Kearifan Lokal, Lingkungan dan Agribisnis Tanaman

Notification

×

Iklan

Iklan

Kearifan Lokal, Lingkungan dan Agribisnis Tanaman

Jumat, 10 September 2021 | 14:04 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:11Z


Oleh: Solihin, M.P,
Guru Produktif Pertanian SMKN 1 Cikalongkulon


Kearifan lokal adalah cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam mereka terhadap lingkungan setempat yang terbentuk secara turun-menurun. 


Dikutip dari buku, Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat (2015) karya Eko A. Meinarno, Bambang Widianto, dan Rizka Halida, bahwa kearifan lokal muncul dari dalam masyarakat sendiri, disebarluaskan secara non-formal, dan dimiliki secara kolektif oleh masyarakat yang bersangkutan.


Berdasarkan lansiran laman kompas.com, kearifan lokal memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu:


- Mempunyai kemampuan mengendalikan.


- Merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar.


- Mempunyai kemampuan mengakomodasi budaya luar.


- Mempunyai kemampuan memberi arah perkembangan budaya.


- Mempunyai kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan budaya asli.


Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai macam suku dan budaya sehingga Indonesia memiliki jumlah kearifan lokal yang cukup banyak. Hal tersebut bisa menjadi kekuatan sekaligus tantangan dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera. 


Kearifan lokal bisa menjadi kekuatan apabila pengetahuan dan praktiknya dilaksanakan secara selaras dengan usaha pembangunan masyarakat. Salah satu contoh kearifan lokal yang bisa digunakan untuk pembangunan masyarakat adalah Talun yang ada di Jawa Barat.


Talun merupakan areal budidaya yang meliputi berbagai macam komoditas, baik tanaman perkebunan, hortikultura dan tanaman kehutanan. Dalam konteks kehutanan kebun talun merupakan salah satu model agroforestry. 


Dari aspek kehutanan, Talun dijadikan model agroforestry yang lebih mengedepankan aspek konservasi karena proses tutupan lahan terbentuk dengan cepat. Sedangkan masyarakat perdesaan Jawa Barat lebih menjustifikasi bahwa talun sebagai Kebun (Kebon:Sunda). 


Hal tersebut tidaklah salah karena produksi yang diperoleh dari Talun lebih mengedepankan hasil non kayu (buah, daun, getah dan umbi) yang sebagian besar dihasilkan dari komoditas perkebunan dan hortikultura.


Kebun Talun di Jawa Barat sebagian besar dikembangkan di lahan kering, sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan lahan dengan minimum tillage. Komoditas yang dikembangkan adalah tanaman tahunan baik tanaman perkebunan, kehutanan dan hortikultura. 


Pemilihan komoditas tanaman tahunan tidak terlepas dari berbagai faktor, antara lain optimalisasi pemanfaatan lahan dan pendapatan dari berbagai buah yang tidak seragam masa panennya sehingga sepanjang tahun dapat memperoleh pendapatan yang berkelanjutan. Sebagaimana telah diuraikan di atas, penanaman tanaman tahunan secara konservasi Kebun Talun akan memperoleh tutupan lahan yang lebih rapat dan jangka panjang.


Suharjito (2002), dari hasil penelitiannya merangkum berbagai alasan petani untuk mengembangkan Talun, antara lain, 1) Hasilnya banyak atau maksimal, 2) hasilnya beragam, 3) mudah  memelihara,  4)  mudah  pemasaran,  5)  harga  stabil/naik,  6)  warisan  orang  tua, 7) tanahnya sempit, 8) sesuai kondisi tanah.


Memperhatikan kondisi iklim saat ini yang tidak menentu yang berdampak pada masa pembungaan dan pembuahan tanaman, melalui Pola Talun, petani dapat mengantisipasi ketidajelasan masa panen dengan beragamnya komoditas yang ada di dalam Talun sehingga pekebun masih mendapat penghasilan.


Pengembangan Talun dalam konteks pembangunan pertanian khususnya perlu kiranya mempertimbangkan aspek kearifkan lokal, konservasi, Good Agriculture Practices dan yang pasti tentunya kesejahteraan petani Kebun itu sendiri. 


Untuk itu, perlu penegasan dalam penyusunan perencanaan program tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan, apakah untuk fungsi konservasi dan ekonomi atau peningkatan produksi dan produktivitas. 


Untuk fungsi konservasi dalam pelaksanaan kegiatan cukup melalui pengkayaan tanaman dan penataan kebun sedangkan untuk tujuan peningkatan produksi dan produktivitas perlu penerapan Good Agriculture Practices dalam kegiatan peremajaan, perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman perkebunan.


Pemanfaatan lahan di sekitar kita dengan menggunakan sistem Talun tentunya akan sangat membantu, kearifan lokal ini harus dilestarikan karena sangat bermanfaat dan mempunyai masa depan yang baik pada bidang pertanian apabila digunakan.