Syeikh Ibn Taimiyah, Cendekia Zuhud

Notification

×

Iklan

Iklan

Syeikh Ibn Taimiyah, Cendekia Zuhud

Kamis, 06 Mei 2021 | 03:21 WIB Last Updated 2022-09-12T03:53:12Z

Adalah seorang lelaki bernama Taqi al-Din Ahmad bin Abd al Halim bin Abd al Salam bin Abd Allah bin Abu al-Qasim al Khidr bin Muhammad bin Khidr bin Ali bin Abd Allah bin Taimiyyah al Harani al Dimasyqi atau lebih dikenal dengan Ibn Taimiyyah. Ia berasal dari keluarga ulama, dilahirkan di kota Harran, Damaskus pada tanggal 10 Rabiul Awal tahun 661 Hijriyah.

Sejak kecil Ibnu Taimiyyah sudah menunjukkan tanda-tanda kecerdasannya. Di usianya 7 tahun, ia mampu menghapal al-Qur’an dan memahaminya. Tidak seperti anak-anak lainnya yang senang bermain di arena bermain, Ibnu Taimiyyah lebih memilih pergi ke perpustakaan. Tiada hari baginya tanpa bersama kitab karya ulama besar di zamannya.

Suatu hari ketika Ibnu Taimiyyah dalam perjalanan menuju perpustakaan, seorang Yahudi mengganggunya. Yahudi itu menyangka, Ibn Taimiyyah akan merengek atau ketakutan seperti anak kecil lainnya. Tapi setiap kalimat dari Yahudi itu, dijawabnya dengan kalimat hikmah yang indah dan berbobot. Begitu seterusnya hingga keesokan hari.

Pembicaraan pun akhirnya menyangkut pada nilai-nilai agama dan pertanyaan sulit yang dianggap tidak akan bisa diatasi anak seusia Ibnu Taimiyyah. Namun perkiraan Yahudi itu salah. Selain mendapat jawaban atas pertanyaannya, ternyata Yahudi itu begitu asyik menikmati nasihat-nasihat tentang Tauhid. Dengan izin Allah, dialog-dialog tersebut mengantarkan si Yahudi masuk Islam dan menjadi seorang Mukmin Saleh.

Ibnu Taimiyah sangat haus ilmu pengetahuan. Suatu hari, keluarganya mengajaknya pergi berwisata. Ibnu Tamiyah menolak, meski dipaksa. Akhirnya dia ditinggal pergi. Ketika pulang, saudara-saudaranya menceritakan pengalaman indahnya ketika berwisata kepada Ibn Taimiyah. Ibnu Taimiyah berkata, “Aku tidak merasa rugi dengan kepergian kalian. Selama kalian pergi, aku berhasil menghapal satu jilid kitab Jannah an-Nazhir wa Jannah al-Manazhir."

Kehausan Ibnu Taimiyah menimba ilmu membuatnya mendatangi ratusan guru. Ia mengkaji al-Kutub al-Sittah (Kitab hadits yang enam) dan al Masanid. Ia juga mempelajari Hadits, Fiqih Madzhab, tafsir Ushul Fiqh, nahwu, logika dan filsafat. Semua ilmu dikuasai dengan sangat baik, sehingga mampu mengungguli para ulama lain. Kecintaannya kepada ilmu bertambah seiiring pertambahan usianya.

Di usia 17 tahun, Ibn Taimiyyah sudah mampu mengeluarkan fatwa kepada umat. Hampir seluruh masa remajanya, dihabiskan untuk menuntut ilmu, mengajarkan kepada umat, menulis karya-karya ilmiah tentang hadits, tafsir, ushul fiqh,dan lain-lainnya. Umat dizamannya begitu mengagumi kelimuan beliau. Beliau mendapat julukan Syaikhul Islam.

Banyak murid yang berguru padanya, diantaranya adalah Muhamamd bin Abi Bakar bin Ayyub atau yang terkenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Karangan Ibnu Taimiyyah mencapai 300 jilid. Kitab-kitab karyanya yang masyhur diantaranya Majmu’ Al-Fatawa (Tiga puluh tujuh jilid), Al-Fatawa al-Kubra (lima jillid), Dar’u Ta’arudh Al-Aql wa An-Naql (Sembilan jilid), Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyah.

Ibnu Taimiyah adalah seorang yang sederhana, rajin berderma, zuhud dan ahli ibadah. Hari-harinya dihabiskan untuk berzikir kepada Allah, setelah Subuh hingga siang hari. Dia tidak meninggalkan dzikir kecuali eristirahat. Selain itu, ia juga tidak meninggalkan jihad, perang di jalan Allah.

Ibnu Taimiyah banyak mengalami fitnah dalam hidupnya. Berkali-kali ia masuk penjara akibat menentang para penguasa yang tidak adil dan kerasnya fatwa yang dikeluarkan karena banyak menyinggung kaum Muslimin saat itu.

Selama hidupnya Ibnu Taimiyah tidak sempat menikah. Hal itu membuatnya mengirim surat kepada ibunya sebagai permintaan maaf. Ibnu Taimiyah meninggal dunia pada usia 60 tahun bertepatan dengan waktu sahur pada malam senin, 20 Dzulqa’dah tahun 728 Hijriyah dalam benteng Damaskus setelah menghatamkan al-Qur’an sebanyak delapan puluh kali sejak masuk benteng Damaskus dalam masa tahanannya.