Doktrin Cinta Kasih dan Iman Aktif Jalaluddin Rumi

Notification

×

Iklan

Iklan

Doktrin Cinta Kasih dan Iman Aktif Jalaluddin Rumi

Selasa, 09 November 2021 | 21:11 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:07Z


Jalaluddin Rumi adalah tokoh sufi paling terkenal di antara sufi yang lain. Sebab, dengan tarian suci yang diciptakannya menyebabkan ia menjadi sesosok manusia lembut dan menyejukkan jiwa. 


Selain sebagai seorang sastrawan, ia juga tampil sebagai ahli tasawuf. Ketaatan dan kecintaannya kepada Allah mewujud ke dalam tarian-tarian sufi ciptaannya yang bergerak indah dan memiliki nilai filosofis yang dahsyat.


Sebelum menjadi seorang pecinta sejati, Rumi adalah seorang guru agama yang dihormati warga, murid dan pengikutnya. Diceritakan bahwa pada usia 36 tahun, Rumi sudah bosan mengajar ilmu ibadah formal (fiqih). Dia sadar bahwa pengetahuan fiqhiyah tidak akan mengubah kondisi kejiwaan muridnya. 


Ia juga yakin, ketika manusia ingin mengubah dirinya, harus mendapatkan pencerahan bathin terlebih dulu. Sebab, dalam diri manusia terdapat suatu tenaga tersembunyi, yang bisa membawanya meraih kebahagian dan berwawasan luas. Tenaga tersembunyi itu disebutnya sebagai cinta Ilahi (`isyq).


Perjalanan ruhaniyah Jalaluddin Rumi dalam mencari kekuatan tersembunyi di dalam diri bermula dari pertemuannya dengan seorang tokoh sufi bernama Syamsiddin al-Tibrizi. Suatu ketika, pada tahun 1244-1245 M Rumi berjumpa Syamsiddin al-Tabrizi. 


Ia adalah seorang ulama sufi dari Tabrizi yang senang mengembara mencari makna hidup. Ulama agung ini juga adalah seorang faqir yang tak memikirkan harta dan keselamatannya.


Tak terlihat rasa takut di dalam dirinya meskipun saat itu sedang marak peperangan di tempat yang dilaluinya. Isi ceramah Syamsi Tabriz saat khutbah ternyata memikat Rumi untuk mengagumi kepribadiannya. 


Ajaran yang disampaikan Syamsi Tabriz pun mengobati rasa putus asa umat Islam saat itu yang sedang berada kekacauan akibat perang. Kekuatan Cinta Ilahi adalah inti ajaran Syamsi Tabriz. 


Ia juga mengajarkan bahwa dalam merubah nasib, manusia harus berikhtiar dengan mengoptimalkan kekuatan cinta ilahi. Ulama agung ini, juga mengajarkan agar senantiasa menyingkirkan kelemahan dan kebodohan di dalam diri.


Umat Islam tidak boleh terjebak pada keyakinan pasif, yang memasrahkan diri kepada takdir sehingga tidak dapat melakukan perubahan. Ternyata ajarannya itu memikat hati Jalaluddin Rumi untuk mengubah total kehidupannya. 


Sejak saat itu Rumi tak pernah berpisah dari guru panutannya itu. Kemana pun Syamsi al-Tabrizi pergi, Rumi muda selalu mengikutinya.


Singkat cerita, dengan keintiman yang sedemikian melekat antara Rumi dan al-Tabriz banyak menimbulkan kecemburuan dari masyarakat dan muridnya. Akibatnya, guru dan murid itu harus berpisah. 


Sang ulama luhur itu diusir oleh murid-murid Rumi yang tidak menyukai ajarannya di Kunya. Rumi, waktu itu, sedih dan kerinduannya terhadap Syamsi Tabriz memaksanya pergi meninggalkan Kunya untuk memperdalam ilmu Tasawuf.


Dengan pengalaman hidup yang ditimba dari Syamsi Tabriz inilah yang membuat bakatnya sebagai penyair hidup kembali. Ketika ia berumur 37 tahun lahirlah syair-syair yang indah bertemakan cinta dan kerinduan mistikal. Ini sesuai dengan yang dikatakan Syamsi Tabriz, bahwa kekuatan cinta dapat mentransformasikan jiwa seseorang menjadi lain.


Rumi bukan saja mengalaminya, tapi melakukannya dengan sadar. Kerinduan berbalut cinta pada gurunya yang tak kunjung bersua sejak perpisahannya, membuat ia mengalami keindahan cinta transendental atau cinta ilahiyah.


Dengan kerinduannya yang tak kunjung berlabuh, membuat Rumi mengakhiri pengembaraannya dan kembali ke Kunya untuk mengajarkan pengalaman ruhaniyah kepada murid-muridnya. Perjalanan Rumi itu memrupakan wujud dari laku yang didasari kekuatan cinta ilahi.


Maka, sejak itu Rumi bukan saja masyhur sebagai ahli tasawuf dan guru keruhanian, melainkan juga sebagai sastrawan agung dan budayawan terkemuka di seantero Dunia Islam. 


Dan, Anda yang suka menelaah karya sastra, akan menemukan semangat kenabian dalam puisi-puisinya. Sementara itu bagi seorang seniman yang menyenangi gerak estetik tubuh, bisa menyaksikan putaran-putaran transendental tarian suci Rumi.


Hikmah yang dapat kita petik dari kisah perjalanan ruhani Rumi adalah kekaguman atas kepribadian seseorang bisa mengubah keyakinan dan perilaku. Sebelum Jalaluddin Rumi bertemu dengan Syamsi Tabriz, ia adalah seorang guru ngaji yang membahas soal hukum fiqhiyah. 


Namun, aktivitas mengajarkan ilmu fiqh seakan meredup ketika dari dalam dirinya muncul kesadaran bahwa untuk memelihara manusia dari “kesesatan laku” harus berdasarkan kecintaan penuh pada Allah.


Dan, hal ini ia peroleh dari Syamsi Tabriz, seorang murid dari ayahnya sendiri, yang tidak mengajarkan ilmu tasawwuf kepada “sang penari suci” sepanjang abad ini. 


Meski sang ayah tidak mengajarkannya, kedatangan Syamsi Tabriz membuat Rumi mengalami perubahan total dalam hidupnya. Kecintaan Rumi kepada sang Khaliq menjadikannya rela mengikuti kemana pun Syamsi Tabriz pergi. Ia berharap dapat mengambil pelajaran dari pergaulannya dengan ulama saleh dari Mongol itu.


Hebatnya lagi, Rumi mendapatkan ilmu tak terkira dari pergaulannya dengan sahabat sekaligus gurunya, Syamsidin Tabriz. Lagi-lagi, persahabatan Rumi dengannya banyak tidak disukai orang banyak, yang mengakibatkan sahabat sekaligus gurunya itu meninggalkan Rumi sendirian. Ia kecewa, tapi tidak serta merta menjadi seorang manusia tak berguna.


Dengan kegigihan dan kebulatan tekadnya, ia menyusul sang guru ke berbagai daerah tapi tidak pernah dijumpainya. Nah, diperjalanan itulah ia mendapatkan aneka pelajaran yang bisa dipetik sehingga mencerahkan akal dan batinnya.


Dia pun pulang ke daerahnya dengan membawa oleh-oleh ajaran kasih-mengasihi antar sesama manusia. Ajarannya pun tidak serta merta memisahkan antara cinta terhadap manusia dan terhadap kekasih abadi, Allah yang Mahapengasih. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Saw., bahwa cinta dan kasih sayang yang murni dan suci merupakan ”cerminan” (emanasi) dari cinta dan kasih sayang Allah yang Mahaluas.


Uraian di atas mencoba memberi pemahaman pada kita bahwa mencari seorang guru dan sahabat yang bisa menghidupkan kekuatan cinta di dalam diri adalah keniscayaan tak nisbi.


Ketika Anda ingin mengasah diri untuk menjadi seorang kreator dan rajin menyembah-Nya, kehadiran kawan atau seorang ahli dalam bidangnya bisa mewujudkan keinginanmu.


Jadi, inti dari menjalani kehidupan ini adalah untuk mencari kekuatan tersembunyi yang bisa menyemangatimu untuk terus melakukan perubahan ke arah lebih baik.


“Allah memiliki seratus rahmah (cinta dan kasih sayang). Satu di antaranya diturunkan ke dunia ini. Dengan satu rahmah itulah umat manusia (secara fitrah) saling berbagi cinta dan kasih sayang” (H.R. Ahmad).


Ketika Rumi berputar-putar menari di jalanan adalah wujud cinta kreatif pada sang Guru dan Allah sehingga melahirkan tarian sufi yang indah dan menawan. 


Lantas, sudahkah Anda mencipta karya sebaai bentuk kecintaanmu pada seseorang atau kepada Allah yang Mahaesa dan menyukai keindahan karya manusia? Semoga saja sudah!