Memang lidah tak bertulang... ungkapan yang sering kita dengar adalah benar. Lidah atau lisan bagaikan pedang, bisa sebagai pertahanan ataupun mencelakakan.
Sebab lidah tak bertulang, bertutur kata menjadi gampang, membuat pendengar jiwanya terjengkang hatinya pun gamang..aah, sungguh menjaganya memang susah-susah gampang!
Bila kita tak mampu berbicara kebaikan, maka diamlah! Sebab Diam itu emas.
Diam itu emas adalah bila menyangkut keburukan yang tiada manfaatnya. Dan hanya berbicara jika yang dibicarakan mengandung kebaikan ataupun manfaat di dalamnya.
Rasulullah Saw pernah bepergian bersama Mu’adz bin Jabal. Dalam perjalanannya, bertanya kepada Rasulullah Saw,
“Ya, Rasulullah. Amalan apakah yang paling utama?”
Rasulullah Saw menjawabnya dengan memberikan isyarat menunjuk ke bibirnya, “Diam, kecuali dari (hal) kebaikan.” (Seperti diriwayatkan Ubadah bin Shamit)
Sikap diam demi menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat membuat kita berusaha menghindari godaan syetan. Yes! kita telah sukses mengalahkan syetan. Selain itu, diam juga sebagai bentuk kebijaksanaan.
Rasulullah Saw bersabda, “Diam (tidak berbicara) adalah suatu kebijaksanaan dan sedikit orang yang melakukannya.” [HR. Ibnu Hibban]
Diam adalah perhiasan orang yang berilmu dan kamuflase orang yang bodoh. Kepandaian menjaga lisan bisa membedakan antara orang bodoh dan orang cerdas.
Sikap diam memiliki banyak hikmah didalamnya. Namun sayang, Seringkali lisan kita “merasa gatal” untuk berbicara kepada orang lain hal-hal yang remeh, belum tentu kebenarannya dan tidak mengandung kebaikan atau manfaat. Astaghfirullahal ‘adziim..!
Zaman dahulu kala, salah seorang penguasa meminta kepada pelayannya untuk dibelikan yang terbaik dari bagian tubuh hewan ternak untuk dihidangkan kepada para tamunya saat makan siang nanti. Sang pelayan yang terkenal akan kepintaran dan kebijaksanaannya, membelikan tuannya lisan (lidah).
Tak lama kemudian, penguasa tersebut bertanya kepada pelayannya, apa yang menyebabkannya berbuat demikian.
Pelayan itu pun berkata, “Karena lisan adalah kunci kebijaksanaan dan kunci ilmu.”
Tuannya pun berkata, “Jika memang demikian, aku ingin kamu membelikanku lagi, sesuatu yang paling buruk dan paling kotor dari bagian tubuh hewan ternak.”
Maka pelayan itu tetap membelikan lisan (lidah) juga.
Tuannya merasa heran dan menyangka pelayannya itu menghina dirinya. Kemudian ia kembali bertanya kepada pelayannya atas perbuatan yang dilakukannya.
Pelayannya berkata, “Karena lisan adalah sumber kerusakan dan sumber keburukan. Sebab kedengkian dan sebab peperangan yang terjadi diantara kerajaan-kerajaan.”
Yups, lisan bisa mengantarkan kita kepada kebaikan ataupun keburukan tergantung bagaimana kita mempergunakannya. Abdullah bin ‘Amr ra berkata, “Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang diam niscaya ia selamat.” [HR. Tirmidzi]
• Diam adalah identitas yang membedakan kualitas dan kepribadian seseorang. Berdiam dari perkataan yang buruk adalah sebuah kebaikan dan keutamaan. Dalam diam terdapat harga diri/ wibawa kita.
“Aku berwasiat untukmu agar berakhlak baik dan tidak banyak bicara. Keduanya adalah amalan yang paling ringan untuk dilakukan oleh tubuh. Tetapi, dua hal itu nilainya akan memberatkan timbangan perbuatan kelak di akhirat.” (Wasiat Rasulullah Saw kepada Abu Dzar)
Maka menjaga lisan adalah salah satu bentuk ibadah yang paling mulia.
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau hendaklah ia diam.” [HR. Bukhari]