Diksi Indah dalam Lirik Lagu Rhoma Irama

Notification

×

Iklan

Iklan

Diksi Indah dalam Lirik Lagu Rhoma Irama

Selasa, 28 September 2021 | 15:29 WIB Last Updated 2021-09-28T08:29:31Z


Oleh M Husnaini


NUBANDUNG - Ya, saya memang salah satu penggemar Rhoma Irama (Raden Haji Oma Irama). Sejak kecil, saya sudah menyukai lirik-lirik lagu penyanyi kelahiran Tasikmalaya, 11 Desember 1946, tersebut. 


Bukan hanya kualitas suaranya, aransemen lagu-lagu Pak Haji bersama Soneta, grup musik yang dia dirikan di rumahnya pada 1970, menurut saya, belum ada tandingannya. Layak dia digelari Raja Dangdut Indonesia.


Dalam tulisan pendek ini, saya ingin fokus pada keindahan lirik-lirik lagu Pak Haji. Kita tahu, di antara faktor yang menyebabkan lagu-lagu Pak Haji digemari, mulai kalangan awam hingga intelektual, adalah kualitas liriknya. Pak Haji tidak membuat lagu secara asal-asalan. 


Lebih jauh, lirik-lirik lagu yang didendangkan, itulah sosok Pak Haji sesungguhnya. Singkat kata, Pak Haji tidak hanya indah dalam bait-bait nada, melainkan juga dalam kata dan tingkah. Begitulah kesan orang-orang terdekatnya.


Dalam lagu “Puing-Puing” (1985) yang dinyanyikan secara duet dengan Noer Halimah, Pak Haji menuturkan, “Kemilau sarwa harta, bukan itu harapan”. Sarwa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah semua, sekalian, serba. Tidak sedikit orang yang tidak teliti melagukan kata “sarwa” dengan “salah”.


Pada tahun yang sama (1985), Pak Haji merilis lagu berjudul “Dawai Asmara”. Kata “dawai” jelas tidak umum dan jarang, bahkan mungkin tidak pernah, dipakai dalam lirik-lirik lagu penyanyi Indonesia. Dawai yang berarti kawat halus, digandengkan dengan kata “asmara”. Betapa puitis diksi Raja Dangdut kita ini.


Ada pula lagu "Bebas" yang merupakan soundtrack film “Menggapai Matahari 1” (1986). Dalam reffrein pertama, terdapat lirik berbunyi, “Wahai lembah ngarai yang permai, kurindu berjumpa”. Apa itu ngarai? KBBI mendefinisikannya lembah, jurang di antara dua tebing yang curam, atau lembah sungai berdinding terjal.


Indah, bukan? Penyanyi Indonesia kebanyakan mungkin tidak kepikiran dengan kata-kata asing semacam itu ketika mengarang lirik lagu. 


Pak Haji juga punya lagu “Azza” (2010). Syuting video klipnya di Mesir. Azza merupakan ungkapan yang kerap disematkan pada lafaz Allah, selain Ta'ala. Azza adalah bentuk kata kerja intransitif. Kata sifatnya adalah Aziz, yang artinya Perkasa. Sesuai judulnya, dalam lagu itu, Pak Haji menggugah kesadaran kita tentang kemahaperkasaan dan kemahakuasaan Allah Azza wa Jalla dan Jalla Jalaluhu.


Bahkan, ada lagu yang sudah klasik, tetapi baru saya dengar dan kemudian hafal. Judulnya, “Lembur Kuring” (1973). Lagu ini merupakan kelangenan Pak Haji terhadap kampung halamannya, Tasikmalaya, sehingga beberapa liriknya ditulis dalam Bahasa Sunda. Bagi saya yang orang Jawa, tentu asing dengan beberapa diksi dalam lagu itu, sehingga berusaha mencari setiap makna sebelum menghafalkannya.


Ia terbilang lagu pendek, tetapi mendayu. Di antara liriknya, terdapat kalimat, “Oh, priangan lembur kuring yang tercinta, di sanalah dulu aku dilahirkan”. Lembur artinya kampung halaman, kuring artinya saya. Sementara Priangan atau Parahyangan berasal dari Bahasa Belanda (Preanger), bermakna kawasan kebiasaan istiadat Sunda yang luasnya mencakup Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cimahi, Bandung, Cianjur, Sukabumi, dan Bogor.


Pasti masih banyak diksi dalam lirik-lirik lagu Pak Haji yang jos gandos, tetapi saya belum tahu atau kebetulan sedang lupa.