Realitas sosial kita sedang berada pada zaman edan. Sekarang telah terjadi, seorang manusia waras dianggap tidak waras, dan penjahat negara dianggap pahlawan.
Menurut Sastrawan abad ke-19, Ronggowarsito, sebaik-baik orang di zaman edan adalah mereka yang ingat dan waspada (eling lan waspadha).
Pada 2008, almarhum WS Rendra, dalam orasi ilmiah pengukuhan sebagai Doktornya melontarkan kritikan bagi bangsa ini. Ia mengatakan bahwa Indonesia sekarang sedang berada pada zaman kalabendu. Ia pun menguraikan bahwa zaman di Indonesia berputar pada ketiga zaman yang diramalkan oleh seorang sastrawan Jawa di atas.
Pertama, zaman kalathida; yakni zaman edan sebab akal sehat diremehkan. Kedua, zaman kalabendu; yakni zaman hancur dan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkirbalikkan. Ketiga, zaman kalasuba; yakni zaman stabilitas dan kemakmuran yang akan ditegakkan oleh Ratu adil yang banyak dinantikan (Kompas, 05/03/2008).
Seharusnya, ramalan di atas, karena sesuai dengan konteks ruang-waktu yang bergulir di Indonesia, Rendra pun menyarankan bahwa untuk mewujudkan zaman kalasuba, di negeri ini harus ada semacam hukum yang adil. Karena, selama ini hukum serasa tidak bersikap adil kepada publik.
Saya pikir, gagasan tafsir kontekstual yang ditawarkan oleh Budayawan Indonesia ini memang sangat menggugah kita. Untuk terus memperjuangkan tegaknya hukum yang adil di Indonesia. Hukum yang tidak dijajah oleh segepok uang kekuasaan. Sehingga alam demokrasi di negeri berpuluh ribu pulau ini tidak terkotori oleh laku-kata yang diwariskan pada zaman kalathida dan kalabendu.
Di depan saya yakin zaman kalasuba sedang menanti gerak langkah pemimpin yang tidak menggunakan logika pasar dalam menegakkan keadilan perangkat hukum. Jangan berlaku mungpung berkuasa, kedaulatan rakyat pun pantas diperkosa dan ditelanjangi.
Pada 2008, almarhum WS Rendra, dalam orasi ilmiah pengukuhan sebagai Doktornya melontarkan kritikan bagi bangsa ini. Ia mengatakan bahwa Indonesia sekarang sedang berada pada zaman kalabendu. Ia pun menguraikan bahwa zaman di Indonesia berputar pada ketiga zaman yang diramalkan oleh seorang sastrawan Jawa di atas.
Pertama, zaman kalathida; yakni zaman edan sebab akal sehat diremehkan. Kedua, zaman kalabendu; yakni zaman hancur dan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkirbalikkan. Ketiga, zaman kalasuba; yakni zaman stabilitas dan kemakmuran yang akan ditegakkan oleh Ratu adil yang banyak dinantikan (Kompas, 05/03/2008).
Seharusnya, ramalan di atas, karena sesuai dengan konteks ruang-waktu yang bergulir di Indonesia, Rendra pun menyarankan bahwa untuk mewujudkan zaman kalasuba, di negeri ini harus ada semacam hukum yang adil. Karena, selama ini hukum serasa tidak bersikap adil kepada publik.
Saya pikir, gagasan tafsir kontekstual yang ditawarkan oleh Budayawan Indonesia ini memang sangat menggugah kita. Untuk terus memperjuangkan tegaknya hukum yang adil di Indonesia. Hukum yang tidak dijajah oleh segepok uang kekuasaan. Sehingga alam demokrasi di negeri berpuluh ribu pulau ini tidak terkotori oleh laku-kata yang diwariskan pada zaman kalathida dan kalabendu.
Di depan saya yakin zaman kalasuba sedang menanti gerak langkah pemimpin yang tidak menggunakan logika pasar dalam menegakkan keadilan perangkat hukum. Jangan berlaku mungpung berkuasa, kedaulatan rakyat pun pantas diperkosa dan ditelanjangi.