Majalah Mangle: Bacaan Anak Muda Sunda “Baheula” dan Nasibnya “Kiwari”

Notification

×

Iklan

Iklan

Majalah Mangle: Bacaan Anak Muda Sunda “Baheula” dan Nasibnya “Kiwari”

Rabu, 08 Desember 2021 | 14:03 WIB Last Updated 2021-12-08T07:09:13Z


NUBANDUNG – Setiap daerah pasti memiliki ikon serta ciri khas yang menggambarkan suatu identitas akan wilayahnya. Ikon tersebut juga menjadi identitas budaya dan tren yang banyak diminati oleh masyarakatnya, termasuk anak muda.


Di Jawa Barat ada satu ikon anak muda yang sempat populer dan sangat digemari pada masanya. Ikon tersebut adalah Majalah Mangle.


Sebuah majalah mingguan yang sempat menjadi identitas kuat anak muda. Majalah itu berisi aneka tren, seperti fashion, gaya hidup, hingga tulisan esai sastra dan carpon (carita pondok) atau cerita pendek dalam Bahasa Indonesia.


Yang paling khas dari Majalah Mangle sendiri yaitu penggunaan bahasa daerah dan isu-isu yang diangkat erat dengan kebudayaan Sunda. Selain itu, majalah legendaris tahun 1970-1990an itu telah melahirkan penulis-penulis sastra terkenal, seperti Dyah Padmini, Dudu Durahman, dan masih banyak lagi lainnya.


Awal Munculnya Mangle


Dilansir halaman Wikipedia, Majalah Mangle pertama kali terbit pada 21 November 1957 dan berpusat di Kota Bogor, Jawa Barat. Majalah ini juga dirintis oleh beberapa budayawan serta sastrawan Sunda seperti Wahyu Wibisana, Oeton Moechtar, Rochamina Sudarmica, Sukanda Kartasasmita, Salach Danasasmita, Utay Muchtar, dan Alibasah Kartapranata.


Kata Mangle sendiri dicetuskan oleh Wahyu Wibisana yang artinya untaian bunga. Pada awal penerbitannya, Majalah Mangle terbit sebulan sekali. Namun seiring meningkatnya jumlah permintaan, penerbitannya pun ditingkatkan menjadi satu minggu sekali dengan oplah sebesar 90.000 eksemplar pada 1960.


Acuan Tren Anak Muda Sunda


Pada 1980 hingga 1990-an, Majalah Mangle bertransformasi mengikuti perkembangan zaman dengan mulai memuat seputar gaya hidup hingga tren yang sedang ramai dibicarakan anak muda.


Seperti yang terlihat pada edisi September 1993, Majalah Mangle membahas tentang Ria Ernes, seorang pendongeng yang populer dengan boneka Susan yang sempat terkenal pada 1990-an.


Dalam setiap penerbitannya, Majalah Mangle juga menyasar kalangan anak-anak dengan menyediakan halaman khusus untuk anak-anak. Halaman khusus itu berisi seputar cerpen hingga pendidikan etika yang bisa diaplikasikan guna mengenalkan adat Sunda sejak dini melalui tema yang ringan serta edukatif.


Mangle di Era Digital


Dalam mengikuti perkembangan zaman, Mangle juga melakukan perubahan dengan beralih ke digital, agar bisa di akses secara mudah. Website Magle masih bisa diakses, yaitu Mangle-online.com.


Pada era digital ini, Majalah Mangle lebih banyak membahas seputar isu pendidikan, isu pemerintahan, hingga isu sosial. Namun, kolom carpon sebagai ciri khas dari majalah tetap dipertahankan bersama dengan bahasa Sunda yang khas.


Tema carpon yang dihadirkan juga cukup variatif. Bisa dikatakan Mangle-online masih juga tetap menyasar pembaca remaja. Seperti carpon bertema ”Samoja Kembangan Deui” karya Cucu Rahmat yang menceritakan tentang etika anak muda di zaman sekarang. 


[Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com]