Membangun Optimisme Generasi Muda Indonesia

Notification

×

Iklan

Iklan

Membangun Optimisme Generasi Muda Indonesia

Minggu, 14 Maret 2021 | 19:10 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:59Z

GENERASI muda di sebuah negara seharusnya memiliki optimisme hidup. Dengan optimisme inilah, kreativitas muda-mudi akan muncul ke permukaan sehingga mereka akan memberikan sumbangsih untuk kemajuan Indonesia. Karena itu, diperlukan sebuah model pendidikan yang mampu mencetak entrepreneur, karena masalah yang melingkari dunia pendidikan seolah menciptakan beban berat bagi mereka.

Hal itu dapat kita lihat dari merebaknya “pengangguran terdidik” -- yang dihasilkan perguruan tinggi – di dunia kerja. Betapa tidak, daya serap kerja lulusan D3 dan S1 oleh perusahaan-perusahaan menempati posisi akhir dalam dominasi pekerja di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir Agustus 2012, terungkap dari seluruh penduduk Indonesia yang bekerja (110,8 juta orang); lulusan SD mendominasi sebesar 53,88 juta (48,63 persen), lulusan SMP sebanyak 20,22 juta orang (18,25 persen), lulusan universitas hanya 6,98 orang (6,30 persen), dan lulusan diploma hanya 2,97 juta orang (2,68 persen).

Realitas di atas tentunya membuat kita kehilangan kepercayaan terhadap pendidikan perguruan tinggi, karena sebagai instansi pendukung kemajuan perekonomian bangsa, perguruan tinggi sejatinya melahirkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing. Ditengarai, bahwa perguruan tinggi banyak melahirkan generasi bermental pekerja dengan kualitas yang minim, sehingga mengakibatkan tidak tertampung oleh perusahaan. Selain itu juga, karena kualitas lulusan perguruan tinggi tidak memiliki keahlian di dunia kerja sehingga berakibat pada tidak tertampungnya mereka oleh perusahaan.

Tak heran apabila angka pengangguran dari kalangan terdidik ini semakin tinggi. Tak hanya itu, orientasi melanjutkan ke perguruan tinggi juga banyak didasari niat agar dapat diterima menjadi pegawai negeri sipil (PNS), sehingga setelah lulus mereka berusaha melamar kerja ke instansi pemerintahan agar mendapatkan kelayakan hidup. Padahal, kehadiran generasi muda yang kreatif dan inovatif di era serba modern ini sangat dibutuhkan oleh sebuah bangsa-negara (nation-state).

Karena itulah, mendekati hari sumpah pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober nanti, pemerintah harus melakukan revolusi mental kepada para generasi muda, yang kini tengah menimba ilmu di perguruan tinggi. Di dalam buku bertajuk Si Anak Singkong (2012: 177), Chairul Tanjung, mengatakan  kekuatan perekonomian bangsa salah satunya harus ditopang dengan kehadiran orang-orang yang memiliki mental berwirausaha. Apabila terdapat sekitar 2,5 persen dari total penduduk sebuah Negara memiliki semangat berwirausaha, bangsa atau negara tersebut akan maju.

Namun, saat ini, kita hanya memiliki sekitar 0,2 persen wirausaha, sehingga perlu lebih banyak dicetak wirausaha baru sebagai lokomotif penggerak perekonomian bangsa. Kita tahu, bahwa seorang Chairul Tanjung (CT) merupakan mahasiswa yang tidak mau menjadi pekerja pada saat kuliah di Universitas Indonesia. Saat mahasiswa, ia pernah membuka usaha fotocopy di bawah tangga kampus, dan pernah juga membuka usaha distribusi alat-alat kedokteran gigi. Kini setelah puluhan tahun berlalu, ia mewujud menjadi seorang pengusaha sukses yang dapat membuka lapangan kerja bagi warga di Indonesia dengan berbagai bidang usaha.

Karena itu, perguruan tinggi banyak menghasilkan sarjana bermental pekerja, bukan pemikir. Padahal pemikir dibutuhkan untuk memperbaiki dan menciptakan peluang kerja. Seorang lulusan perguruan tinggi tidak mungkin menjadi pekerja semuanya. Setiap orang memiliki rencana hidup untuk menciptakan kebahagiaan. Salah satu jalan menciptakan kebahagiaan itu ialah memiliki pekerjaan tetap yang menghasilkan upah untuk digunakan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Karena daya serap perusahaan rendah terhadap lulusan perguruan tinggi tentunya dapat menghalangi seseorang menciptakan kebahagiaan hidup. Pada posisi ini, pemerintah sangat bertanggung jawab dengan kondisi ini, dan sepatutnya memperluas lapangan kerja di berbagai sektor dengan memproduksi lulusan perguruan tinggi, yang memiliki mental berwirausaha. Setidak-tidaknya ada beberapa langkah yang harus ditempuh pemerintah dalam menanggulangi merebaknya pengangguran terdidik di Indonesia.

Pertama, pemerintah mengoptimalkan kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Koperasi dan UMKM, dan Kemendikbud di berbagai kota untuk menghidupkan iklim usaha di berbagai daerah.

Kedua, mendirikan perguruan tinggi, sekolah tinggi, lembaga kursus, atau sekolah yang khusus melahirkan lulusan yang siap berwirausaha.

Ketiga, menjalin kerjasama dengan perusahaan dalam menyalurkan program corporate social responsibility yang digunakan untuk menciptakan kegiatan wirausaha. Seandainya setiap lulusan lembaga pendidikan di setiap kota mampu membangun usahanya di berbagai bidang tentu saja akan menyerap lebih banyak lulusan perguruan tinggi.  Para pengangguran terdidik pun akan mampu diminimalisasi.

Insyaallah Yakin bisa!