Biografi Yenny Wahid: Politisi Indonesia, Aktivis Nahdlatul Ulama

Notification

×

Iklan

Iklan

Biografi Yenny Wahid: Politisi Indonesia, Aktivis Nahdlatul Ulama

Senin, 11 September 2023 | 09:21 WIB Last Updated 2023-09-11T02:21:14Z


NUBANDUNG.ID
-- Zannuba Ariffah Chafsoh, S.I.Kom., M.P.A. lahir 29 Oktober 1974, yang dikenal dengan nama Yenny Wahid adalah seorang politikus Indonesia, aktivis Nahdlatul Ulama, dan direktur Wahid Institute. 


Ia merupakan pendiri Partai Kedaulatan Bangsa, yang kemudian melebur dengan Partai Indonesia Baru (PIB) menjadi Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB). Ia menjabat sebagai Komisaris Garuda Indonesia sejak Januari 2020 hingga mengundurkan diri pada Agustus 2021.


Yenny Wahid adalah anak kedua dari pasangan Abdurrahman Wahid dan Sinta Nuriyah. Ia mempunyai seorang kakak, Alisa Wahid dan dua orang adik, Anita Wahid dan Inayah Wahid.


Pada 15 Oktober 2009 Yenny menikah dengan Dhorir Farisi. Pada 13 Agustus 2010, Yenny melahirkan putrinya, Malica Aurora Madhura. Yenny kemudian melahirkan anak keduanya, Amira, pada 14 Agustus 2012. Ia melahirkan putri ketiganya, Raisa Isabella Hasna, pada 3 Maret 2014.


Seperti ayahnya, ia terlahir dalam lingkungan keluarga Nahdlatul Ulama. Pola pikirnya pun tidak jauh dengan ayahnya yang lebih mengedepankan Islam yang moderat, menghargai pluralisme dan pembawa damai.


Setamat dari SMA Negeri 28 Jakarta pada 1992, Yenny menempuh studi Psikologi di Universitas Indonesia. Kemudian atas saran ayahnya, Yenny memutuskan keluar dari Universitas Indonesia dan melanjutkan pendidikannya dalam Jurusan Desain Komunikasi Visual di Universitas Trisakti. 


Ia kemudian melanjutkan studi administrasi publik di Universitas Harvard, Amerika Serikat.


Selepas mendapat gelar sarjana desain dan komunikasi visual dari Universitas Trisakti, Yenny memutuskan untuk menjadi wartawan. Sebelum terjun secara khusus mendampingi ayahnya, Yenny bertugas sebagai reporter di Timor-Timur dan Aceh. 


Ia menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara tahun 1997 dan 1999. Saat itu, meski banyak reporter keluar dari Timor Timur, Yenny tetap bertahan dan melakukan tugasnya. 


Ia sempat kembali ke Jakarta setelah mendapat perlakuan kasar dari milisi, namun seminggu kemudian ia kembali ke sana. Liputannya mengenai Timor Timur pasca referendum mendapatkan anugrah Walkley Award.


Yenny juga terlibat dalam peliputan atmosfer Jakarta yang mencekam menjelang Reformasi 1998. Pada saat itu, Ia juga pernah ditodong senjata oleh oknum anggota ABRI yang sedang berusaha mensterilkan jalan lingkar Trisakti. 


Belum terlalu lama menekuni pekerjaannya, ia berhenti bekerja karena ayahnya, Gus Dur, terpilih menjadi presiden RI ke-4. Sejak itu, kemanapun Gus Dur pergi, Yenny selalu berusaha mendampingi ayahnya, dengan posisi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik.


Setelah Gus Dur tidak lagi menjabat sebagai presiden, Yenny melanjutkan pendidikanya dan memperoleh gelar Magister Administrasi Publik dari Universitas Harvard di bawah beasiswa Mason.


Sekembalinya dari Amerika Serikat pada 2004, Yenny kemudian menjabat sebagai direktur Wahid Institute yang saat itu baru berdiri. Hingga kini ia menduduki jabatan tersebut.


Semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Yenny sempat mengabdi sebagai staf khusus bidang Komunikasi Politik selama satu setahun sebelum ia akhirnya menggundukan diri. 


Ia mengundurkan diri dengan alasan tidak ingin adanya perbedaan kepentingan dengan jabatannya pada Partai Kebangkitan Bangsa. Yenny menjabat sebagai Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) periode 2005-2010. Namun kemudian ia diberhentikan dari posisi tersebut pada 2008.


Yenny kemudian mendirikan partai politik sendiri dengan nama Partai Kedaulatan Bangsa. Kemudian pada 2012, Partai Kedaulatan Bangsa dan Partai Indonesia Baru (PIB), yang dipimpin oleh Kartini Sjahrir, melebur menjadi satu dengan nama Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB). Yenny ditunjuk sebagai ketua umum partai tersebut.


Pada 2009, dia dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan Young Global Leader oleh World Economic Forum. Yenny juga merupakan anggota dari Global Council on Faith. 2018, Ia telah menyatakan dukungannya secara publik untuk pasangan Jokowi - Ma'ruf . Januari 2020, ia ditunjuk menjadi Komisaris Independen Garuda Indonesia di mana ia menjadi perwakilan publik.***