Biografi Singkat Yahya Cholil Staquf, Ketum PBNU 2022-2027

Notification

×

Iklan

Iklan

Biografi Singkat Yahya Cholil Staquf, Ketum PBNU 2022-2027

Senin, 29 Mei 2023 | 15:54 WIB Last Updated 2023-05-29T08:54:30Z


NUBANDUNG.ID
- Dr. (H.C.) K.H. Yahya Cholil Staquf dikenal juga dengan sapaan Gus Yahya (lahir 16 Februari 1966 di Rembang, Jawa Tengah) adalah ulama yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2022-2027, sebelumnya pada masa khidmat 2015-2021 ia menjabat sebagai Katib 'Aam PBNU. 


Gus Yahya adalah putra ulama K.H. M. Cholil Bisri, keponakan dari K.H. A. Mustofa Bisri, dan juga kakak kandung dari Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Gus Yahya juga menjadi salah satu pengasuh di Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah.


Riwayat pendidikan Gus Yahya tercatat pernah menimba ilmu di pesantren asuhan KH. Ali Maksum di Madrasah Al Munawwir Krapyak, Sewon, Bantul. Pada jenjang pendidikan tinggi, ia tercatat pernah menempuh pendidikan Jurusan Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada. 


Pada saat menjadi mahasiswa, ia juga aktif dalam Organisasi Ekstra Kampus sebagai Ketua Umum Komisariat Fisipol UGM Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta Periode 1986-1987.


Kiprah Yahya Cholil Staquf di NU adalah sebagai Katib 'Aam PBNU masa khidmat 2015-2020. Pada Muktamar NU ke 34 di Lampung, Gus Yahya terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2022-2027 yang sebelumnya dijabat dua periode oleh Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A.


Gus Yahya pernah menjadi juru bicara Presiden Republik Indonesia KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian pada 31 Mei 2018, Gus Yahya dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai salah satu Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Istana Negara, DKI Jakarta.[2]


Pada tahun 2014, Gus Yahya tercatat sebagai salah satu inisiator pendiri institut keagamaan di California, Amerika Serikat yaitu Bait ar-Rahmah li ad-Da’wa al-Islamiyah Rahmatan li al-'Alamin yang mengkaji agama Islam untuk perdamaian dan rahmat alam.


Ia juga pernah dipercaya menjadi tenaga ahli perumus kebijakan pada Dewan Eksekutif Agama-Agama di Amerika Serikat-Indonesia yang didirikan berdasarkan perjanjian bilateral yang ditandatangani oleh Presiden Obama dan Presiden Jokowi pada Oktober 2015 untuk menjalin kemitraan strategis antara Amerika Serikat dan Indonesia.


Gus Yahya juga pernah didaulat sebagai utusan Pimpinan Pusat GP Ansor dan PKB untuk jaringan politik tersebar di Eropa dan Dunia, Centrist Democrat International (CD), dan European People’s Party (EPP). Selain itu, American Jewish Committee (AJC) pernah mengundangnya berpidato tentang resolusi konflik keagamaan di sana dan menawarkan gagasan bernas.


Gus Yahya sering didaulat menjadi pembicara internasional di luar negeri. Seperti pada Juni 2018, Yahya menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel. Dalam forum ini, Gus Yahya menyuarakan menyerukan konsep rahmat, sebagai solusi bagi konflik dunia, termasuk konflik yang disebabkan agama. Ia menawarkan perdamaian dunia melalui jalur-jalur penguatan pemahaman agama yang damai.


Pada 15 Juli 2021, Gus Yahya mendapatkan apresiasi tinggi dari tokoh-tokoh perdamaian dunia dalam perhelatan International Religious Freedom (IRF) Summit, di Washington, DC, Amerika Serikat. 


Dalam kesempatan itu, Gus Yahya menyampaikan pidato kunci dengan judul “The Rising Tide of Religious Nationalism” (Pasang Naik Nasionalisme Religius).


Pada hari ketiga konferensi tingkat tinggi (KTT) tersebut Gus Yahya mendapat apresiasi dari tokoh-tokoh dunia. Gus Yahya menjelaskan bahwa dinamika bangkitnya nasionalisme religius merupakan bagian metode untuk pertahanan ketika suatu kelompok agama yang biasanya merupakan mayoritas di negaranya merasa terancam secara budaya. 


Menurut Gus Yahya, kebangkitan ini pun tidak terelakkan lantaran dunia tengah bergulat dalam persaingan antar-nilai untuk menentukan corak peradaban di masa depan. Selain itu, dinamika internasional telah mengarah pada perwujudan satu peradaban global yang tunggal dan saling berbaur. Pihaknya mempertegas bahwa persaingan yang sengit ini berpotensi besar memicu permusuhan dan kekerasan. 


Maka dari itu, Gus Yahya mendorong berbagai elemen di dunia menemukan cara untuk mengelolanya sebelum telanjur meletus konflik global yang kian parah. Solusi yang ditwarkan Gus Yahya adalah dengan menawarkan strategi dan model perdamaian dunia sebagaimana yang selama ini telah dipraktikkan warga Nahdlatul Ulama.


Gus Yahya menawarkan beberapa solusi.


1. Langkah awal harus diidentifikasi lebih dahulu nilai-nilai apa yang selama ini telah menjadi kesepakatan bersama. Nilai-nilai itu antara lain kejujuran, kasih-sayang, dan keadilan.


2. Dunia harus membangun konsensus atas nilai-nilai yang perlu disepakati agar semua pihak yang berbeda-beda dapat hidup berdampingan secara damai. Bahkan nilai-nilai tradisional yang menghambat eksistensi damai pun layak untuk diubah.


3. Strategi Nahdlatul Ulama yang menyatakan bahwa kategori kafir tidak memiliki relevansi hukum dalam konteks negara bangsa modern perlu dikontekstualisasi dalam hal tersebut.