MBG dan Koperasi Merah Putih ////]]>

Notification

×

Iklan

Iklan

MBG dan Koperasi Merah Putih

Jumat, 26 September 2025 | 04:53 WIB Last Updated 2025-09-25T21:53:58Z
Affiliasi

 


NUBANDUNG.ID -- Salah satu ciri kabinet sekarang, itu jalan masing-masing. Badan Gizi Nasional sibuk dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG), Kemeterian Koperasi giat membangun Koperasi Merah Putih, Kementerian Sosial asyik dengan Sekolah Rakyatnya, dsb.

Tidak terintegrasi.


Untuk 2026, anggaran MBG diketok pada angka Rp 336 triliun, . Untuk menjangkau 82 juta siswa, BGN perlu 48 ribu dapur. Maka berlomba-lombalah orang membuat dapur MBG, termasuk kabarnya anggota DPR dan DPRD. Yang bisa membangun dapur MBG tentu mereka dengan ekonomi kuat, atau koneksi erat.


Sementara, Anggaran untuk Koperasi Merah Putih pada 2026, sebesar Rp 83 triliun untuk 80.000 koperasi merah putih. .Setiap unit akan mendapat pinjaman sampai Rp 3 miliar. Kritik terhadap Koperasi Merah Putih, adalah konsep tidak jelas. Unit usaha koperasinya tidak jelas. Pemerintah mengejar pendirian 80.000 koperasi merah putih. Kalau kemudian dikucurkan dana kepada koperasi yang tidak punya jenis usaha, maka uang 3 miliar itu akan amblas.


Nah mengapa tidak, program MBG diintegrasikan dengan Koperasi Merah Putih. MBG seharusnya dipahami bukan hanya sebagai upaya mengatasi kelaparan atau stunting, melainkan juga sebagai investasi besar bagi masa depan bangsa. Anak-anak yang sehat dan cerdas adalah fondasi Indonesia Emas. Namun ada dimensi lain yang tak kalah penting: bagaimana dana besar MBG bisa ikut menggerakkan ekonomi rakyat.


Di sinilah peran Koperasi Merah Putih menjadi kunci. Koperasi bukan sekadar wadah belanja bersama, tetapi mesin ekonomi gotong royong. Jika setiap bahan pangan untuk MBG—beras dari petani, ikan dari nelayan, sayur dari pekebun, hingga telur dari peternak kecil—diserap langsung melalui koperasi. Hasil bumi rakyat tidak lagi dijual murah ke tengkulak, melainkan langsung masuk ke pasar yang pasti: dapur-dapur MBG.

 

Manfaatnya ganda. Anak-anak sekolah, memperoleh makanan sehat setiap hari. Pada saat yang sama, petani, nelayan, dan UMKM merasakan keuntungan langsung. Uang MBG pun berputar di desa dan kampung, bukan tersedot ke korporasi besar atau ke koneksi politik saja.


Lebih dari itu, koperasi dengan prinsip transparansi dapat menjamin penggunaan anggaran MBG tetap bersih dan tepat sasaran. Dengan digitalisasi, masyarakat bisa ikut mengawasi: siapa menyuplai, siapa menerima, berapa volumenya. Kalau koperasi MBG/Merah putih ini kuat, maka dia bisa jadi dapur umum yang bisa juga melayani ibu hamil, kelompok masyarakat kurang gizi, dan jadi dapur umum saat bencana alam. Keren kan??


Integrasi MBG dan Koperasi Merah Putih berarti menghadirkan program yang bukan hanya menyehatkan anak-anak bangsa, tetapi juga menyejahterakan para produsen kecil di desa-desa. Dari meja makan sekolah, ekonomi rakyat bisa bangkit bersama. BGN harus memeriksa rutin kualitas makan, misalnya tiga bulan sekali. Kementerian Koperasi mengawasi tata kelola koperasinya.

Jadi BGN dengan Kementerian Koperasi tidak sama-sama kerja, tapi bekerjasama. Anggaran jadi tidak double, sehingga efisien. 


Budhiana Kartawijaya, Founder Yayasan Odesa Indonesia.