Ulama-ulama Lurus di NU, Muhammadiyah, Persis, FPI, HTI, Salafi Wahabi dll
NUBANDUNG.ID -- Ada tiga kriteria ulama yang lurus kaitannya dengan organisasi.
Pertama, ulama yang misinya hanya sebagai "waratsatul anbiya," melaksanakan tugas nubuwwah, membawa misi kenabian, tak terikat dan diikat oleh kepentingan organisasi dan kekuasaan.
Kedua, ulama yang lebih berpegang pada agamanya ketimbang pada organisasinya ketika organisasinya mulai melenceng. Misi dan bicaranya hanya ajaran Islam di atas kepentingan organisasi.
Ketiga, dia berorganisasi tapi tak fanatik pada organisasinya. Organisasi hanya alat, bukan tujuan. Alat bisa salah, pimpinan, ketua dan anggotanya bisa salah, malah sebagai manusia banyak kesalahannya.
Maka, hubungannya dengan kelompok dan organisasi, ulama-ulama yang lurus dalam ormas Islam, ciri-cirinya sbb:
1. Ulama Muhammadiyah: Ulama yang tak fanatik pada organisasinya, yang tak harus selalu sejalan dengan organisasinya, mengkritik organisasinya kalau salah, tak berpegang atau tak ikut kebijakannya organisasinya kalau salah. Kemudian, membenarkan dan mendukung NU, Persis, FPI, HTI dan Salafi Wahabi, kalau benar. Siap saling melengkapi, saling menasehati (tawashaubil haq watawa shaubish shabr) dan siap bekerjasama kalau perlu.
2. Ulama NU: Ulama yang tak fanatik pada organisasinya, tak selalu harus sejalan dengan organisasinya, mengkritik organisasinya kalau salah, tak berpegang atau tak ikut kebijakannya organisasinya kalau salah. Kemudian, membenarkan dan mendukung Muhammadiyah, Persis, FPI, HTI dan Salafi Wahabi, kalau benar. Siap saling melengkapi, saling menasehati (tawashaubil haq watawa shaubish shabr) dan siap bekerjasama kalau perlu.
3. Ulama Persis: Ulama yang tak fanatik pada organisasinya, yang tak harus selalu sejalan dengan organisasinya, mengkritik organisasinya kalau salah, tak berpegang atau tak ikut kebijakannya organisasinya kalau salah. Kemudian, membenarkan dan mendukung Muhammadiyah, NU, FPI, HTI dan Salafi Wahabi kalau benar. Siap saling melengkapi, saling menasehati (tawashaubil haq watawa shaubish shabr) dan siap bekerjasama kalau perlu.
4. Ulama FPI: Ulama yang tak fanatik pada organisasinya, yang tak harus selalu sejalan dengan organisasinya, mengkritik organisasinya kalau salah, tak berpegang atau tak ikut kebijakannya organisasinya kalau salah. Kemudian, membenarkan dan mendukung Muhammadiyah, NU, Persis, HTI dan Salafi Wahabi kalau benar. Siap saling melengkapi, saling menasehati (tawashaubil haq watawa shaubish shabr) dan siap bekerjasama kalau perlu.
4. Ulama HTI: Ulama yang tak fanatik pada organisasinya, yang tak harus selalu sejalan dengan organisasinya, mengkritik organisasinya kalau salah, tak berpegang atau tak ikut kebijakannya organisasinya kalau salah. Kemudian, membenarkan dan mendukung NU, Muhammadiyah, Persis, FPI dan Salafi Wahabi, kalau benar. Siap saling melengkapi, saling menasehati (tawashaubil haq watawa shaubish shabr) dan siap bekerjasama kalau perlu.
5. Ulama Salafi Wahabi: Ulama yang tak fanatik pada organisasinya, yang tak harus selalu sejalan dengan organisasinya, mengkritik organisasinya kalau salah, tak berpegang atau tak ikut kebijakannya organisasinya, kalau salah. Kemudian, membenarkan dan mendukung NU, Muhammadiyah, Persis, FPI, HTI kalau benar. Siap saling melengkapi, saling menasehati (tawashaubil haq watawa shaubish shabr) dan siap bekerjasama kalau perlu.
Dalam Islam, kalau para ulama organisasi dan umatnya berselisih, perintahnya adalah:
"Ya ayyuhal muddatstsir, qum fa-andzir, warabbaka fakabbir, wathiyabaka fathahhir, waruzja fahkjur…!!" (Hai orang-orang yang berselimut (lalai), bangunlah dan berilah peringatan, besarkanlah hanya Tuhanmu saja (bukan kelompok dan organisasimu), dan bersihkanlah pakaianmu (identitas, pikiran atau organisasimu kalau kotor).
Adakah ulama-ulama lurus begitu? Selalu ada, biasanya sedikit atau minoritas. Siapa mereka? Yang hatinya bersih, akal sehatnya hidup, kesadarannya terbimbing, tujuan dan kepentingannya bukan dunia. Organisasi, selain banyak manfaatnya, juga dalam banyak hal, sering membangun fanatisme, dan sentimen organisasi sering membutakan dari kebenaran.***
Moeflich Hasbullah, Dosen Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung