Makna Cinta Allah dan Rasul-Nya

Notification

×

Iklan

Iklan

Makna Cinta Allah dan Rasul-Nya

Sabtu, 17 April 2021 | 17:03 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:42Z

“Kalau kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu.” (QS Âli ‘Imrân [3]: 31).

Cinta adalah dasar dan prinsip perjalanan menuju Allah. Semua keadaaan dan peringkat yang dialami oleh pejalan, adalah tingkat-tingkat cinta kepada-Nya, dan semua peringkat (maqâm) dapat mengalami kehancuran, kecuali cinta. Ia tidak bisa hancur dalam keadaan apa pun selama jalan menuju Allah tetap ditelusuri.

Cinta, tergantung kepada orang yang sedang mengalaminya dalam kehidupan secara real time (nyata). Deretan kata atau kalimat dalam Al-Quran akan dipahami secara berbeda oleh setiap orang. Cinta adalah salah satu dorongan dalam hidup manusia. 

Tanpa memiliki perasaan cinta, kamu akan berada pada ketidakpastian. Semangat hidup juga tidak akan nampak ke permukaan. Cinta, objeknya berbeda-beda. Bisa harta benda, suami, istri, anak, atau kekasih. Cinta seperti ini berkaitan dengan kesenangan duniawi. Dan, saya rasa setiap manusia pasti memiliki cinta terhadap kesenangan duniawi.

Hal itu diinformasikan Al-Quran sebagai berikut, "Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita (dan pria-pria), anak-anak lelaki (dan anak-anak perempuan), harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup duiniawi; dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga dan kenikmatan hidup ukhrawi)" (QS Âli ‘Imrân [3]: 14).

Nah, cinta juga bisa terhadap segala hal yang telah berjasa besar dalam mengarahkan hidupmu. Misalnya, mencintai Nabi Muhammad Saw., meskipun beliau sudah tidak ada dihadapanmu lagi. Cinta seperti ini muncul dari kekaguman dan penghormatan. Ini juga diinformasikan dalam Al-Quran, "Kalau kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu." (QS Âli ‘Imrân [3]: 31).

Kemudian, Allah Swt. memberikan evaluasi terhadap kekuatan cinta dengan cara membandingkan. Di sini, cinta kita diuji. Apakah kita lebih mencintai harta, jabatan, suami, istri, anak, atau pasangan ketimbang Allah dan Muhammad Saw. 

Kalau saja lebih mencintai objek selain Allah dan Muhammad Saw., kita termasuk orang fasiq. Mereka mengetahui mencintai Allah dan Rasul-Nya adalah keniscayaan tetapi dalam praktik keseharian tidak menghiraukan ajaran-Nya.

"Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, pasangan-pasangan, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq." (QS Attaubah [9]: 24).

Nah, begitulah cinta menurut Al-Quran. Kita semestinya mencintai hidup untuk mengabdikan secara penuh kepada sang pencipta, Allah Swt. Caranya dengan meneladani kepribadian Muhammad Saw. dalam kehidupan sehari-hari. Itulah kenapa mencintai Nabi Muhammad Saw. disamakan dengan telah mencintai Allah Swt.