2 Kekayaan: Kualitas Hidup dan Keberlimpahan Materi

Notification

×

Iklan

Iklan

2 Kekayaan: Kualitas Hidup dan Keberlimpahan Materi

Rabu, 16 Juni 2021 | 09:23 WIB Last Updated 2022-09-12T03:53:11Z

Kawan, pengertian kekayaan ialah “sesuatu yang bisa kita akses, yang dengannya kita bisa meningkatkan kualitas hidup”. Ini mengindikasikan bahwa kekayaan bukanlah melulu soal seberapa banyak simpanan uang, mobil, atau kendaraan. Apapun yang dapat meningkatkan kualitas hidup itulah kekayaan.

Batasan definisi di atas, kebanyakan dianggap terlalu umum dan berasal dari pikiran "sok suci". Biarlah ada yang berkata seperti itu, ya; keep calm an stay cool.

Sesuatu yang dapat membuat kualitas hidup menjadi baik adalah kekayaan. Karena itu, bila saja kita mengalami peningkatan kualitas hidup pasca menunaikan shalat juga, itu merupakan kekayaan. Merujuk akar kata "wealth", bahwa dalam bahasa Inggris kuno, ditulis"welth", yang berarti “menjadi baik”. Maka kekayaan bukanlah hanya seberapa banyak keuntungan material yang kita miliki, melainkan juga seberapa banyak apa yang kita hasilkan itu membuat kita “menjadi baik”.

Kita memang pernah mengalami anggapan yang agak keliru bahwa hidup yang baik itu ditentukan oleh seberapa banyak uang dan materi yang kita miliki. Kita pernah menganggap bahwa uang adalah segalanya, padahal kisah-kisah kuno sudah menegaskan bahwa uang saja tidak akan membuat kita bahagia.

Ada satu kisah dari Yunani Kuno tentang seorang raja yang ingin kaya raya, namanya yakni Raja Midas. Ia memohon kepada para dewa agar diberi karunia mukjizat apapun yang disentuhnya akan berubah menjadi emas. Doa ini dikabulkan, dan apapun yang disentuhnya langsung berubah menjadi emas.

Mulanya, Raja Midas kegirangan; ia merasa senang menghitung seberapa banyak emas yang dimilikinya. Persis seperti yang kita rasakan ketika pertama kali mendapatkan keuntungan besar; saat itu kita merasa telah menguasai seluruh kehidupan. Padahal kenyataannya tidak seperti itu, seperti kisah lanjutan dari Raja Midas.

Lalu Raja Midas merasa lapar, ia butuh makanan. Sialnya makanan yang ia sentuh berubah menjadi emas. Begitupun ketika ia menyentuh anak istrinya, para sahabat, dan orangtua atau gurunya; semuanya berubah menjadi emas.

Pada saat itu ia merasa kesepian, karena sentuhannya membuat tumpukan emas yang diam membisu. Ia sendirian dengan kebanggaan semu. Lalu bayangkanlah apa akhir cerita ini, yaitu apa jadinya ketika ia memegang dirinya sendiri; niscaya dirinya pun akan berubah menjadi emas.

Apa yang dimiliki Raja Midas kini sama sekali tidak berharga. Apa gunanya kekayaan jika kita harus kehilangan semua orang-orang yang kita cintai? Apa gunanya kesuksesan bila kita harus kehilangan diri kita sendiri?

Kisah lain dapat kita baca dari al-Quran Surat al-Kahfi ayat 32 sampai ayat 45. Konon, ada dua orang anak manusia yang diberikan berkah oleh Allah. Keduanya memiliki kebun yang subur, yang satu --yang lebih memanen secara melimpah-- merasa semua itu hasil dari usaha dirinya sendiri.

Ia berkata, "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat... Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku kira kiamat itu tidak akan ada. Kalaupun ada, aku pasti akan mendapat surga yang lebih baik dari siapapun.” Kekayaan dan kesuksesan, ternyata membuat orang lupa diri dan lupa Tuhan.

Sedang tukang kebun yang satu lagi, yang tidak begitu melimpah hasil panennya, menerima semuanya dengan rasa syukur dan penuh keimanan. Ia terus mengucapkan MaasyaaAllah, Laa Quwwata Illa Billah (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Penderitaan tidak membuatnya ingkar.

Lalu di akhir kisah itu, bencana membuat kebun orang pertama hancur musnah, tanpa bekas. Pada saat itu yang tersisa hanyalah penyesalan, "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan Tuhanku".

Dari dua kisah ini kita sudah dapat pelajaran yang sangat penting bahwa kesuksesan material saja bukanlah tujuan kita bekerja dan berbinsis. Namun, niatkanlah untuk menemukan teman-teman di lingkungan kerja. Sebab, karena kesuksesannya, banyak orang menjadi lupa diri dan ingkar seperti orang pertama pada kisah surat al-Kahfi.

Akhirulkalam, mari kita membiasakan diri untuk mengucapkan "MaasyaaAllah, Laa Quwwata Illa Billah" setiap menganalisa keberhasilan yang kita raih. Tentunya, agar kualitas hidup semakin baik dari hari-hari sebelumnya. Let's cemungudhhh!