Rektor UIN Bandung: Biar Berkah Ilmunya, Kita Harus Takzim Ke Dosen

Notification

×

Iklan

Iklan

Rektor UIN Bandung: Biar Berkah Ilmunya, Kita Harus Takzim Ke Dosen

Sabtu, 02 September 2023 | 15:21 WIB Last Updated 2023-09-02T08:21:19Z


NUBANDUNG.ID
-- Untuk mewujudkan smart campus, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Rosihon Anwar, M.Ag menjelaskan tahapannya dengan memberikan layanan dan tata kelola digital, sehingga mendukung pada program peningkatan mutu pendidikan Islam.


“Seluruh kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung terkoneksi dan terintegrasi melalui pemaksimalan jejaring teknologi informasi, sehingga memudahkan koordinasi, layanan, monitoring, dan evaluasi, termasuk dalam proses pembelajaran,” saat Pembukaan Perkuliahan Semester Ganjil Tahun Akademik 2023/2024 yang dilakukan secara hybrid: online melalui zoom meeting dan offline di Gedung O. Djauharuddin AR.


Perkuliahan Semester Ganjil 2023/2024 4 September – 23 Desember 2023. “Ini sudah menjadi tradisi sebelum perkuliahan dimulai dilakukan pembukaan perkuliahan. Sebenarnya smart campus sudah dimulai dari absensi presensi perkuliahan online melalui aplikasi SALAM. Proses perkuliahan memakai e-Knows, MBKM, digitalisasi bimbingan Skripsi, Tesis, Disertasi. Semuanya harus dioptimalkan, sehingga mahasiswa tidak terbebani,” jelas Rosihon dalam keterangannya, Jumat (1/9/2023).


Rektor mengingatkan civitas akademika untuk terus menjaga etika dalam proses pembelajaran, terutama budaya takzim kepada guru, dosen agar ilmu yang didapat menjadi berkah.


“Meskipun perkuliahan dilakukan secara digital, tapi tetap takzim kepada dosen, menjaga etika ketika berkomunikasi,” tandasnya.


Takzim kepada dosen merupakan budaya akademik yang harus terjaga di perguruan tinggi. Para Ulama telah memberikan teladan kepada kita untuk meraih keberkahan ilmu caranya dengan menghormati guru, dosen.


Dalam Kitab Ta’limul Muta’allim, Syaikhuna Burhanuddin, pengarang kitab Al-Hidayah, bercerita bahwa salah seorang pembesar negeri Bukhara duduk dalam suatu majelis pengajian, di tengah-tengah pengajian, dia sering berdiri.


Lalu oleh teman-temannya ditanya mengapa berbuat demikian. Dia menjawab, sungguh putra guruku sedang bermain di jalan. Oleh karena itu, jika aku melihatnya aku berdiri untuk menghormatinya.


Al Qadhi Fahruddin adalah seorang Imam di daerah Marwa yang sangat dihormati oleh para pejabat negara. Beliau berkata, “Aku mendapat kedudukan ini karena aku menghormati guruku, Abi Yazid Addabusi. Aku selalu melayani beliau, memasak makanannya, dan aku tak pernah ikut makan bersamanya.”


“Ulama dulu mengingatkan kepada kita tentang pentingnya tazkiyatun nafs, pembersihan diri sebelum menuntut ilmu, dengan melakukan wudhu, sholat, baca Al-Quran. Selama proses belajar takzim kepada guru, seperti yang pernah dilakukan oleh Al Qadhi Fahruddin." jelasnya. 


"Untuk sekarang dosen ketika mengajar, proses belajar mahasiswa diperbolehkan untuk bertanya, menyanggah, berargumen, tapi tetap menjaga etika, karena keberkahan ilmu ada pada cara kita menghormati kepada guru, dosen biar berkah,” tegasnya.***