Gerakan Perdamaian di Bandung: Apa Saja yang Perlu Kamu Tahu?

Notification

×

Iklan

Iklan

Gerakan Perdamaian di Bandung: Apa Saja yang Perlu Kamu Tahu?

Selasa, 25 November 2025 | 12:56 WIB Last Updated 2025-11-25T05:56:21Z



NUBANDUNG.ID -- Program Studi S1 Studi Agama-Agama (SAA) Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung bersama Esoterika Fellowship Program, Initiatives for Change (IofC) Indonesia, dan Rumah Moderasi Beragama (RMB) menggelar “Peace Café: Belajar Bersama dengan Komunitas Perdamaian di Bandung” di Museum/Galeri Sejarah Kebudayaan Indonesia Tionghoa, Jl. Nana Rohana No. 37, Kota Bandung, Senin (24/11/2025).


Ketua Prodi SAA, Dr. Ilim Abdul Halim, MA., didampingi Sekretaris Prodi SAA, Dr. Mulyadi, M.Hum., menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi ruang refleksi akhir tahun bagi mahasiswa, komunitas, dan masyarakat sipil untuk meneguhkan semangat perdamaian, menguatkan empati sosial, serta membangun kesadaran lintas iman dan budaya. Interaksi langsung dengan situs-situs budaya, seperti Museum Tionghoa Bandung, menjadi bagian penting dari proses pembelajaran.


“Rangkaian acara meliputi belajar dan berinteraksi di Museum Tionghoa Bandung, serta Peace Café yang menghadirkan para pegiat perdamaian dari berbagai komunitas seperti Jakatarub, SEKODI, IofC Indonesia, PeaceGen, dan Studi Agama-Agama UIN Bandung,” ujarnya.


Peserta kegiatan meliputi mahasiswa dan dosen Prodi SAA, aktivis lintas iman dan budaya, komunitas perdamaian, serta Rumah Moderasi Beragama UIN Bandung.


Menurutnya, kegiatan ini diharapkan menumbuhkan kesadaran reflektif tentang pentingnya spiritualitas, empati, dan aksi damai. “Kami ingin memperkuat jejaring kolaboratif antar komunitas lintas iman dan lembaga pendidikan untuk membangun budaya damai,” jelasnya.


Dosen SAA, Dr. Neng Hannah, M.Ag., menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari kuliah lapangan mahasiswa semester 3 mata kuliah Filsafat Agama. “Pada sesi pagi mahasiswa belajar sejarah dan kebudayaan Tionghoa, sementara sesi siang dilanjutkan dengan Peace Café bersama enam lembaga lintas iman: PeaceGeneration, Jakatarub, SEKODI, IofC Indonesia, Women Peace Creator, dan YDSP,” terangnya.


Peace Café ini merupakan kolaborasi dari enam sesi kuliah bersama Esoterika Fellowship Program. “Sebelumnya kami menghadirkan Dr. Bartolomus Samho (UNPAR), A. Gaus AF (EFP), dan dosen UIN Cirebon. Kegiatan hari ini adalah sesi kelima. Pertemuan terakhir pada 1 Desember mendatang akan menghadirkan Dr. Budhy Munawar-Rachman dalam kuliah umum di Aula Pascasarjana,” jelasnya.


Direktur RMB UIN Bandung, Dr. H. Usep Dedi Rostandi, Lc., M.A., menegaskan bahwa Rumah Moderasi Beragama memiliki mandat untuk melakukan fasilitasi, advokasi, dan mediasi berbagai isu keberagamaan dalam kerangka trilogi kerukunan: antar umat seagama, antar umat beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah.


“Rumah Moderasi Beragama juga berfungsi sebagai laboratorium moderasi yang terbuka bagi masyarakat. Melalui ragam simbol, ritus, tempat ibadah, dan kitab suci, masyarakat dapat belajar, memahami, dan menghormati keragaman keberagamaan,” paparnya.


Tingginya angka kekerasan berbasis agama di Jawa Barat menjadi tantangan yang harus direspons secara serius. RMB hadir untuk meminimalisir konflik, membangun jejaring, serta menguatkan gerakan hidup rukun dan berdampingan demi mewujudkan Bandung sebagai kota damai dan toleran.


Dalam kesempatan yang sama, Nita Ch. Lusaid dari Denny JA Foundation menegaskan pentingnya kolaborasi lintas kampus dalam penguatan moderasi beragama. Program ini merupakan kerja sama sembilan perguruan tinggi: UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Universitas Kristen Indonesia (UKI), IPMI International Business School, Universitas Hindu Negeri (UHN), UIN Cirebon, STABN Sriwijaya, President University, UIN Ambon


Kehadiran kesembilan kampus ini menjadi kekuatan bersama untuk menumbuhkan spiritualitas universal yang inklusif, reflektif, dan membebaskan.


Diskusi Peace Café tahun ini difokuskan pada lima tema utama:

– Jakatarub: Advokasi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan pelibatan anak muda.

– SEKODI: Nalar kritis untuk keadilan dan inklusi sosial.

– IofC Indonesia: Kesehatan mental, resolusi konflik, dan budaya damai.

– PeaceGen Indonesia: Membangun empati dan kolaborasi perdamaian.

– Studi Agama-Agama UIN Bandung: Refleksi spiritualitas dan keberagaman.


Saat belajar di Museum Tionghoa Bandung, mahasiswa mengajukan sejumlah pertanyaan seputar: peran tokoh Muslim dalam sejarah Tionghoa di Indonesia, akulturasi budaya Tionghoa, Nusantara, figur Wali Songo yang memiliki jejak etnis Tionghoa, budaya perdagangan Tionghoa, hubungan hari raya Tionghoa dengan tradisi agama, serta asal-usul banyaknya kosakata serapan dari bahasa Tionghoa dan bahasa asing lainnya.


Antusiasme mahasiswa menunjukkan ketertarikan besar pada sejarah, keragaman budaya, dan dinamika perjumpaan antar komunitas. Kegiatan ini merupakan kolaborasi Prodi Studi Agama-Agama dan Esoterika Fellowship Program. Melalui rangkaian Peace Café yang reflektif dan kolaboratif ini, UIN Bandung berharap semakin banyak mahasiswa dan komunitas yang berperan aktif dalam gerakan perdamaian di tingkat lokal. 


Upaya ini menjadi kontribusi nyata dalam mewujudkan Bandung sebagai kota yang toleran, inklusif, dan damai, tempat keberagaman dirayakan serta dialog lintas iman dan budaya terus tumbuh dan menguat.