Frederik Diemont dan Huize Dago

Notification

×

Iklan

Iklan

Frederik Diemont dan Huize Dago

Rabu, 08 Maret 2023 | 12:48 WIB Last Updated 2023-03-08T05:55:46Z


Oleh. ATEP KURNIA


NUBANDUNG.ID - Tanggal 17 November 1944, Frederik Diemont (1872-1944) meninggal dunia di Cimahi. Kemungkinan besar dia salah seorang Belanda yang diinternir saat pendudukan Jepang di Indonesia. Jasadnya dimakamkan di pekuburan bangsa Eropa di Leuwigajah (“Nederlands ereveld Leuwigajah te Cimahi”). 


Semasa hidupnya, dia sangat erat bertaut dengan Dago. Di daerah tersebut, ia punya usaha gula jawa (gula aren), bunga, susu sapi, dan rumah teh. Riwayat hidupnya secara ringkas bisa disimak dari oorlogsbronnen.nl, nationaalarchief.nl dan oorlogsgravenstichting.nl


Dari situs itu dapat diketahui nama lengkap Frederik adalah Frederik Willem Robert Diemont van Dathar. Ia lahir di Padang, Sumatra Barat, pada 13 September 1872. Ia menikah dengan Elsa Paulick di Bandung pada 8 Februari 1912. Elsa sendiri meninggal di Bandung pada April 1945. 


Sebagai tambahan, saya memperoleh keterangan dari Genealogie van het Geslacht Diemont (1891) terbitan Genealogisch en Heraldisch Archief. Dalam buku ini dinyatakan Frederik Diemont berayahkan Adolf Hugo Jan Diemont van Dathar (1825-1885) dan beribukan Alison Eleonora Maidman (l. 1838). 


Ayah dan ibunya menikah di Padang pada 23 September 1860. Ayahnya sempat diangkat menjadi wali kota Vlissingen pada 1885. Frederik Diemont anak keenam. Lima kakaknya adalah Maria Dina Johanna (1861-1889), Robert Richard Hugo (1864-1883), Letitea Eleonore (l. 12 Mei 1866), Abraham August Jan Adolf (l. 23 Desember 1867), dan Catharina Elisabeth (l. 14 Maret 1870). 


Sementara dua adiknya adalah Alison Eleonora (l. 14 Mei 1875) dan Lucie Jeanette Constance (l. 5 Februari 1878). Kecuali Lucie kelahiran Arnhem, semua saudara Frederik dilahirkan di Padang. Ini sekaligus menandakan masa tinggal keluarganya di Padang, paling tidak, antara 1860-1875.


Namun, berita pertama yang saya peroleh mengenai Frederik Diemont tidak berkait dengan Dago, tetapi dengan lomba menembak. Dalam lomba menembak dengan pistol (“revolverschieten”) Juli 1906, ia yang merupakan anggota Bataviasche Schietvereeniging tercatat menjadi juara kategori 20 meter (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17 Juli 1906). 


Dalam Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 7 Januari 1907, bahkan, Frederik tercatat sebagai sekretaris Bataviaasche Schietvereeniging, dan tinggal di Weltevreden. Dua berita ini sekaligus menandakan hingga Januari 1907, ia masih tinggal di Batavia. Belum pindah ke Bandung.


Mulai Tercatat di Bandung


Frederik mulai tercatat di Bandung sejak menikahi Elsa Paulick pada 8 Febuari 1912 (Bataviaasch nieuwsblad, 7 Februari 1912). Selanjutnya, menjelang pertengahan Juli 1912, ia tercatat mengusahakan Preanger Aren Suiker (Goela Djawa) dengan menggunakan alamat ‘t Huis te Dago (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13 Juli 1912). 


Menjelang akhir 1912, bidang usahanya bertambah dengan bunga (“bloemenhandel) Huis te Dago (De Preanger-bode, 21 Desember 1912). Beberapa bulan berikutnya, Maret 1913, usaha‘t Huis te Dago bertambah dengan tanah pertanian dan peternakan (“boerderij”). 


Di antaranya dia mengiklankan anggrek langka, buket pernikahan, karangan untuk kematian, gula aren Dago yang terkenal murni (“bekende zuivere Dago Arensuiker”), dan susu sapi segar sehari dua kali (De Preanger-bode, 22 Maret 1913). Ditambah usaha hotel atau guest house serta tempat hiburan (“hotel of pension en uitspanningsplaats”). Untuk keperluan itu, Agustus 1913, ia diberi izin oleh direktur pekerjaan umum untuk membuat pembangkit listrik dengan memanfaatkan aliran Sungai Cikapundung ke rumahnya di Desa Dago (De Preanger-bode, 18 Agustus 1913).


Dengan para pengusaha susu sapi di Bandung, antara lain J.F. Bothma, Hirscland, Zijl, De Kock, J. Tremlett, G. Ursone, van de Beek, Diemont bersepakat menaikkan harga susu per botol menjadi f. 0,25 sejak 1 Oktober 1913. Sebab harga pakan ternak dan upah para pegawai mereka sama-sama naik (De Preanger-bode, 29 September 1913).


Pengertian Het Huis te Dago saya dapat dari kunjungan wartawan De Expres ke tempat tinggal Frederik Diemont awal Juni 1914. Het Huis te Dago konon “model-boerderij en bloemen-kweekerij” alias model tanah pertanian dan peternakan serta kebun bibit bunga. Adapun wartawan diundang dalam kerangka sedekah bumi setelah terlepas dari bahaya kebakaran. Menurut wartawan, Frederik mempunyai 24 ekor sapi perah (De Expres, 3 Juni 1914). 


Menjelang akhir Juni 1914, Frederik membuka toko bunga di Noordwijk, Batavia (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 22 Juni 1914).


Menurut seorang koresponden Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (edisi 11 April 1916), setiap orang yang menghabiskan beberapa hari di Bandung takkan ragu menyatakan di bagian timur laut kota ini lambat laun sepenuhnya akan terdiri atas bangunan baru. Meski kalangan swasta belum memperoleh manfaat langsung dari perluasan itu, karena karakter militernya dominan. 


Saat itu, baru ada dua rumah milik swasta yang telah siap dan dua lagi sedang dibangun. Dagoweg yang menanjak ke arah utara akan diperbelar, agar lembahnya terlihat indah. Tanamannya akan disediakan secara cuma-cuma oleh Frederik Diemont di Dago. 


Proposal Frederik sudah diterima oleh dewan keresidenan dan kota. Dengan demikian, kata koresponden, Dagoweg akan membawa pengunjung, dalam waktu sejenak, ke sesuatu yang bisa disebut “salah satu tempat paling indah di Jawa” (“een van de mooiste plekjes van Java”).


Selanjutnya, koresponden itu mengatakan pemilik Huis te Dago sudah punya rencana bagus untuk meningkatkan atraksi dengan mengeksploitasi lahan miliknya serta lingkungan sekitarnya dengan bebungaan. 


Dari teras, tempat rumah teh berada, pengunjung akan melihat pemandangan menakjubkan di bawah (“Van een terras, waar een theehuis gezet wordt, heeft men een schitterend panorama over de vlakte”), di ketinggian 200 meter. 


Dari situ, pengunjung dapat melihat daerah berjarak 23 pal dan 15 pal dari Cicalengka ke Cimahi. Sementara di sebelah selatan terlihat kompleks Gunung Malabar serta puncak Gunung Tilu dan Patuha. 


Di barat daya terlihat Gunung Guntur dan Cikuray dan saat berpaling ke sekitarnya akan terlihat Gunung Tangkuban Parahu, Burangrang, dan Bukit Tunggul. Itu sebabnya, koresponden bilang, Huis te Dago punya rencana besar. 


Faktor Penutup Usaha



Demi pelestarian keasrian alam Dago, termasuk Curug Dago, Frederik Diemont terlibat menjadi anggota komitenya, yang terbentuk atas inisiatif Nederlandsch-Indische Vereeniging tot Natuurbescherming tahun 1917. Komitenya terdiri atas Dr. W. Docters van Leeuwen (ketua), K.A.R. Bosscha, F.W.R. Diemont, P. Holten dan W.H. Hoogland (Gids van Bandoeng en Omstreken, 1921, karya S.A. Reitsma dan W.H. Hoogland).


Hingga April 1921, dilaporkan, bisnis susu sapi Frederik Diemont dikatakan sudah berjalan selama sembilan tahun dan hingga saat itu ia mampu menyediakan 150 botol susu sapi per hari. Sayangnya, usahanya terancam tutup, karena kekurangan pegawai (De Preanger-bode, 14 April 1921). Karena pegawai banyak terserap saat dimulainya pembangunan pembangkit listrik di Dago Pakar. Apalagi pemerintah membayar para kuli lebih tinggi, yaitu sebesar f. 1,5. 


Faktor kedua yang dapat menutup Huis te Dago adalah kondisi Dagoweg di luar Gemeente Bandung, yang sangat jelek, sehingga gerobak yang biasanya seharga f. 1,5 dari Bandung ke Dago menjadi f. 4, sado untuk berkendara selama setengah jam tidak mau dibayar f. 2, mobil sewaan yang biasanya f. 4 sekarang tidak lagi mau dibayar f. 7,5. 


Itu sebabnya, barangkali, Frederik Diemont menjual lahan seluas 66030 meter persegi (kadastraalnummer 2205) yang semula termasuk Distrik Ujungberung Kulon pada 19 Mei 1923. Penjualannya termasuk bangunan dan segala yang sudah terpasang pada lahan Huize Dago (De Preanger-bode, 4 April 1923). Meski demikian, gubernur jenderal direncanakan akan berkendara mobil pada Sabtu sore dan berkunjung ke Dago, ke tempat Frederik baru membuka rumah teh (“een autotocht naar Dago, waar de heer Diemont een theehuis geopend heeft”) dan akan melakukan perluasan (De Indische courant, 9 Mei 1923). 


Tiga tahun kemudian, tersiar kabar, Frederik Diemont bersama F. A. Kreissler (arsitek di Weltevreden) berniat untuk memproduksi film sinemafotografi (De Locomotief, 3 Februari 1926; De Indische Courant, 6 Februari 1926). 


Selain itu, meski sepintas sudah terbahas, hal yang belum saya elaborasi terkait Frederik Diemont adalah rumah teh milik (“huisje”) yang kelak dikenal sebagai Dago Theehuis. Rinciannya akan saya tuliskan secara mandiri di kemudian hari.


*Peminat literasi dan budaya Sunda.