Relasi Asimetris Emmanuel Levinas

Notification

×

Iklan

Iklan

Relasi Asimetris Emmanuel Levinas

Jumat, 07 Mei 2021 | 03:47 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:36Z

Saya teringat buku Man Search for Meaning, yang ditulis Victor L Frankle untuk mengisahkan pengalaman pahit selama mendekam di kamp konsentrasi Auschwitz. Kamp konsentrasi Auschwitz di Polandia dibangun Nazi pimpinan Adolf Hitler untuk mengonsentrasikan massa agar dapat dijadikan buruh kasar. Semenjak 1940-1945, Nazi menangkap setiap orang yang mengancam eksistensi Nazi dari seluruh penjuru Eropa untuk dibawa ke kamp kematian ini. 

Waktu itu, kamp konsentrasi Auschwitz mendapat julukan the death factory (pabrik pembantaian) karena dari bangunan ini terjadi proses pembantaian yang dilakukan secara efisien dan efektif layaknya kegiatan produksi di pabrik.

Relasi antarmanusia mestinya berdasarkan atas pandangan membiarkan yang lain menjadi "si liyan" yang tidak bisa dikenali, didefinisikan, atau dimengerti sepenuhnya. Sebab, pemahaman memaksa atas yang lain mengakibatkan lahirnya penindasan. Inilah yang disebut Emmanuel Levinas, hubungan manusia yang simetris, di mana hubungan dua insan atau lebih, terjadi timbal balik yang mendominasi antara satu individu dan individu lain.

Orang lain, dalam pemahamannya bukanlah dirinya dan sangat berbeda dengannya. Perbedaan itu lenyap, ketika seseorang berpikir bahwa ia dan orang lain adalah sama. Di dalam relasi simetris juga, seseorang bertanggung jawab atas eksistensi orang lain. Namun, tanggung jawab yang dipikulnya jauh lebih berat ketimbang hak dan kebebasannya untuk menjadi manusia merdeka dan bebas. 

Hubungan dalam organisasi misalnya, bagi Levinas, seharusnya setiap mahasiswa diperlakukan sama dengan melakukan relasi a-simetris. Dalam relasi ini, mahasiswa senior berbeda dengan mahasiswa junior, tidak setara dengannya, tetapi menyadari tanggung jawab etisnya. 

Dengan kesadaran ini, tanggung jawab tidak membebaninya, tapi kerelaan yang lahir dari kebebasannya membuat individu rela menyerahkan apa yang dimiliki bagi orang lain. Levinas, merumuskannya menjadi "saya-ada-untuk-yang-lain".

Ketika seseorang memperlakukan orang lain lebih mulia dan terhormat melebihi apa yang dilakukan bagi diri sendiri. Itulah yang diistilahkan dalam Islam dengan "rahmatan lil-insaniyiin", rahmat bagi seluruh umat manusia.