Shalat di Masjid Pusdai, Ada Mushaf Sundawi, Lho!

Notification

×

Iklan

Iklan

Shalat di Masjid Pusdai, Ada Mushaf Sundawi, Lho!

Senin, 10 Januari 2022 | 11:00 WIB Last Updated 2022-01-10T04:00:28Z

NUBANDUNG
– Warga Kota Bandung pasti sudah tahu, bahkan pernah salat di Masjid Pusdai yang lokasinya cukup dekat dengan Gedung Sate. Posisi masjidnya yang strategis, banyak dijadikan warga untuk menunaikan salat berjamaah.

Bangunan ini sangat indah. Selain itu, di dalamnya juga tersedia fasilitas yang bisa dimanfaatkan oleh pengunjung. Salah satunya adalah perpustakaan yang menyimpan Alquran Mushaf Sundawai.

Mengutip Tribunnews, jika dilihat sepintas dari luar, bangunan Masjid Pusdai, yang berada di dalam kompleks Islamic Center Pusat Dakwah Islam (Pusdai), terlihat sederhana.

Namun begitu ditengok ke bagian dalam, bangunan yang besar dengan pelataran luas yang dihiasi pohon-pohon palem yang tinggi itu ternyata memiliki interior yang begitu indah dan elegan.

Sederhana-elegan memang dipilih menjadi konsep utama masjid yang diresmikan oleh R. Nuriana pada 2 Desember 1997 ini. Memadukan arsitektur dinding lengkung khas Timur Tengah dengan atap limas tanpa kubah khas negara tropis menjadikan bagunan masjid ini istimewa meski terlihat sederhana dari luar.

Sisi elegan masjid terlihat dari mihrab yang begitu menonjol. Paduan beberapa unsur alam seperti kayu, logam, batu atau marmer, serta cahaya menjadikan mihrab ini terlihat mewah.

Menurut Taufiq Rahman, pengelola unit publikasi perpustakaan dan galeri Pusdai, tampilan mihrab yang seperti ini bertujuan untuk lebih mengenal Sang Pencipta.

”Perpaduan unsur tadilah yang bisa mendekatkan manusia dengan penciptanya. Ditambah lagi ukiran kaligrafi yang begitu detail menjadikan mihrab ini bentuk dari penggabungan ayat-ayat Quraniyah dan ayat-ayat Kauniyah,” ujar Taufiq.

Selain mengedepankan unsur alam, desain masjid ini juga menonjolkan usur budaya Sunda. Pada masjid yang didesain oleh Slamet Wirasonjaya itu terdapat beberapa ukiran selain tentunya ukiran kaligrafi arab.

”Ada juga ukiran teh dan patrakomala yang menonjolkan unsur budaya Sunda. Selain itu, lampu-lampu tempel di sini merupakan desain lampu-lampu khas Sunda,” kata Taufiq.

Selain masjid yang terdiri dari dua lantai ini, di kompleks Pusdai ini juga terdapat bangunan penjunjang lainnya seperti gedung serbaguna, perpustakaan, ruang multimedia, kafe, sekolah, dan plaza.

”Bangunan-bangunan penunjang lain itu tentunya ditujukan untuk membangkitkan pengembangan keislaman yang memang menjadi tujuan awal didirikannya kompleks ini,” ucap Taufiq.

Masjid ini, ucap Taufiq, memang merupakan tonggak kebangkitan umat Islam. Ide mendirikan masjid yang berlokasi di Jalan Diponegoro ini tercetus pada 1977-1978. Jika dikonversikan, pada 1977-1978 itu sama dengan 1399 Hijriah yang tidak lain menjelang awal abad ke-15 tarikh Islam.

”Di tahun itu umat Islam dan para ulama merayakan sekaligus menyambut datangnya abad ke-15 Hijriah. Ini juga menandakan kebangkitan kembali umat Islam. Setelah berdiskusi panjang, para ulama memutuskan untuk membangun Islamic center pertama di Indonesia, yaitu Pusdai ini,” tutur Taufiq.

Setelah menggodok ide selama lima tahun, pada 1982 keluarlah SK Gubernur untuk pembangunan kompleks ini. Pembangunan masjid ini pun bertahan dan memakan waktu yang cukup lama. Tahap pertama adalah pembebasan lahan. Butuh waktu sepuluh tahun untuk menyelesaikan tahap ini.

Setelah itu, kompleks ini baru dibangun. Butuh waktu lima tahun sampai semuanya rampung. "Pembangunannya cukup memakan waktu. Sampai dua puluh tahun sejak tercetus ide. Pembangunan ini berlangsung selama tiga periode kepemimpinan gubernur Jabar, mulai Aang Kunaefi, Yogie S.M., hingga R. Nuriana,” terang Taufiq.

Keunikan Pusdai ternyata terletak tidak hanya pada desain bangunan dan sejarah berdirinya. Di dalam perpustakaan Pusdai tersimpan Alquran berukuran besar yang ditulis tangan. Alquran unik ini diberi nama Mushaf Sundawi. Dengan ukuran 100 sentimeter x 70 sentimeter, Alquran ini mampu menjadi magnet bagi para pengunjung.

Menurut Taufiq, tidak sedikit orang yang sengaja berkunjung untuk melihat Mushaf Sundawi ini. Tidak hanya ukurannya yang besar dan cara pengerjaannya yang membuat kitab suci ini jadi istimewa, tapi juga hiasannya yang berbeda-beda tiap juznya.

”Hiasannya merupakan ciri khas budaya Sunda. Ada dari kabupaten/kota seperti Cirebon dengan mega mendungnya. Ada juga dari unsur alam seperti teh,” ucapnya.

Alquran ini berhiaskan emas murni. Sebanyak 2,5 kilogram emas digunakan untuk menghias 30 juz Alquran yang kini ditaruh dalam tiga buah peti kayu besar di ruang perpustakaan Pusdai. Dibuat pada 1996-1997, Alquran ini kini sudah mengalami tiga kali cetak.

”Hasil cetakannya dibagikan untuk kalangan terbatas dan tidak diperjualbelikan,” kata Taufiq.