Blockchain untuk Cegah Mafia Tanah. ////]]>

Notification

×

Iklan

Iklan

Blockchain untuk Cegah Mafia Tanah.

Minggu, 09 November 2025 | 08:00 WIB Last Updated 2025-11-09T01:00:53Z
Affiliasi



 NUBANDUNG.ID -- Siapa bilang punya tanah luas dan strategis bisa hidup nyenyak?

Pak Jusuf Kalla yang pernah jadi wapres dua kali saja punya tanah, tiba-tiba ada sertifikat ganda dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN lho ya.... Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid sudah meminta maaf kepada JK karena menerbitkan sertifikat yang sama.


Coba kalau rakyat biasa.

Lagi enak-enak tidur di rumah hasil keringat puluhan tahun, tiba-tiba datang ormas menyegel tanah dan bangunan. Atau misalnya ada tanah strategis yang jadi sengketa di Fulan dan si Badu. Datang perusahaan besar menghampiri si Fulan untuk memberi dukungan. Si perusahaan mafia ini sogok sana sogok sini. Menanglah pasti di pengadilan.

Kelar...

Oknum akan suka memelihara wilayah abu-abu, karena di situ dia bisa bermain. Indonesia sudah saatnya menggunakan teknologi blockchain untuk mencegah sertifikat ganda, dan mencegah ruang abu-abu.


Teknologi blockchain menawarkan solusi yang sangat kuat untuk menutup celah itu. Begini alurnya jika diterapkan untuk sertifikat tanah:


1. Setiap bidang tanah diberi ID unik (misal melalui koordinat geospasial).


2. Data kepemilikan dimasukkan ke blockchain—oleh BPN, diverifikasi oleh notaris dan instansi terkait.


3. Setiap kali ada transaksi (jual-beli, hibah, warisan, agunan bank, dll.), sistem mencatat perubahan secara otomatis dan membentuk jejak digital permanen.


3. Semua pihak (pemilik, notaris, bank, pemerintah daerah) dapat melihat versi data yang sama secara real-time, tapi tidak bisa mengubahnya tanpa konsensus.


Hasilnya: tidak ada lagi “sertifikat ganda” karena satu bidang tanah = satu rekam digital otentik. Beberapa negara sudah menerapkan teknologi ini: Estonia, Swedia, Brasil dan Ghana (untuk melindungi tanah adat dari korporasi besar).


Selain mencegah sertifikat ganda, blockchain juga menciptakan transparansi publik yang aman. Masyarakat dapat memeriksa keaslian tanah yang akan mereka beli dengan memindai kode QR unik yang terhubung ke database blockchain. Mereka bisa melihat status tanah—apakah sudah bersertifikat, sedang sengketa, atau diagunkan—tanpa mengakses data pribadi pemilik.


Dengan sistem seperti ini, mafia tanah kehilangan ruang geraknya. Mereka tidak bisa lagi memalsukan sertifikat, menggandakan data, atau bekerja sama dengan oknum birokrat untuk “menghidupkan” dokumen lama. Semua perubahan terekam, semua transaksi bisa diaudit. Blockchain bukan hanya inovasi teknologi, tapi revolusi kepercayaan.


Bayangkan warga bisa tidur nyenyak di rumahnya, tanpa takut esok ada orang datang membawa sertifikat palsu. Karena kini, bukti kepemilikan tanah tidak lagi disimpan di satu lemari yang bisa dibobol, tetapi di ribuan lemari digital yang tak bisa dimanipulasi. Di situlah blockchain menjanjikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar teknologi: rasa aman untuk rakyat.


Ayolah Indonesia, kalau mau basmi korupsi dan mafia, segera terapkan teknologi blockchain.


NB: buat ahli IT dan blockchain, mohon maaf dan koreksi bila saya salah.

Budhiana Kartawijaya, Odesa Indonesia

Gambar dibuat oleh Dall-E.