Santri, Pelajar, Guru, dan Ulama

Notification

×

Iklan

Iklan

Santri, Pelajar, Guru, dan Ulama

Kamis, 12 Agustus 2021 | 10:38 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:22Z


Penulis: DUDUNG NURULLAH KOSWARA, Kepala SMAN 1 Parungpanjang


Negeri ini tanpa santri, pelajar, guru dan ulama mau jadi apa? Pertanyaan ini nampak mengalienasi entitas lain dan “mengkapitalisasi” diri. Namun faktanya memang demikian bahwa entitas santri, pelajar, ulama dan guru adalah peletak dasar peradaban dan kebangsaan.  Bahkan kemerdekaan bangsa ini terkait dengan perjuangan keempat entitas ini.


Prof. Dr. Salim Said mengatakan, “Nama Indonesia pertama kali di populerkan oleh para pelajar”.  Terutama para pelajar yang saat itu belajar di Negeri Belanda yang terhimpun dalam Indonesische Vereeninging. Istilah “kita” kekitaan yang ujungnya menjadi “Kita Bangsa Indonesia” adalah istilah dari para santri terutama saat tagedi Perang Paderi melawan Belanda.


Para pelajar ingin membedakan diri dari bangsa Belanda dengan menyebut Indonesia. Para santri ingin membedakan diri dari kaum penjajah kafir dengan mengidentifikasi “kita beda dengan mereka”. Kita bangsa yang harus merdeka darin kaum kafir penjajah. Para raja  saat berjuang melawan Belanda sebelumnya tidak ada istilah kita.


Nah, peran santri, pelajar, guru dan ulama sebagai motor penggerak kewarasan bangsa  tercatat kuat dalam sejarah. Santri, pelajar, ulama dan guru orientasinya adalah kewarasan bangsa bukan profit atau jabatan. Entitas mereka adalah entitas “merdeka” yang hanya mengusung idealisme dan kejujuran berkebangsaan dan berkemanusiaan. Orientasinya kebangsaan, kemanusiaan dengan lillah.


Nah para pejabat saat ini apakah punya spirit seperti mereka? Para politisi? Para ASN? Para penegak hukum? Para pengusaha dan para “bangsawan” di negeri ini apakah masih punya rasa cinta kebangsaan dan kemanusiaan yang adil dan beradab? Semoga!


Di saat krisis kebangsaan karena penjajahan Belanda para santri, pelajar, ulama dan guru berjuang mewaraskan bangsa. Disaat wabah Covid-19 saat ini pun para santri, pelajar, ulama dan guru mendapatkan tantangan baru.  Tantangan “mewarasakan” mentalitas bangsa agar tetap sehat, produktif, kontributif dan terlibat dalam upaya melawan “kolonialisme virus”.


Menarik dicermati sejumlah sekolah dan pesantren ada yang produktif melawan Covid-19 secara masif. Selain tetap menjaga kesehatan ada sejumlah sekolah dan pesantren yang masif memproduksi  alat perlengkapan diri dan produk lainnya di saat wabah Covid-19.  Sebagai contoh di Kabupaten Sukabumi, di Kabupaten Bogor dan di Kabupaten Subang. Ada giat dan geliat produktif ekonomi dalam melawan Covid-19.


Apalagi para guru dan ulama begitu strategis mengedukasi publik.   Jutaan anak didik di negeri ini “diselamtkan” para guru. Bagaimana para guru menyelamatkan tugas belajarnya, kesehatannya dan mentalitasnya. Proses PJJ telah menjadikan jutaan anak didik terlayani dengan baik oleh para guru. Tentu dengan segala kendala dan keterbatasannya.


Para guru tidak hanya punya database tentang belajar dan pencapaian kompetensi anak didik. Para guru pun punya informasi akurat terkait perkembangan kesehatan anak didik dan keadaan keluarga mereka. Guru menjadi entitas paling strategis di era pandemi. Jutaan anak berada dalam kendali para guru. Anak didik  cenderung lebih nurut pada guru, kadang orangtua dianggap biasa-biasa saja.


Para ulama, sama dengan para guru. Ia mendidik para santri, publik muslim dan memberi dukungan spiritual di tengah kegalauan kolektif publik. Ulama hadir memberikan penguatan mental agar masyarakat beriman, tabah dan tetap ikhtiar melawan Covid-19. Tanpa guru dan ulama yang baik---bukan guru dan ulama yang radikalis---masyarakat akan makin galau.  Berkat guru dan ulama kondusifitas membaik.


Mari kita hargai pelajar, santri, guru dan ulama  dengan baik. Kriminalisasi guru, ulama adalah  tindakan terburuk yang tak faham jasa mereka dalam kebangsaan kita. Pengabaian  nasib pelajar dan santri pun sama adalah tindakan tak elok yang lahir karena ketidakwarasan. 


Tanpa santri, pelajar, guru dan ulama negeri ini akan menjadi gerombolan liar yang tak punya kekuatan moral dan intelektual. Hanya berhamba pada dunia!