Kesulitan Hidup Harus Dihadapi Secara Optimis

Notification

×

Iklan

Iklan

Kesulitan Hidup Harus Dihadapi Secara Optimis

Minggu, 21 Februari 2021 | 09:49 WIB Last Updated 2022-09-09T01:43:00Z
Hidup yang kita jalani, dipenuhi rintangan dan membutuhkan kekuatan diri untuk keluar dari rintangan yang mengadang. Kesulitan ekonomi, penderitaan, dan ketidakse suaian harapan dengan kenyataan adalah bentuk konkrit rintangan tersebut. Bagi orang yang lemah jiwanya, rintangan di pahami sebagai 'batu sandungan' yang sulit dilalui.

Fenomena bunuh diri, misalnya, nota bene diinisiasi kelemahan jiwa semacam ini. Karena impitan ekonomi, tak sedikit bunuh diri menjadi jalan menyelesaikan masalah kehidupan. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya manusia diciptakan ber sifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia di tim pa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat ti d ak mau menyampaikannya kepada orang lain (kikir)." (QS. Al-Maa'arij [70]:19-21)

Ayat di atas mengindikasikan bahwa kerapuhan jiwa dapat mengakibatkan lahir nya keluh kesah yang tak produktif. Ketika kesusahan hidup menerpa, tali ke kang moral agama menjadi longgar. Tak ayal lagi, kehidupan menjadi barang mu rah yang sedemikian tak berharga untuk dijaga kelangsungannya.

Seorang gadis, rela melompat dari gedung bertingkat hanya diakibatkan masalah sepele: putus dengan kekasih nya. Seorang pengusaha melakukan hal yang sama, karena sedang menghadapi kemelut masalah di perusahaannya. Me reka memahami hidup hanya dengan meng gunakan rumus keinginan mesti berbuah kenyataan.

Padahal, rumus kehidupan tidak se per ti itu. Adakalanya keinginan melahir kan kegagalan atau ketidaksesuaian de ngan realitas hidup. Maka, sewajibnya mo ralitas agama diperkokoh kembali dalam diri kita. Sehingga hidup mewujud dalam bentuk yang asyik-masyuk.

Ruang dan waktu yang dijalani dengan keikhlasan penuh bahwa Dia (Allah) se dang menguji kadar keimanan kita pada-Nya. Ingat, lemparan batu tentu saja tidak se mua nya akan mengenai target yang sama. Artinya, pengharapan adakalanya ti dak sesuai dengan yang kita rancang. Pada posisi ini, kesabaran dan ketabahan merupakan benteng pertahanan yang su per-duper efektif meredam keinginan mengakhiri hidup kala masalah menerpa.

Seorang Muslim sejati, adalah individu yang dapat mengoptimalkan potensi diri untuk mewujudkan harapan, tanpa terpa ku pada hasil. Dia (Allah) akan membe ri kan berkah tak terkira meskipun harapan itu gagal terwujud. Karena dengan ke ga galan itu, kita dapat mempela jari kekurangan sehingga di lain waktu dapat dikurangi. Inilah letak keberkahan tak ter kira. Kita, dengan kegagalan yang menim pa akan membentuk jiwa hingga menjadi kokoh.

Alhasil, muncul sikap hati-hati, awas dan waspada ketika menyusun program kerja kehidupan. Dalam pepatah disebut kan, seorang manusia bijaksana adalah orang yang tidak akan terperosok pada lubang yang sama. Di dalam Alquran pula dijelaskan: "Dan jiwa serta penyempur na annya (ciptaannya), maka Allah mengil hamkan (memberi potensi) pada jiwa kefasikan (pengingkaran terselubung) dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa dan merugi lah orang yang mengotorinya." (QS. Asy- Syams [91]: 7-10).

Term takwa memiliki arti dasar, se buah ketakutan jiwani. Ketika rasa takut dikelola secara bijak, positif dan siste matis, tentunya lahirlah sebuah kondisi psikologis yang awas dan waspada. Na mun, ketika perasaan takut tidak dikelola secara bijak, positif dan sistematis akibat nya akan melahirkan keluh kesah, putus asa, dan bosan menjalani kehidupan.

Tak heran kalau bunuh diri menjadi solusi favorit orang semacam ini. Kekuat an dalam dirinya telah hilang dan berang sur-angsur membawanya jadi zombie yang tak sadar antara ide dan realitas ka dang tidak sesuai.

Kita mesti memompa potensi diri se hingga terbentuk 'modal spiritual' agar dapat memahami hidup sebagai ladang beramal saleh. Tanpa memiliki modal se perti ini, mind set kita akan menempatkan hidup sebagai barang murah yang dapat diakhiri dengan bunuh diri. Pola pikir se perti inilah yang mesti ditumpurludeskan dari dalam diri. Sebab, pesimisme dalam Islam tak dianjurkan. Islam hanya me ng ajarkan doktrin kehidupan optimisme.

Masa depan merupakan 'bumbu kehi dupan' yang dapat melecut gairah menja lani realitas kehidupan. Kewajiban kita se bagai manusia beragama salah satunya menabur benih-benih optimisme guna meng gapai keberkahan hidup. Bukankah Alquran mengingatkan: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat nya untuk hari esok (akhirat); dan bertak walah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha menge tahui apa yang kamu kerja kan." (QS. Al- Hasyr [59]:18). Wallahua'lam.