Drs. H. IDAT MUSTARI, SH, Pemerhati Sosial Keagamaan
NUBANDUNG – Kehadiran media sosial di aras sosial begitu memengaruhi gaya komunikasi kita sehari-hari. Hampir setiap menit, mata kita tidak pernah meninggalkan beranda di akun media sosial. Hal ini karena media sosial memberikan kecepatan akses informasi dan interaktivitas kita dengan netizen lain.
Namun, sayangnya; kecepatan informasi itu kerap dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk menyebarkan informasi bohong (baca: HOAX). Bahkan, berbagai berita berseliweran masuk ke gadget yang kita miliki, tanpa ada saringan yang jelas.
Akibatnya, beranda media sosial kita menjadi tempat berkumpulnya “informasi palsu” yang kredibilitasnya patut dipertanyakan. Parahnya, sebagai netizen tentunya kita banyak yang tidak melakukan tabayyun saat mengkonsumsi informasi dari media sosial tersebut.
Padahal, Allah Swt., berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka Tabayyun lah (periksalah dengan teliti) agar kamu tidak menimpakan suatu bahaya kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan kamu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).
Para ulama ahli tafsir menjelaskan bahwa penyebab ayat ini turun (baca: asbabun nuzul) berkaitan dengan kasus al-Walid ibn’ Uqbah Ibn Abi Mu’ith yang ditugaskan Nabi Muhammad Saw., untuk memungut zakat kepada Bani Al-Musthalaq.
Ketika Al-Walid hendak sampai ke perkampungan Bani Al-Musthalaq tampak mereka keluar untuk menyambutnya. Namun, Al-Walid menyangka mereka akan menyerangnya, hingga kemudian kembali lagi menemui Rasulullah untuk melaporkan kalau Bani Al-Musthalaq enggan membayar zakat bahkan mau menyerangnya.
Rasulullah pun marah mendengar kabar tersebut, sehingga beliau mengutus Khalid ibn Walid untuk menyelidiki kebenaran informasi itu. Dan, setelah diselediki secara seksama ternyata mereka sudah mengumpulkan zakat, namun karena utusan Rasul lama tidak datang, mereka pun keluar dari kampungnya untuk menyerahkan zakat.
Sayangnya, keluarnya mereka dari kampung disangka oleh Al-Walid Ibn Uqbah Ibn Abi Mu’ith sebagai suatu tindakan pembangkangan. Untung saja informasi HOAX tersebut dapat diselidiki oleh Khalid Ibn Walid, sehingga tidak terjadi pertumpahan darah sesama muslim.
Dalam menerima informasi dari Media sosial, kita harus sedemikian ketat melakukan tabayyun. Terma “tabayyun” dalam Quran Surah Al-Hujurat ayat 6 tersebut, menggunakan “fi’il amr”, yakni kata kerja perintah. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap muslim wajib melakukan usaha tabayyun dalam menerima informasi dari media sosial.
Dengan begitu, ketika kita menerima sebuah informasi atau berita; proses “tabayyun” dapat menghindarkan kita dari jebakan betmen berita HOAX, narasi-narasi provokatif, sehingga kita tidak salah menduga dan melangkah.
Tabayyun ini harus dilakukan oleh semua orang ketika mendengar, membaca, atau melihat berita baik tentang suatu peristiwa tentang orang, kelompok atau instansi lembaga; agar kemudian tidak salah berpikir atau salah bertindak.
Akhirulkalam, tabayyun itu penting agar kita bisa berpikir jernih sehingga bertindak secara arif dan bijaksana. Karena itu, jangan sampai lupa untuk bertabayyun dalam menyikapi arus informasi di media sosial.
Ingat, bahwa informasi HOAX, provokasi, fitnah dan logika konspiratif berbahaya bagi kelanggengan sosial masyarakat di negeri Indonesia. Sekali lagi, agar tidak menciptakan kegentingan sosial di negeri kita, tabayyun informasi itu penting banget lho!!