soekarno sendiri, “Betul-betul sepanjang peti mayat”.


Sel ini tidak memiliki jendela tempat menjenguk. Pintunya terbuat dari besi hitam padat dengan hanya satu lubang kecil. Sel itu digambarkan Soekarno sebagai tempat yang, “Gelap, lembap, dan melemaskan”.


“Ketika pintu yang berat itu tertutup rapat di hadapanku untuk pertama kali, aku rasanya hendak mati. Pengalaman yang meremukkan,” sekali lagi, Soekarno mengenang deritanya.


Dalam buku karangan Cindy Adams yang sudah dicetak ulang sekian kali itu, Soekarno juga menceritakan banyak rincian kisah yang ia alami selama menghuni sel Penjara Banceuy. Ia kisahkan tingkah lucu cicak yang jadi penghiburannya mengusir bosan, nyanyian burung yang hanya terdengar olehnya, penyelundupan surat kabar, serta kunjungan sang istri, Inggit Garnasih.


"Aku adalah seorang yang biasa rapi dan pemilih. Aku adalah seorang yang suka memuaskan perasaan, menyukai pakaian bagus, makanan enak, mencintai sesuatu dan tidak dapat menahankan pengasingan kekotoran kekakuan dan penghinaan-penghinaan keji yang tidak terhitung banyakya dari kehidupan tawanan," ungkap Soekarno dalam biografinya.


Kompleks Penjara Banceuy dibangun pemerintah Hindia Belanda pada 1857. Dahulu penjara Banceuy sempat digunakan sebagai sel tahanan sampai tahun 1982, namun kemudian dialihfungsikan sebagai ruko. Menurut salah satu Juru Pelihara, pemugaran bekas Penjara Banceuy dimulai tahun 1982; dan berubah jadi ruko pada 1986. 


Sebelum dipugar oleh Pemerintah Kota Bandung, terdapat 16 sel tahanan di Penjara Banceuy. Luas seluruh area penjaranya mencapai satu hektare. 


Namun, kemudian hanya dua bangunan disisakan, yakni Sel Nomor 5 yang pernah ditinggali Soekarno selama hampir satu tahun itu dan satu dari empat menara pengawas. Alasannya, keberadaan Penjara Banceuy di tengah kota dianggap tidak sesuai lagi dengan tata kota.


“Penghancuran bangunan cagar budaya dengan dalih penataan tersebut dianggap penting agar kota menjadi cantik,” tulis Her Suganda.


Cukup lama situs bersejarah itu terbengkalai. Lokasi bersejarah yang turut mewarnai perjalanan kemerdekaan sebuah bangsa itu pun kumuh dan luput dari perhatian.


Barulah menjelang peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) ia mendapatkan lagi "nyawa" kecilnya. Tahun 2015, penjara Banceuy ditata kembali oleh Pemerintah Kota Bandung, diketuai oleh Ridwan Kamil.


Selain merapikan situs dan akses masuknya, pemerintah juga memasang sebuah patung Soekarno yang sedang duduk dan menulis. Presiden Jokowi, seusai puncak peringatan Hari Pancasila pada 1 Juni 2016, mengunjungi situs ini dengan berjalan kaki sejauh 300 meter dari Gedung Merdeka.


Sumber: Ayobandung.com