Sosiologi Shalat Perspektif Gender

Notification

×

Iklan

Iklan

Sosiologi Shalat Perspektif Gender

Sabtu, 24 Mei 2025 | 19:07 WIB Last Updated 2025-05-26T12:10:51Z

 



NUBANDUNG.ID -- Shalat adalah tiang agama dan pembeda antara iman dan kufur. Dalam pelaksanaannya, syariat Islam memberikan petunjuk teknis yang mencakup gerakan, aurat, posisi berjamaah, hingga adab berpakaian. Meski pada dasarnya hukum dan tata cara shalat berlaku umum, terdapat penyesuaian khusus bagi perempuan dengan memperhatikan aspek fitrah, aurat, dan kehormatan.


Perbedaan Fiqih Shalat Laki-laki dan Perempuan


 Secara umum gerakannya sama, namun perempuan dianjurkan lebih tertutup dan tenang.  Rukuk dan sujud perempuan merapatkan anggota tubuh, sementara laki-laki membuka siku. Duduk tasyahud perempuan disunnahkan duduk tawarruk (kaki dimiringkan ke kanan), laki-laki iftirasy (kaki kiri diduduki, kanan ditegakkan).


Takbir dan bacaan laki-laki mengangkat tangan tinggi, suara bisa dikeraskan (di shalat jahr); perempuan lebih pelan dan menutup aurat sepenuhnya.


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:

"صلوا كما رأيتموني أصلي"

(HR. البخاري)

"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." 


Ulama seperti Imam Nawawi dan fuqaha Hanafiyah menyatakan perempuan boleh menyesuaikan dengan sifat malu dan auratnya.


 "المرأة تخالف الرجل في هيئة جلوسها وفي غيره، فالسنة لها التورك في كل جلوس، وأن تضم نفسها."

(الإمام النووي، المجموع ٣/٤٥٥)


Pakaian dan Aurat


Penutup aurat laki-laki dari pusar hingga lutut, sedangkan perempuan seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, dengan pakaian longgar dan tidak transparan.


"يا بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد"

(QS. Al-A’raf: 31)

"Wahai anak Adam, pakailah pakaian terbaikmu di setiap (masuk) masjid."


Posisi dalam Shalat Berjamaah


Laki-laki saf depan dan perempuan di belakang. Laki-laki bisa menjadi imam untuk semuanya, perempuan dibatasi untuk sesama perempuan.


"خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها، وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها"

(HR. مسلم)

"Sebaik-baik saf laki-laki adalah yang pertama, dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sebaik-baik saf perempuan adalah yang terakhir, dan seburuk-buruknya adalah yang pertama."


Shalat dalam Kehidupan Harian


Struktur Sosial Islam mencerminkan struktur sosial yang mendukung keseimbangan peran gender. Laki-laki tampil di ruang publik, imam, dan pemimpin. Perempuan dilindungi dari gangguan dan fitnah, sehingga shalatnya lebih tertutup dan sopan.


Dalam budaya Islam di Nusantara, pakaian dan cara shalat perempuan sangat menekankan kesopanan lokal, misalnya penggunaan mukena. Nilai ini memperkuat moralitas dan identitas sosial.


Shalat berjamaah membentuk keteraturan sosial. Saf yang terpisah menciptakan kontrol sosial dan etika ruang. Shalat juga menumbuhkan solidaritas dan kedisiplinan sosial.


Shalat dan Kehidupan Sehari-hari


Shalat bukan hanya ibadah ritual, tapi mendidik karakter sosial dan spiritual. 


Dalam Kedisiplinan Waktu, Shalat melatih keteraturan. Orang yang menjaga waktu shalat cenderung teratur dalam pekerjaan dan pergaulan sosial.


Kesucian dan Etika Publik, wudhu, pakaian bersih, dan posisi dalam saf menanamkan etika publik, menjaga kebersihan, serta menghargai orang lain.


Kendali Diri dan Rasa Malu pada gerakan tertutup bagi perempuan mengajarkan iffah (kesucian) dan haya' (malu), nilai penting dalam interaksi sosial.


Kepemimpinan dan Tanggung Jawab sosial, Laki-laki sebagai imam melatih tanggung jawab moral dan kepemimpinan, nilai penting dalam rumah tangga dan masyarakat.


Kesetaraan dalam Kehambaan, meski berbeda dalam bentuk, laki-laki dan perempuan sama dalam tujuan dan pahala ibadah.


"إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ"

"Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian." (QS. Al-Hujurat: 13)


Perbedaan shalat laki-laki dan perempuan bukan bentuk diskriminasi, melainkan refleksi keadilan syariat yang mempertimbangkan aurat, rasa malu, dan peran sosial. Islam secara komprehensif memadukan ajaran spiritual, nilai sosial, dan budaya lokal, serta membawa ibadah seperti shalat menjadi pendidikan karakter yang menyeluruh dalam kehidupan.


S. Miharja, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung