Raja Chulalongkorn ke Curug Dago

Notification

×

Iklan

Iklan

Raja Chulalongkorn ke Curug Dago

Rabu, 25 Januari 2023 | 11:13 WIB Last Updated 2023-01-25T04:13:46Z

Raja Chulalongkorn bersama Tsar Nicholas II di Saint Petersburg, selama kunjungan besarnya ke Eropa tahun 1897. Sumber: Wikimedia.

Oleh. ATEP KURNIA


NUBANDUNG.ID - Karena sejak paruh kedua abad ke-19, sudah menjadi bahan pemberitaan, terutama karena terkenal sebagai salah satu destinasi wisata di Bandung, Curug Dago menyedot perhatian turis luar negeri. 


Termasuk Raja Siam Chulalongkorn (1853-1910) atau Rama V, yang mengunjungi Curug Dago dua kali, yakni pada 1896 dan 1901.


Raja Thailand yang memerintah antara 1 Oktober 1868 hingga 23 Oktober 1910 itu memang kerap bepergian ke luar negeri demi memodernisasi negerinya. 


Antara lain dia tercatat sempat berkunjung ke Singapura pada 1870, ke Jawa untuk pertama kalinya tahun 1871, ke India pada 1872, ke Jawa lagi tahun 1896 dan 1901, serta ke Eropa tahun 1897 dan 1907.


Kunjungannya ke Curug Dago dicatat rinci oleh Imtip Pattajoti Suharto dalam Journeys to Java by a Siamese King (2001) berdasarkan catatan harian yang ditulis sendiri oleh Raja Chulalongkorn dalam aksara dan bahasa Thai. Dalam Preface, Imtip menyatakan Rama V mengunjungi Jawa sebanyak tiga kali, yaitu tahun 1871, 1896, dan 1901.


Namun, praktiknya, dalam perjalanan pertamanya yang berlangsung antara 9 Maret hingga 15 April 1871, Chulalongkorn tidak mengunjungi Curug Dago. Ia hanya berkunjung ke Batavia antara 27 Maret hingga 1 April 1871. Dari sana bersama rombongan, Rama V menumpang kapal laut menuju dan singgah di Semarang antara 2-6 April 1871.


Baru dalam perjalanan keduanya yang berlangsung antara 9 Mei hingga 12 Agustus 1896, Raja Chulalongkorn menyambangi Curug Dago pada sore hari tanggal 19 Juni 1896. 


Selengkapnya disebutkan, “Pangeran Pavitra Vadhanodom, putra Yang Mulia yang telah menyelesaikan pendidikannya di Eropa, bergabung dengan Yang Mulia untuk sisa perjalanan ke Pulau Jawa. Pada pukul 16.00, Yang Mulia pergi ke Curug Dago dengan menggunakan kereta kuda, lalu dilanjutkan dengan menunggang kuda dan akhirnya berjalan kaki. Jalurnya agak licin karena hujan rintik-rintik. Dari ketinggian sekitar 16 meter, air jatuh ke kolam yang bulatannya sekitar 30 meter. Airnya cukup keruh. Di situ, Yang Mulia diperlihatkan pada sejenis pohon palem mirip kelapa dan disebutkan bahwa pohon tersebut tumbuh cepat, lalu berbuah setelah empat atau lima tahun. Sejenis minuman dan gula palem bisa dibuat dari buahnya. Yang Mulia tertarik pada tanaman tersebut dan memesan 1.000 benih, yang hanya menghabiskan uang sebesar 1 gulden. Setelah rombongan kerajaan kembali ke Bangkok, benih yang dibawa dari Dago disebarkan untuk ditanam di seantero kerajaan dan ternyata palem itu sebenarnya pohon kawung atau aren yang tumbuh di Utaradit, provinsi utara Kerajaan Siam”.


Sekembali dari Curug Dago, Raja Chulalongkorn memenuhi undangan santap malam di kediaman Residen Priangan. Banyak pejabat Belanda yang hadir. Dalam salah satu obrolannya di sela-sela makan, Chulalongkorn mendengar berita meletusnya Gunung Tangkubanparahu yang baru terjadi. 


Gunung tersebut memuntahkan lumpur, kala Raja Siam baru saja tiba di Batavia. Ia juga diperlihatkan beberapa gambar dan lempir-lempir seperti lempung yang berasal dari Tangkubanparahu. Setelah makan malam, secara diam-diam, Raja Chulalongkorn menonton pertunjukan ronggeng dan wayang.


Selanjutnya, dalam perjalanan ketiga kali ke Pulau Jawa antara 5 Mei hingga 24 Juli 1901, Raja Rama V mengunjungi lagi Curug Dago pada 6 Juni 1901. Selengkapnya, sebagaimana yang ditulis Imtip: 


“Sore hari, Yang Mulia memesan kereta kuda untuk mengunjungi Curug Dago, yang termasuk dalam rencana perjalanan sebelumnya. Perjalanan menuju air terjun itu menghabiskan waktu selama satu jam setengah. Sang raja membuat prasasti berisi inisial namanya dan tahun 120 era Bangkok”.


Sehabis berkunjung ke Curug Dago, Raja Chulalongkorn diundang ke sebuah konser di sebuah klub, yang bisa jadi maksudnya adalah di Societeit Concordia. Selain itu, pada tanggal 6 Juni 1901 itu, ia menyumbang uang sebanyak 2000 gulden untuk mendukung pendirian rumah sakit mata di Bandung.


Dari koran-koran berbahasa Belanda, saya belum menemukan berita yang merekam perjalanan Raja Chulalongkorn ke Curug Dago tahun 1896, tapi untuk kunjungannya tahun 1901 saya menemukan De Preanger-bode edisi 8 Juni 1901 yang mencatat perjalanan orang nomor satu di Kerajaan Siam itu. 


Dalam koran disebutkan, Raja Siam kemarin berkunjung ke Curug Dago, dan meskipun lelah setelah melakukan perjalanan toh ia tetap hadir. Namun, ia hadir sebentar pada konser Kamis malam itu.


Karena sudah diberitahu kemungkinan hadirnya Raja Siam, orang-orang telah bersiap di klub. Oleh karenanya, ketika seseorang muncul di pintu masuk, yang terlihat seperi sang raja dari kejauhan, maka akapelo bangkit dan hendak mulai menyanyikan lagu kebangsaan Siam, tapi pemimpin kuintet keburu melihat bahwa mereka kecele. Akapelo kemudian duduk lagi dan secara diam-diam melanjutkan potongan lagu yang tadi dimainkan, seakan-akan tidak terjadi sesuatu sebelumnya. Tapi audiens tidak tenang lagi, karena jadi tertawa-tawa merasa lucu. Kala raja akhirnya muncul, hadirin berdiri, dan akapelo memainkan lagu kebangsaan Siam, yang ditanggapi oleh sang raja dengan anggukan kepala. Raja Chulalongkorn ditemani beberapa orang pangeran dan menteri. Rombongan tersebut menikmati sejumlah lagu, lalu undur diri.


Selain kenangan lucu itu, yang senantiasa membekas atas kunjungan Raja Chulalongkorn ke Bandung tentu saja keberadaan prasasti yang ia buat di Curug Dago. Karena kisah penemuan kembali prasasti tersebut jadi semacam misteri dan secara tidak langsung menyebabkan Dago dijadikan sebagai daerah cagar alam, bahkan diusulkan menjadi museum terbuka, yang disebut sebagai Soenda-museum. Mengenai hal itu, saya akan membahasnya dalam tulisan terpisah.***


*Peminat literasi dan budaya Sunda.