Negeri Ini Perlu Kehadiran Pemimpin Transformatif!

Notification

×

Iklan

Iklan

Negeri Ini Perlu Kehadiran Pemimpin Transformatif!

Senin, 17 Januari 2022 | 15:22 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:01Z

 


Soal krisis kepemimpinan di Indonesia menyisakan pelbagai masalah krusial buat bangsa di masa mendatang. Salah satunya ketakmandirian dalam menentukan arah laju perekonomian bangsa yang saat ini morat-marit. Ketiadaan modal keberanian untuk membebaskan bangsa dari infiltrasi pihak (baca:korporasi) asing, menjadikan kekuatan bangsa ini mengecil sehingga terlilit utang yang mencekik rakyat.

Sekarang, kita memerlukan seorang pemimpin transformatif. Sosok pemimpin yang menjalankan tugas kepemimpinannya terus-terusan diisi semangat memperjuangkan perubahan. Maka, inti perubahan atau bangkitnya bangsa dari berjuta impitan, terletak pada eksisnya pemimpin transformatif yang melakukan upaya transformatif. 

Pemimpin yang mampu mengubah sisi sosial, ekonomi, politik dan budaya bangsa dari tidak baik hingga jadi lebih baik. Pemimpin seperti ini adalah sosok yang bisa mengubah bangsa ke arah yang lebih baik secara terarah, bertahap dan mengutamakan kepentingan rakyat.

Pemimpin itu, kata Jacob Sumardjo, bagaikan kepala dalam anggota tubuh. Kalau kepalanya tidak bersih, maka seluruh tubuh akan menjadi rentan terkena penyakit. Pemimpin juga, posisinya bagaikan air yang mengalir dari hulu ke hilir. Kalau dari hulu sudah sedemikian kotor berlimbah, dipastikan juga air yang ke hilir akan semakin kotor. 

Karenanya bisa dibayangkan jika para pemimpin kita tidak berbudi pekerti. Boleh jadi, laku amoral dalam segala sektor kehidupan akan dipraktikkan rakyat tanpa kecuali.

Pemimpin muda


Pembaharuan politik di Indonesia memang perlu digelorakan. Konflik di tubuh masyarakat bakal menggejala, apabila ketidakadilan yang diperoleh warga untuk hanya sekedar memeroleh haknya seperti mendapatkan kesejahteraan hidup tidak terpenuhi. 

Sebab, dengan merebaknya ketidakadilan dalam bentuk sulitnya memeroleh pelayanan publik seperti ketidakmudahan mengakses pendidikan, kesehatan dan sulitnya sisi perekonomian disinyalir dapat memercikkan konflik horizontal.

Sebagai contoh, mahalnya harga beras jika tidak segera ditanggulangi akan terus mengimpit kehidupan warga. Akibatnya, dengan tingkat stressor yang kuat, karena segala kebutuhan hidup sulit diperoleh, bangsa ini berpotensi menjadi masyarakat yang sakit jiwa. Jadi, jangan heran kalau perbedaan acap kali disikapi secara tidak bijaksana, sehingga memicu kekerasan.

Tidak bertanggungjawabnya pemimpin, terlihat dari kebijakan menaikkan harga BBM, yang tentunya berdampak terhadap kehidupan rakyat miskin. Atmosfir kepolitikan bangsa ini pun seakan mendung kelabu, mengindikasikan ketiadaan pemimpin yang berpribadi tangguh. 

Kita – bangsa ini – posisinya pun bagai boneka barby yang digerakkan seorang anak kecil. Maka, gagasan pemimpin dari kaum muda adalah langkah pembaharuan (tajdid) di dunia politik praktis yang mesti diapresiasi.

Dengan hadirnya pemimpin muda, diharapkan bangsa ini bisa mandiri dan melepaskan cengkraman Negara kapitalis. Muda, tentunya identik dengan kesegaran, keberanian, jiwa membangkang, dan tidak tunduk secara penuh terhadap sesuatu hal. Tapi, muda juga diidentikkan sebagai orang yang tergesa-gesa, tidak hati-hati, ndak sabaran, dan sering meluap-luap amarahnya. Sementara itu tua, berbalik seratus delapan puluh derajat.

Kaum tua identik dengan kelayuan, pandai merajuk, kedamaian sikap, dan selalu melakukan konvergensi. Ia juga acapkali bertindak berdasarkan pemikiran yang matang, sehingga agak lamban mengambil keputusan. Maka, tak heran jika dari kalangan muda banyak yang tidak puas ketika ada persoalan bangsa yang lamban diselesaikan pemerintah. Jadi, tawaran pemimpin dari kaum tua-muda mesti dicetuskan.

Tua-Muda


Mengapa tua-muda saya tawarkan untuk memimpin negeri ini? Sebab, untuk memajukan Ind onesia , ke depan kita memerlukan semangat transformatif dari kalangan muda dan kehati-hatian yang bisa diberikan kaum tua. Pemimpin tua eksistensinya bagaikan “rem”. Yang muda posisinya seperti “gas”. Idealnya rem dan gas memang diperlukan oleh sebuah kendaraan.

Jadi, harus ada rem dan gas untuk mengarungi perjalanan ke suatu tempat. Pun demikian dalam menyetir Negara Indonesia . Perlu adanya rem dari kalangan tua. Dan, gas untuk mempercepat laju bangsa dari ketertinggalan, ternyata bisa diberikan oleh kaum muda. 

Jika ditilik secara seksama, kita sangat memerlukan kehadiran pemimpin muda yang mampu menghapus penjajahan dan perbudakan yang dilakukan bangsa sendiri dan bangsa luar yang menghisap kekayaan di tiap daerah dengan mendirikan korporasi yang tidak adil pembagiannya.

Maka, kaum muda sebagai ujung tombak bangsa, secara paradigmatis mesti digusur pada tataran praksis bahwa mengentaskan keberbagaian persoalan yang melingkari suatu daerah hingga dapat membebaskan diri dari pelbagai kungkungan struktural yang menyengsarakan adalah etika kepemimpinan di Indonesia. 

Apalagi jika kondisi bangsa ini tengah dirundung duka, kita harus membersihkan pemimpin dari tradisi kaum birokrasi yang dijibuni perilaku korup, dan nafsu mempertebal kantong sendiri atau kelompok tertentu.