Buku Bajakan Yang Ada di Rak Buku Saya

Notification

×

Iklan

Iklan

Buku Bajakan Yang Ada di Rak Buku Saya

Kamis, 17 Juni 2021 | 10:56 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:31Z


Penulis Cecep Hasanuddin

Sekali lagi, ampun! Beberapa tahun lalu saya benar-benar tidak dapat membedakan mana buku ori, mana buku bajakan alias repro alias nonori.  Yang saya pikirkan saat itu hanya beli buku semurah mungkin. Bekas tak apa, asal isinya lengkap dan masih bisa terbaca.


Saking minimnya pengetahuan tentang 'buku bajakan', saya pun baru menyadari ternyata ada beberapa buku bajakan yang bertengger di rak buku saya. Itu saya ketahui akhir-akhir ini ketika saya hendak membaca ulang.

Lalu, buku apa saja yang termasuk buku bajakan yang ada di rak buku saya? Oke, inilah dia. Dan tolong, jangan mencontoh saya! Kecuali, Anda memang pemburu sekaligus penjual buku-buku bajakan dan Anda tak menyadari bahwa perbuatan Anda merugikan penulis, juga penerbit!

1. Seribu Kunang-Kunang di Manhattan


Saya rasa, pembaca buku sastra tak asing dengan judul itu. Ya, ia judul kumpulan cerpen Umar Kayam, sastrawan cum budayawan. Siapa yang tak kenal Kayam, bukan? Selain seorang akademisi dia juga dikenal sebagai esais.

Mangan ora Mangan Kumpul adalah buku kumpulan esainya. Sebelum jadi buku, esai-esai itu pernah tersiar di koran Kedaulatan Rakyat, salah satu koran legendaris di Jogyakarta. Hampir semua ulasannya tak jauh-jauh dari kearifan budaya jawa yang selalu kontekstual pada zamannya.

Sial betul! Dan kurang ajarnya, saya baru menyadari kumcer Umar Kayam itu ternyata bajakan dan baru diketahui setelah 4 tahun tidur di rak buku saya. Pas saya tilik-tilik, saya baca ulang, oh ternyata memang dilihat dari cover serta isinya agak buram.

Jelas, ini salah saya. Waktu itu, pas beli di Palasari, saya tak bertanya ke penjualnya: ini ori atau nonori? Saya cuma nanya harga. Eh, kata penjual 20K, ya sudah langsung deal. Bungkus! Palasari memang pusat buku murah dan saya tak berpikir  bahwa tak semua buku yang dijual di sana ASLI.

2. Selamat Menunaikan Ibadah Puisi


Bisa ditebak, buku yang saya beli ini bila dibaca dari judulnya, tentu bukan buku panduan ibadah selama bulan  Ramadan. Bukan! Ya, ia buku kumpulan puisi Joko Pinurbo alias Jokpin. Judulnya saja sudah bikin orang penasaran, bukan?

Salah satu ciri khas puisi-puisi Jokpin adalah jenaka. Karena itulah, saya merasa harus memiliki buku itu. Lalu, saya pun berselancar di salah satu marketplace paling populer yang digandrungi emak-emak untuk mencari buku itu.

Alangkah banyaknya yang menjual buku kumpulan puisi itu. Dari harga yang tak saya sukai sampai harga yang saya kagumi: 20K! Karena saya tak curiga dengan harga, ya sudah langsung cek-out! Dua hari kemudian, buku itu pun tiba di kosan.

Lagi-lagi saya salah! Saya bolak-balik itu buku. Eh, buraaaaaam! Seperti hasil fotokopian, Guys! Saya baru sadar, kenapa saya enggak nge-chat dulu ke penjualnya dan nanya: ini ori, Kak? Jujur saja, benar-benar enggak keingetan! Hati saya disilaukan dengan harga 20K! Anjir!

3. Tuhan dan Hal-hal yang tak Selesai


Sudah sejak kuliah saya pengen punya buku Mas Goenawan Mohamad itu! Baru kesampaian memilikinya 6 tahun kemudian. Sialnya, pas buku kumpulan esai pendek itu sampai di tangan, uh lagi-lagi mengecewakan! Bajakan! Bajakan! Bajingan!

Saya pesan buku GM ini memang berbarengan dengan buku Selamat Menunaikan Ibadah Puisi! Gimana saya enggak tergiur. Buku GM itu dihargai 15K! Saya langsung cek-out begitu saja waktu itu, lagi-lagi lupa menanyakan  bukunya asli atau repro.

Saya tak bisa komplain ke penjual! Apa hak saya? Wong saya enggak bertanya terlebih dahulu soal kualitas buku itu ke seller-nya sebelum bertransaksi. Saya wrong lagi. Saya kecolongan lagi.

Sejak itu, saya kalau mau beli buku di marketplace, saya selalu bertanya dulu,"Halo Kak, ori???" "Bukan, Kak. Ini repro!" Nonori, Kak!" Bila jawabannya begitu, saya langsung bilang terima kasih dan cari lagi toko lain yang jual buku ori dan tentuuuuuu, murah! Biarin bekas juga!

4. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (edisi revisi) dan Asas-Asas Hukum Pidana


Ini sebenarnya bukan buku saya. Buku itu punya keponakan saya yang sedang menyusun skripsi. Waktu itu dia meminjam komputer saya mengerjakan tugas akhirnya dan lupa membawa lagi bukunya.

Saya buka-buka kedua buku bertema hukum milik keponakan saya itu. Benar saja, bajakan! "Ah, yang asli mahal oi! Yang penting aku mah isinya!" jawab keponakan saya ketika saya mencoba konfirmasi.

Barangkali, itu pula jawaban sebagian besar orang bila ditanya kenapa beli buku bajakan dibandingkan buku yang ori. Bisa jadi pula, mereka sebenarnya kurang peka atau tidak bisa membedakan antara buku ori dan bajakan, seperti saya 5 tahun lalu!

Jadi, tolong, Guys berusahalah beli buku yang ori. Kasihanilah para penulis, seperti GM, Jokpin, Umar Kayam, Pramoedya, dan banyak lagi pengarang lain yang buku-buku mereka dibajak entah sudah berapa ribu bahkan juta kopi.

Dan, atas kesalahan saya, saya mohon maaf pernah membeli buku bajakan! Sumpah, itu tidak akan terjadi lagi. Semahal apa pun itu buku, asal saya butuh dan asli saya beli!