Pembentukan Ditjen Pesantren Dinilai Langkah Strategis dan Visioner ////]]>

Notification

×

Iklan

Iklan

Pembentukan Ditjen Pesantren Dinilai Langkah Strategis dan Visioner

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 13:31 WIB Last Updated 2025-10-25T06:31:33Z
Affiliasi



NUBANDUNG. ID -- Langkah pemerintah membentuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren dinilai sebagai keputusan strategis dan visioner dalam membangun arsitektur baru pendidikan Islam di Indonesia. Kebijakan ini dipandang sebagai bentuk penguatan kelembagaan sekaligus pengakuan negara terhadap peran historis dan sosial pesantren dalam perjalanan bangsa.


“Pembentukan Ditjen Pesantren merupakan bentuk pengakuan negara terhadap pesantren sebagai entitas pendidikan dan peradaban,” ujar Prof. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam keterangannya, Sabtu (25/10/2025).


Sebagai alumnus Pesantren Darussalam Ciamis, Tholabi memahami bahwa kekuatan pesantren terletak pada perpaduan antara sistem pengajaran kitab klasik dengan nilai-nilai keikhlasan, kemandirian, serta sanad keilmuan yang terus hidup lintas generasi.


“Ditjen Pesantren tidak boleh berhenti pada urusan administratif. Ia harus bekerja dengan paradigma penguatan nilai dan pemberdayaan ekosistem pesantren," sambungnya.


Menurut Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta itu, negara kini ditantang untuk menghadirkan kebijakan yang tidak menyeragamkan pesantren, melainkan memetakan dan memperkuat keunikan masing-masing lembaga.

“Keberagaman karakter pesantren justru merupakan kekayaan pendidikan Islam Nusantara yang harus dijaga," ujarnya menekankan.


Dalam pandangan Tholabi, kehadiran Ditjen Pesantren juga membuka peluang integrasi antara pesantren dan perguruan tinggi Islam, khususnya Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Ia menilai, kolaborasi tersebut dapat melahirkan model pesantren vokasional, yakni lembaga yang menggabungkan tafaqquh fi al-din dengan keterampilan hidup dan penguasaan teknologi.


Tholabi, yang juga anggota Dewan Pendidikan Tinggi (DPT), menegaskan pentingnya menata relasi baru antara ilmu dan keterampilan di lingkungan pesantren.

“Santri masa depan tidak hanya mahir membaca kitab, tetapi juga menulis kode; tidak hanya menghafal matan, tetapi juga terampil mengelola riset dan inovasi sosial," ujarnya.


Model ini, lanjutnya, dapat diwujudkan melalui kerja sama antara Ditjen Pesantren dan PTKI dalam pengembangan program vokasi. Beberapa bidang potensial antara lain manajemen haji dan umrah, jaminan produk halal, kewirausahaan sosial syariah, hingga teknologi informasi berbasis nilai Islam.


Dalam konteks kebijakan, Tholabi menekankan perlunya kebijakan afirmatif bagi pesantren kecil dan terpencil. Menurutnya, pemerataan dukungan negara penting agar tidak muncul kesenjangan antar-lembaga.

“Keadilan dalam kebijakan pesantren berarti membuka ruang bagi yang kecil untuk tumbuh. Jangan sampai pesantren besar makin kuat, sementara yang kecil makin tertinggal,” lanjutnya.


Ia juga menyoroti pentingnya akuntabilitas dan perlindungan terhadap santri serta tenaga pengajar. Menurut Tholabi, Ditjen Pesantren harus memastikan penerapan standar tata kelola yang baik tanpa mematikan otonomi dan tradisi khas pesantren.