Makam Cut Nyak Dhien di Sumedang, Ditemukan Tahun 1959

Notification

×

Iklan

Iklan

Makam Cut Nyak Dhien di Sumedang, Ditemukan Tahun 1959

Kamis, 16 Desember 2021 | 14:40 WIB Last Updated 2021-12-16T07:40:36Z


NUBANDUNG – Sosok karismatik ini lahir di Aceh tahun 1848 dan wafat 6 November 1908 di Sumedang. Namanya Cut Nyak Dhien atau dalam ejaan lama ditulis Tjoet Nja’ Dhien. Ia bukan hanya setia mendampingi suaminya melawan penjajah Belanda dalam Perang Aceh, tetapi juga demi menegakkan syariat Islam.


Setelah suaminya wafat, beliau meneruskan jihad dan memimpin perjuangan. Selama hidupnya beliau berjuang mati-matian demi Ibu Pertiwi sehingga ditangkap dan ditawan Belanda pada 6 November 1905 di Aceh Barat.


Tjoet Nja’ Dhien dikenal sebagai pemberani dan pantang menyerah. Beliau membela tanah kelahiran sekaligus agamanya dengan mengorbankan harta, jiwa dan raga hingga ajal menjemputnya di pengasingan.


Mulanya, setelah diasingkan pada 1906 ke Sumedang, warga setempat mengenal Tjoet Nja’ Dhien dengan panggilan Ibu Perbu. Kala itu, tak ada masyarakat yang tahu bahwa istri Teuku Umar ini adalah pejuang besar dari Aceh. Hal itu disebabkan keterbatasan bahasa dan kondisi serta penglihatan sang Ratu Aceh yang terus melemah.


Makam Tjoet Nja’ Dhien tak jauh dari pusat kota Sumedang yakni di Kampung Gunung Puyuh. Makam sang pejuang tepatnya di kompleks permakaman anggota keluarga milik Siti Hodijah—pendamping beliau selama hidup di pengasingan.


Ditemukan pada 1959


Lokasi makam bersebelahan dengan kompleks permakaman keluarga Pangeran Sumedang. Dari jalan raya ke arah Kampung Toga, makam ini mudah ditemukan. Dari tepi jalan, cukup ditempuh dengan jalan kaki sekira 50 meter saja, melewati blok permakaman keluarga Pangeran Sumedang.


Makam Tjoet Nja’ Dhien pertama kali ditemukan Pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 1959. Setelah dipugar pada 1987, kompleks makam dikelilingi pagar besi dan beton. Kini, makamnya dinaungi bangunan kayu terbuka tanpa dinding.


Pada batu nisan makam Tjoet Nja’ Dhien tertulis riwayat hidupnya, beberapa ayat suci Alquran dan tulisan berbahasa Arab. Hingga kini, makam Tjoet Nja’ Dhien banyak diziarahi masyarakat Indonesia dari berbagai daerah.