NUBANDUNG.ID -- Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya takwa; takwa yang melahirkan kejujuran dalam bekerja, kesungguhan dalam belajar, dan amanah dalam menulis serta mengajar.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Beberapa waktu lalu, beredar foto seseorang memegang piagam bertuliskan “Juara 1 Merokok Dalam Kelas.” Sekilas tampak lucu, tetapi sebenarnya getir. Ia menyindir dunia pendidikan yang kadang kehilangan arah penghargaan di mana perilaku salah bisa menjadi hiburan, sedangkan kejujuran dan ketekunan justru terabaikan. Itu juga tak menfikan kadang terjadi pada dinamika perkuliahan.
Kekalahan PSI oleh Arab Saudi dan Turki, menggemaskan pencinta bola tanah Air. mumcul rumor dan pendapat “Pelatih utamanya Hasus dipecat”. Sementara itu, di belahan dunia lain di Gaza, Palestina ribuan anak kehilangan sekolah, guru, dan keluarga. Namun mereka tetap belajar, membaca Al-Qur’an, dan menjaga martabatnya. Mereka tidak memiliki kenyamanan, tetapi memiliki keteguhan dan keikhlasan yang luar biasa.
Perhatian dunia pun terus mengalir, termasuk dari Presiden Prabowo Subianto, yang dalam berbagai forum internasional menegaskan pentingnya diplomasi kemanusiaan dan solidaritas bagi rakyat Palestina. Sikap ini bukan sekadar politik, tetapi refleksi dari nilai pendidikan bangsa: bahwa kemerdekaan sejati lahir dari akhlak dan empati.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Maka khutbah ini mengajak kita merenung: Apakah kita sedang mengejar gelar, atau sedang mendidik diri menjadi insan yang berilmu dan berintegritas? Apakah kita sedang mencari nilai, atau sedang membangun makna? Tiga Nilai Edukasi dari Hadis Nabi ﷺ Rasulullah ﷺ bersabda:
“الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا، وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ الأَمَانِيَّ.”
“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu menilai dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati, sedangkan orang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, no. 2459). Hadis ini menjadi fondasi pendidikan moral Islam. Dari sabda ini, kita belajar tiga nilai penting yang dapat menuntun pendidikan dan kehidupan kita hari ini.:
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Pertama, Nilai Muhasabah. Evaluasi Diri Sebagai Kecerdasan Spiritual; Kecerdasan sejati bukan diukur dari gelar, tetapi dari kemampuan menilai dan memperbaiki diri. Dalam dunia pendidikan, ini berarti setiap dosen, guru, dan mahasiswa harus jujur pada niatnya: Apakah belajar untuk nilai atau manfaat? Apakah menulis untuk tugas atau untuk menanam ilmu? Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (QS. Al-Hasyr [59]: 18).
Ayat ini mengajarkan evaluasi spiritual setiap langkah belajar harus disertai kesadaran akhirat. Imam Hasan al-Bashri berkata: “Mukmin adalah pengawas bagi dirinya sendiri; ia menimbang ucapan dan perbuatannya- apakah karena Allah atau karena dunia.”
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Kedua, Nilai Integritas Akademik. Amanah Ilmu Sebagai Jihad; Juara sejati bukan yang paling cepat atau terkenal, tetapi yang paling jujur dan takut kepada Allah. Menulis tanpa mencontek, bekerja tanpa menipu, belajar tanpa jalan pintas, inilah bentuk kecil jihad melawan hawa nafsu. Rasulullah ﷺ bersabda:
“المجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله”
“Pejuang sejati adalah orang yang berjihad melawan dirinya untuk taat kepada Allah.” (HR. Ahmad, no. 23445), Dan Allah SWT berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil, dan jangan sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 42).
Mencontek, plagiasi, dan kecurangan akademik adalah bentuk mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Sedangkan integritas menuntut kejujuran, transparansi, dan amanah terhadap ilmu. Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا”
“Barang siapa menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim, no. 101).
Singkatnya, Ilmu yang dicari dengan curang tidak akan membawa keberkahan, sementara ilmu yang diupayakan dengan jujur akan menjadi amal jariyah yang menyinari kehidupan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Ketiga, Nilai Keteguhan Belajar. Teladan dari Gaza, Palestina; Gaza hari ini adalah madrasah keteguhan bagi dunia. Di tengah reruntuhan, mereka tetap belajar, menghafal Al-Qur’an, dan mengajar generasi muda. Mereka kehilangan sekolah, tapi tidak kehilangan semangat belajar; mereka kehilangan guru, tapi tidak kehilangan makna ilmu. Allah SWT berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujādilah [58]: 11). Dan juga:
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy-Syarh [94]: 6)
Rasulullah ﷺ bersabda:
“مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ”
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699).
Anak-anak Gaza mencontohkan ayat ini: mereka menempuh jalan ilmu dengan darah dan air mata. Maka pantaskah kita di negeri damai ini menodai ilmu dengan kemalasan dan ketidakjujuran? Rasulullah ﷺ bersabda:
“لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ…”
“Tidak ada iri yang dibenarkan kecuali kepada dua orang: seseorang yang diberi harta lalu menggunakannya di jalan Allah, dan seseorang yang diberi ilmu lalu mengamalkannya dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mereka di Gaza tidak iri kepada dunia, tetapi berlomba dalam ilmu dan amal. Itulah kemenangan sejati: juara dalam iman, bukan hanya dalam penampilan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Mengakhiri khutbah ini ini, Ma’asyiral Muslimin, Tiga nilai ini muhasabah, integritas, dan keteguhan belajar adalah pilar bagi pendidikan Islam dan bangsa yang bermartabat. Menjadi juara sejati bukan berarti mendapatkan pujian manusia, tapi mendapat ridha Allah. Karena piagam sejati bukan di dinding, melainkan di hati kejujuran, tanggung jawab, dan ketulusan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah, Marilah kita memperbanyak istighfar dan doa untuk saudara-saudara kita di Palestina, khususnya Gaza. Semoga Allah memberi mereka kekuatan, kemenangan, dan kemerdekaan yang penuh keberkahan. Dan semoga kita di Indonesia di bawah kepemimpinan yang peduli pendidikan dan kemanusiaan menjadi bangsa yang menggunakan ilmu untuk membangun keadilan, bukan kesombongan. Sebagaimana pesan Presiden Prabowo: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani belajar, jujur kepada diri sendiri, dan berani berbuat untuk sesama.”
A. Rusdiana, Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung