4 Cara Memaknai Tawadhu dan Sifat Welas Asih

Notification

×

Iklan

Iklan

4 Cara Memaknai Tawadhu dan Sifat Welas Asih

Rabu, 02 Agustus 2023 | 11:30 WIB Last Updated 2023-09-06T06:45:29Z

 


NUBANDUNG.ID 
- Tawadhu adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab, "تَوَاضُع" (tawāḍu'). Makna dari tawadhu adalah sikap rendah hati, kesederhanaan, atau sikap rendah diri tanpa merasa lebih dari orang lain. 


Tawadhu merupakan salah satu sikap yang sangat dihargai dalam berbagai agama dan juga dalam etika sosial.


Dalam konteks kaitannya dengan sifat welas asih, tawadhu sangat relevan karena sifat welas asih, atau kasih sayang, merupakan sifat empati dan kebaikan hati yang mengutamakan orang lain daripada diri sendiri. 


Dalam hal ini, sikap tawadhu berarti mampu menghargai, menghormati, dan mengembalikan orang lain tanpa perlu menonjolkan diri atau merasa lebih dari mereka.


Kaitannya antara tawadhu dengan sifat welas asih adalah sebagai berikut:


1. Menghargai dan menghormati orang lain


Sikap tawadhu memungkinkan seseorang menghargai dan menghormati orang lain tanpa melihat perbedaan status, kekayaan, atau kekuasaan. Seseorang yang rendah hati akan lebih mampu berempati terhadap keadaan orang lain dan memperbolehkan welas asih terhadap mereka.


2. Kesederhanaan dalam memberikan bantuan


Tawadhu berarti tidak sombong atau angkuh dalam memberikan bantuan atau kebaikan kepada orang lain. Seseorang yang tawadhu akan membantu dengan ikhlas tanpa menunjukkan kesombongan atau mengharapkan pengakuan.


3. Kesediaan untuk menerima kritik


Sikap tawadhu juga berarti terbuka terhadap kritik dan masukan dari orang lain. Hal ini berkaitan dengan sifat welas asih karena orang yang tawadhu akan menerima masukan dengan lapang dada dan berusaha untuk terus memperbaiki diri.


4. Tidak berlomba lomba untuk mendapatkan pujian


Tawadhu dilarang untuk tidak berlomba lomba mencari pujian atau pengakuan atas jasa yang dilakukan. Sebaliknya, seseorang yang tawadhu akan fokus pada tujuan untuk membantu dan menerima orang lain tanpa mengharapkan ketidakseimbangan.


Dalam agama-agama seperti Islam dan Kristen, sikap tawadhu dan sifat welas asih sangat ditekankan sebagai bagian dari ajaran moral dan etika. 


Sikap tawadhu dapat membantu memperkuat sifat welas asih dalam diri seseorang dan mendorongnya untuk berbuat baik tanpa pamrih, menciptakan hubungan yang lebih baik dengan sesama, serta menciptakan kedamaian dan kedamaian dalam masyarakat.


Dalam konteks sifat welas asih, tawadhu menjadi bagian penting karena sifat rendah hati dan kesederhanaan yang dimiliki seseorang memungkinkan mereka mengembangkan welas asih secara lebih baik. 


Ketika seseorang memiliki sifat tawadhu, mereka cenderung lebih peka terhadap penderitaan dan kesulitan orang lain. Mereka juga lebih mampu merangkul dan mencintai sesama manusia tanpa merasa lebih tinggi atau melingkupi orang lain.


Sifat tawadhu membantu seseorang untuk tidak merasa lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain, sehingga membuatnya lebih mudah berempati dan memahami kondisi orang lain. 


Ketika seseorang tidak tertekan dengan keinginan dan kepentingan pribadi, welas asih bisa berkembang secara alami karena fokusnya tertuju pada pemberian dan kebaikan hati bagi orang lain.


Dengan menggabungkan sifat tawadhu dan welas asih, seseorang dapat menjadi individu yang bijaksana, peduli, dan selalu siap membantu tanpa pamrih. 


Sifat welas asih yang muncul dari tawadhu tidak hanya membawa manfaat bagi orang lain, tetapi juga membantu individu tersebut dalam mencapai kedamaian batin dan kebahagiaan pribadi.


Dalam berbagai ajaran agama, nilai-nilai tawadhu dan welas asih sering kali diajarkan sebagai bagian dari jalan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang kebermaknaan hidup dan kesejahteraan bersama. 


Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk berusaha mengembangkan kedua sifat tersebut dalam dirinya agar mampu memberikan kontribusi positif bagi sesama dan masyarakat secara lebih luas.***