Wahyu Makhuta Rama, Model Presiden Pasca Jokowi

Notification

×

Iklan

Iklan

Wahyu Makhuta Rama, Model Presiden Pasca Jokowi

Minggu, 30 Oktober 2022 | 08:06 WIB Last Updated 2022-10-30T02:00:57Z


Oleh: H. Idat Mustari,
Pemerhati Sosial dan Kebangsaan, Direktur IMS law Firm


NUBANDUNG.ID - Menghadapi agenda Pilpres 2024, rakyat saat ini digiring oleh para elite aktor politik pada figur calon presiden, ada yang berlatar belakang ketua umum partai politik seperti Prabowo dari Gerindra, Gus Muhaimin dari PKB, Airlangga Hartarto dari Golkar, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Demokrat. 


Ada juga bakal Calon Presiden berlatar belakang kepala Daerah, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sudah resmi diusung — dideklarasikan oleh Partai Nasdem.


Rakyat disuguhi oleh para elite — aktor politik -- dengan narasi-narasi yang hanya berbicara seputar sosok, bukan pada model, karasteristik kepemimpinan yang dibutuhkan oleh negeri yang kaya dengan ragam budaya, kaya dengan sumber daya alam yang sangat melimpah ini agar bisa jadi negeri yang lebih baik dari hari ini.


Model dan dan karakteristik kepemimpinan yang seharusnya diurai sehinggga jadi parameter dalam menentukan siapa sosok yang dianggap memiliki kesesuaian yang memang benar-benar dibutuhkan saat ini dan masa yang akan datang. 


Cerita wayang lakon Wahyu Makhuta Rama: Nasihat Rama kepada Wibasana pasca-penaklukan Alengka. Cerita ini, bisa jadi model dan karakteristik pemimpinan Nasional pasca Presiden Jokowi. 


Isi Wahyu Makhuta Rama itu adalah Astha Brata (delapan Kebajikan). Presiden harus bisa memberi kehidupan pada rakyatnya seperti Dewa Indra. Presiden harus bisa menegakan keadilan bagi rakyatnya, seperti Dewa Yama. 


Presiden harus mampu menyatukan rakyatnya seperti Dewa Surya. Presiden harus membuat terang bagi rakyatnya seperti Dewa Candra. Presiden harus mengetahui kebutuhan rakyatnya seperti Dewa Bayu. 


Presiden harus mampu mensejahterakan rakyatnya seperti Dewa Cakra. Presiden harus konsisten dalam menjalankan tugasnya tak boleh mancla-mencle seperti Dewa Baruna. Presiden harus berani membela kebenaran seperti Dewa Brama.


Presiden yang mampu menjalankan isi Wahyu Makhuta Rama akan memancarkan kebenaran kebajikan, keadikan dan kesejahteraan rakyatnya, begitu kata lakon wayang ini. 


Tentu para elite politik, para akademisi, harus mencurahkan segenap kemampuan dan bersunguh-sungguh merumuskan model dan kriteria apa yang sangat dibutuhkan oleh negeri ini agar jadi negeri yang sejahtera, baru kemudian rakyat diajak berpikir hingga bisa memilih dengan cerdas siapa yang dianggap paling bisa memenuhi model dan karakteristik pemimpin nasional di tahun 2024. 


Rakyat harus diajar — belajar -- memilih pemimpin nasional dengan cerdas bukan karena kertas. Dan siapapun yang telah mengajari masyarakat bisa memilih cerdas maka itu adalah bagian dari wujud rasa cinta pada negeri ini.