Beginilah Kondisi Demokrasi Indonesia: Kenyataan Sekarang dan Harapan di 2045 ////]]>

Notification

×

Iklan

Iklan

Beginilah Kondisi Demokrasi Indonesia: Kenyataan Sekarang dan Harapan di 2045

Kamis, 09 Oktober 2025 | 11:44 WIB Last Updated 2025-10-09T04:44:35Z
Affiliasi



NUBANDUNG.ID -- Centre for Asian Social Science Research (CASSR) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar Studium Generale Semester Ganjil Tahun Akademik 2025-2026 di Aula Anwar Musaddad, Rabu, (8/10/2025).


Kuliah umum bertajuk “Kondisi Demokrasi Indonesia: Kenyataan Sekarang dan Harapan di 2045” dibuka oleh Prof. Ahmad Ali Nurdin, M.A., Ph.D., Dekan FISIP UIN Bandung, dan dipandu oleh Asep Muhamad Iqbal, M.A., Ph.D. Hadir sebagai pembicara utama Prof. Burhanuddin Muhtadi, M.A., Ph.D., Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, yang memaparkan tren penurunan demokrasi di Indonesia dan dunia.


Dalam sambutannya, Prof. Ali Nurdin, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini sebagai bentuk ikhtiar bersama dalam merawat tradisi akademik di lingkungan UIN Bandung, khususnya FISIP. “Alhamdulillah, dosen dan mahasiswa sangat antusias mengikuti kuliah umum ini,” ujarnya.


Saat menyampaikan materi, Burhanuddin menyoroti bahwa Indonesia kini menghadapi gejala regresi demokrasi dan masuk ke dalam kategori electoral autocracy. Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta ini menjelaskan bahwa Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2024 berada di kisaran 0,3–0,4, turun dari 0,6 pada tahun 2004. “Penurunan ini konsekuensi dari memburuknya kualitas demokrasi akibat politik uang, pelemahan lembaga oposisi, dan rendahnya partisipasi publik,” tegasnya.


Menariknya, peneliti senior di Lembaga Survei Indonesia (LSI) menampilkan data mengenai bentuk partisipasi politik nonkonvensional di Indonesia, seperti petisi dan protes. Berdasarkan hasil survei, hanya 12% warga yang pernah menandatangani petisi dan sekitar 8% yang pernah ikut dalam aksi protes politik. “Angka ini menunjukkan masih rendahnya keterlibatan masyarakat dalam menyalurkan aspirasi di luar mekanisme elektoral formal, seperti pemilu,” jelasnya.


Menurutnya demokrasi yang sehat, baik partisipasi konvensional (voting, kampanye) maupun non-konvensional (petisi, demonstrasi damai) memiliki peran penting dalam menjaga akuntabilitas dan responsivitas pemerintah. “Minimnya partisipasi tersebut, menandakan adanya jarak antara negara dan masyarakat yang harus dijembatani melalui pendidikan politik dan peningkatan literasi demokrasi,” bebernya.


Dalam bagian penutup, doktor bidang ilmu politik dari Universitas Nasional Australia (ANU) menekankan pentingnya memperkuat partisipasi politik warga, transparansi pemerintahan, dan budaya politik toleran sebagai kunci mewujudkan demokrasi yang sehat menuju Indonesia Emas 2045.


Acara ini diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif antara mahasiswa, dosen dan pembicara, mencerminkan semangat kritis civitas akademika FISIP dalam merawat nilai-nilai demokrasi.