Imam Bukhari, Pecinta Ilmu Warisan Nabi

Notification

×

Iklan

Iklan

Imam Bukhari, Pecinta Ilmu Warisan Nabi

Jumat, 06 Agustus 2021 | 21:01 WIB Last Updated 2022-09-12T03:53:10Z

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan. Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
(QS. Ali-Imran, 3: 92).

Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan merupakan tanda kesucian cinta seseorang. Sebab, dengan memiliki pengetahuan yang luas seseorang akan bersikap bijak ketika mengurai sebuah persoalan hidup. Makanya, filsafat sebagai ilmu yang diartikan jalan bagi pecinta kebijaksanaan adalah salah satu ilmu yang harus digandrungi anak muda.

Di dalam kehidupan Imam Bukhari, wujud kecintaannya terhadap ilmu pengetahun bisa dilihat dari pengorbanannya mencari hadits sampai ke segala penjuru menggunakan uang hasil keringatnya sendiri. Itu dilakukan karena beliau sangat mencintai pepatah-pepatah bijak dari Rasulullah Saw, agar tetap bisa dinikmati seluruh umat Islam sepanjang abad.

Nama asli beliau adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari. Ia lahir di Bukhara (Kini Uzbekistan), keturunan darah Iran, pada 194 H (810 M). Ayahnya wafat ketika ia masih kanak-kanak, dan ibunya membesarkan beliau sendirian. Sang ibu dengan kasih sayang mendidiknya dengan berlandaskan pada ajaran Islam yang baik.

Semenjak kecil, kecerdasan Imam Bukhari telah terlihat. Ketika usianya belasan tahun, beliau sudah menghafal 70.000 hadis Rasulullah Saw. Ia pergi menunaikan ibadah haji ketika berumur 16 tahun bersama ibunya.

Setelah dirinya menyelesaikan ibadah haji, tidak langsung pulang ke daerahnya, ia berguru kepada ulama di Mekkah. Maka pada umur 18 tahun, Imam Bukhari menerbitkan bukunya pertama mengenai sahabat-sahabat Rasulullah Saw., dan buku sejarah bertajuk "Al-Tarikh-al-Kabir".

Demi mencari dan mempelajari hadits Rasulullah, Imam Bukhari rela menempuh perjalanan jauh. Ia pernah mengunjungi daerah Damsyik, Kaherah, Baghdad, Basra, Madinah dan lain-lain tempat untuk mempelajari dan membincangkan hadits-hadits yang dipelajari. Semasa di Baghdad pun, Imam Bukhari selalu berdiskusi tentang hadis dengan Imam Ahmad bin Hanbal.

Dengan kepintarannya menghafal dan menulis, beliau menulis mengenai 1800 orang, yang meriwayatkan hadis Rasulullah Saw., dan hanya menulis mengenai mereka yang lulus ujian yang ditetapkan. Imam Bukhari mempunyai ingatan yang mengkagumkan, dan sumbangannya terhadap ilmu pengetahuan Islam tak tertandingi. Ia menuliskan hadis Rasulullah Saw. dalam kitab "Al-Jami-al-Sahih”.

Ia menyelidiki selama 16 tahun sebanyak 600.000 hadits dan memilih 7.525 hadis yang lulus seleksi kesahihan. Ia juga, sebelum menuliskan hadits, selalu menunaikan shalat dua rakaat terlebih dahulu untuk menjaga daya ingatnya. Akan tetapi popularitas Imam Bukhari menimbulkan perasaan iri hati di kalangan beberapa orang ulama yang akhirnya mengakibatkan beliau diusir dari bumi Bukhara oleh Gubenurnya.

Dia wafat di tempat pembuangan pada malam Idulfitri tahun 256 Hijrah di Khartank dekat Samarkand. Ia meninggalkan dunia setelah memberikan warisan berharga untuk umat sebagi wujud kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dari Nabi Saw.

Tutur kata dan tindakan Rasulullah Saw. membuat Imam Bukhari jatuh cinta sehingga ia berusaha menuliskan pelbagai hadits yang keluar dari pribadi Nabi Muhammad Saw. Dengan pengorbanannya rela menempuh perjalanan jauh, meskipun harus menghabiskan harta kekayaannya, ia terus memburu hikmah dibalik tutur dan laku sang Nabi terakhir zaman itu.

Dahsyatnya lagi, kecintaan Imam Bukhari kepada hadits-hadits nabi dibuktikan dengan melakukan penelitian selama 16 tahun terhadap 600.000 hadits, sebelum mengumpulkannya dalam kitab yang sampai saat ini masih kita kaji dan jadikan rujukan.

Bahkan, pernah diceritakan ketika dirinya telah sampai ke suatu daerah tempat tinggal sang rawi (periwayat hadits), ia kembali lagi tidak mengambil hadits itu. Mengapa? Sebab, sang perawi itu sedang membohongi domba gembalaan dengan sejumput rumput agar berjalan mengikuti sang ulama.

Dengan ketatnya persyaratan keshahihan sebuah hadits yang ditawarkan Imam Bukhari, membuat 600.000 hadits yang diperolehnya menyusut menjadi 7.525. Bahkan sebagai sebentuk penghormatan kepada ilmu, ia melaksanakan shalat dua rakaat sebelum menulisnya di atas kertas. Inilah yang disebut dengan kesucian cinta Imam Bukhari.

Dengan kecintaannya kepada apa yang diucapkan, dilakukan dan disetujui oleh Rasulullah Saw. membuat ia berani berkorban dan rela melakukan perjalanan ratusan kilometer. Bayangkan saja, waktu itu belum ada mobil bus. Perjalanan dari Bandung ke Ciamis saja, kalau dengan menunggangi kuda, tidak akan ada yang sanggup, saya kira. Kecuali olahragawan, kali!

Lantas, bagaimana perasaan Anda ketika pergi ke sekolah? Banyak sekali anak muda sekarang yang tidak sungguh-sungguh mencari ilmu. Kalau datang ke sekolah atau kampus, paling banyak nongkrongnya, ketimbang mencari ilmu di perpustakaan.

Imam Bukhari karena memiliki kesucian cinta terhadap ilmu pengetahuan ia rela melakukan apa saja asalkan ilmu itu diperolehnya. Meskipun harus berjalan menuntun keledai atau unta melewati gurun padang pasir. Ternyata, dari kisah pengorbanan Imam Bukhari ini, mengindikasikan bahwa ketika kita mencintai sesuatu hal, maka kita akan sanggup berkorban agar sesuatu hal itu bisa diperoleh.

Jadi, biar kesucian mencintai ilmu pengetahuan bisa terwujud di dalam dirimu, yakinkanlah hati bahwa menuntut ilmu merupakan perintah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh umat manusia. Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Menuntut ilmu itu diwajibkan kepada muslim dan muslimah, bahkan dari semenjak lahir sampai ke liang lahat” (Alhadits).

Nah, orang yang dalam kesehariannya mencintai aktivitas membaca, mengisi pengajian di masyarakat, berdiskusi, menghafal, dan menulis ide-gagasan merupakan bentuk dari kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan. Tinggal satu yang perlu dibenahi. Soal niat mencari ilmu. Apakah ditujukan kepada Allah semata, ataukah kepada selain-Nya?

Sebagai seorang muslim muda yang nasib bangsa ditengteng dipundaknya, niatan yang harus dihunjamkan di kedalaman hati adalah mencari ridha Allah dan bisa memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat. Ketika kita mengkaji sebuah landasan teoritik keilmuan, misalnya, mempraktikkan dan mengamalkannya ketika berinteraksi dengan masyarakat adalah keniscayaan.

Itulah orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan secara bening, jernih dan suci; tanpa ada embel-embel motif kesenangan duniawi.

Sebab, ketika seseorang mencari dan mendapatkan ilmu, itu akan mengantarkannya menjadi manusia sejahtera dunia dan akhirat. Apakah Anda menginginkannya? Oleh karena itu, mulai saat ini terus cari dan pelajari ilmu pengatahuan agar Anda menjadi manusia yang meluas cakrawala pemahamannya.

Sehingga dalam kesehariannya akan menebarkan kedamaian dan ketentraman sikap serta tindakan yang bisa mengangkat derajat dirinya dan manusia lain. Dalam bahasa latin, orang yang mencintai ilmu pengetahuan dikategorikan memiliki cinta yang Phylos. Artinya, ia mencintai sesuatu hal yang dapat membuat dirinya menjadi manusia bijaksana.