Kurikulum Hijau, Ekoteologi, dan Fiqh Al-Bi’ah Jadi Kerangka Baru Pendidikan Pesantren

Notification

×

Iklan

Iklan

Kurikulum Hijau, Ekoteologi, dan Fiqh Al-Bi’ah Jadi Kerangka Baru Pendidikan Pesantren

Jumat, 13 Juni 2025 | 23:16 WIB Last Updated 2025-06-14T03:17:56Z


NUBANDUNG.ID — Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang bersama Himpunan Keluarga Alumni (HIKMAH) menggelar Halaqoh Alumni bertajuk “Ekoteologi dan Fiqh Al-Bi’ah: Merintis Kurikulum Hijau di Pesantren”, Jumat (13/6/2025). Acara ini berlangsung di kompleks Pesantren Salafiyah Kauman, Pemalang, Jawa Tengah.

Sejumlah narasumber hadir dalam kegiatan tersebut, di antaranya:

  • Kasubdit Pendidikan Ma’had Aly Kemenag RI sekaligus Ketua Umum HIKMAH, Mahrus El Mawa;
  • Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Khamami Zada;
  • Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Pemalang, Sarif Hidayat;
  • Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Sudirman.

Halaqoh ini dipandu oleh Fathudin Kalimas, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Sekretaris Umum HIKMAH.

Mendorong Kesadaran Ekologis Pesantren

Forum ini bertujuan memperkuat kesadaran kolektif alumni dan komunitas pesantren di Kabupaten Pemalang dalam merespons krisis lingkungan global melalui pendekatan teologi dan hukum Islam (fiqh). Pesantren didorong agar tidak hanya berperan sebagai pusat penguatan nilai-nilai keislaman, tetapi juga sebagai motor penggerak kesadaran ekologis berbasis ekoteologi dan fiqh al-bi’ah (fikih lingkungan).

Kepala Kemenag Pemalang, Sarif Hidayat, menegaskan pentingnya menjadikan agama lebih substantif dan tidak sekadar bersifat simbolik. Ia menyebutkan bahwa nilai-nilai ekoteologi sebenarnya telah hidup dalam tradisi pesantren dan filsafat Jawa, namun masih belum terartikulasi secara sistematis. Untuk itu, ia mendorong agar ekoteologi dimainstreamkan dalam sistem pendidikan pesantren melalui penguatan literasi lingkungan.

Sarif juga menyoroti persoalan sampah yang cukup krusial di Pemalang. Ia mengajak pesantren terlibat aktif dalam gerakan ekologis, seraya menyatakan kesiapan Kemenag Pemalang untuk berkolaborasi mendorong transformasi tersebut.

Ekoteologi sebagai Panggilan Spiritual

Kasubdit Pendidikan Ma’had Aly Direktorat Pesantren Kemenag RI, Mahrus El Mawa, menegaskan bahwa ekoteologi merupakan salah satu dari delapan program strategis Kementerian Agama yang saat ini tengah didorong penerapannya lintas sektor. Menurutnya, nilai-nilai ekoteologi telah hidup dalam praktik pesantren, meski belum dimanifestasikan secara sistematis.

Ia mencontohkan gerakan penanaman pohon oleh ASN dan berbagai praktik baik di pesantren-pesantren, seperti di Rembang, Madura, dan Garut, sebagai bentuk konkret komitmen keagamaan dalam pelestarian lingkungan.

"Ekoteologi bukan sekadar program, tapi panggilan moral spiritual yang harus dimanifestasikan pesantren dalam gerakan nyata merawat bumi," tegasnya.

Fiqh Al-Bi’ah: Paradigma Etik dan Spiritualitas Lingkungan

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Khamami Zada, menyampaikan bahwa fiqh al-bi’ah bukan sekadar cabang fikih, melainkan paradigma etik dan spiritual mengenai tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi. Isu-isu lingkungan seperti pertambangan, deforestasi, dan krisis air telah lama dibahas para ulama, bahkan menjadi bagian dari maqashid al-syari’ah melalui konsep hifdzul bi’ah dan himayatul bi'ah.

Ia menekankan pentingnya agar pesantren tidak hanya mengajarkan fikih secara tekstual, tetapi juga menanamkan kesadaran ekologis dalam tata kelola harian — mulai dari pengelolaan air, sampah, hingga energi — sebagai bentuk konkret menjaga keseimbangan alam.

"Fiqh al-bi’ah adalah bagian dari perluasan maqashid al-syari’ah, di mana penjagaan lingkungan hidup merupakan bagian dari penjagaan kehidupan itu sendiri. Pesantren harus menjadi episentrum perubahan, baik dalam paradigma keilmuan maupun praktik keseharian santri," jelasnya.

Pesantren sebagai Mitra Strategis Pengelolaan Lingkungan

Sementara itu, Sudirman dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah yang juga Ketua IPKINDO Jawa Tengah, menyoroti pentingnya melibatkan pesantren dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, pesantren memiliki basis sosial dan moral yang kuat di tingkat akar rumput.

Ia mengungkapkan bahwa hutan sebagai sumber mata air kini kian terancam akibat konversi lahan yang tidak berkelanjutan. Untuk itu, pemerintah membuka ruang kolaborasi melalui skema pengelolaan lahan perhutani oleh masyarakat dan santri, didukung oleh regulasi, anggaran, serta pendampingan teknis.

"Kami mengundang pesantren untuk menjadi mitra aktif dalam program penanaman pohon, konservasi lahan, hingga pelatihan ekonomi sirkular berbasis komunitas," paparnya.

Menuju Pesantren Ramah Lingkungan

Moderator halaqoh, Fathudin Kalimas, menegaskan bahwa forum ini menunjukkan bahwa pesantren tidak hanya mampu menjaga tradisi keilmuan klasik, tetapi juga dapat menjadi pelopor gerakan transformasi sosial-ekologis di tengah tantangan zaman.

Acara ini juga disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Hikmah Salafiyah, dan akan ditindaklanjuti dengan penyusunan modul kurikulum hijau serta program pendampingan bagi pesantren-pesantren lain yang ingin bertransformasi menuju model pesantren ramah lingkungan.