Soal Kekayaan Harta, Tengoklah Qarun dan Rabiah Al-Adawiyah

Notification

×

Iklan

Iklan

Soal Kekayaan Harta, Tengoklah Qarun dan Rabiah Al-Adawiyah

Rabu, 16 Juni 2021 | 16:51 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:32Z


Penulis
Asep Dudinov AR

Ketika kemiskinan mendera, sanggupkah kita bertahan? Pun ketika kekayaan menghampiri, mampukah kita menahan gempurannya? Tak sedikit yang menganggap, bahwa yang disebut sebagai ujian atau cobaan dari Allah Swt. hanyalah yang pahit-pahit, yang susah-susah, dan yang sempit-sempit saja.


Padahal, kelapangan, kebahagiaan, kesuksesan, dan kekayaan juga merupakan batu ujian dalam bentuk yang lain. Hanya sebagian sajalah yang mampu memahaminya. Ada orang yang bisa melewatinya, juga banyak orang yang terjerumus dengan kekayaan yang mereka miliki.

Bacalah kisah Qarun. Orang yang hidup pada zaman Nabi Musa 'alaihissalam tersebut merupakan salah satu contoh manusia yang terbuai dengan harta yang dikuasainya. Ia membangga-banggakan bahwa hartanya adalah hasil jerih payahnya sendiri tanpa campur tangan yang Maha Kuasa.

Ia dengan pongah memamerkan apa yang didapatnya, seolah-olah Qarun tak akan mencapai ajalnya yang pasti tiba. Konon, kunci lemari kekayaan Qarun mesti ditarik oleh sejumlah budak saking menumpuknya emas, perak, dan kekayaan lain yang dipunyainya.

Barangkali Allah Swt. sengaja membiarkan Qarun dengan perilakunya yang seperti itu agar menjadi contoh bagi manusia di masa depan apabila ada yang bermegah-megahan dengan harta kekayaan yang sifatnya fana. Dan terbukti Allah Swt. memberikan balasan yang setimpal bagi Qarun.

Ia tenggelam ke dalam perut bumi bersama harta yang dikumpulkannya. Dengan begitu, harta yang banyak itu menjadi tak berguna. Tak bermanfaat selain menjadi sumber bencana yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

Allah Swt. mewanti-wanti dalam surat At-Takaatsur bahwa akan celakalah orang-orang yang bemegah-megahan akan kehidupan duniawi hingga manusia itu masuk ke liang lahad. Barulah ketika manusia menemui akhir hidupnya, ia akan berhenti.

Dalam catatan Muhammad Asad, penulis The Message of The Quran, ia menjelaskan bahwa kata ‘at-takaatsur’ mengandung makna ‘secara serakah berupaya keras untuk memperoleh tambahan’ baik yang kasat mata maupun tidak. Ia berobsesi untuk memperoleh lebih banyak dan lebih besar lagi atas kenyamanan, harta, dan kekuasaan dari sesama manusia yang lain atau atas alam, serta kemajuan teknologi.

Nah, caranya dilakukan dengan mengesampingkan segala sesuatu yang lain, menghalangi manusia dari segenap pemahaman ruhani dan membuatnya enggan menerima pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan yang didasarkan pada nilai-nilai yang murni bersifat moral.

Singkatnya, perilaku manusia-manusia yang telah terbutakan mata hatinya hanya untuk harta, harta, dan harta adalah dengan menjalankan jargon: Halal, Haram, Hantam. Tak peduli dari mana dan dengan cara apa, yang penting harta yang jadi tujuannya bisa didapatkan dan dikumpulkan.

Rabiah Al-Adawiah, tokoh wanita yang legendaris dalam dunia tasawuf, pernah menerima hadiah rumah yang cukup mewah dari seseorang yang bermaksud baik agar ia dapat menjalankan ibadahnya dengan baik, tanpa harus dipengaruhi oleh pikiran yang membuatnya memikirkan tempat tinggal.

Apa jawaban Rabiah? “Saya takut, hati dan jiwaku tertumpu pada keindahan dan kemolekan rumah ini, sehingga tidak dapat menyibukkan diri beramal untuk menghadapi hari kiamat. Satu-satunya keinginan yang terpatri dalam hatiku adalah menyerahkan seluruh jiwa raga dan menghabiskan sisa usia untuk beribadah kepada Allah Swt.”

Harta bukan berarti tak boleh dikejar, hanya saja janganlah harta yang telah kita kejar dan dapatkan malah memperbudak manusia hingga lalai dan lupa kepada Allah Swt.