Bila Astronaut Meninggal di Luar Angkasa. Ini yang Dilakukan!

Notification

×

Iklan

Iklan

Bila Astronaut Meninggal di Luar Angkasa. Ini yang Dilakukan!

Sabtu, 17 Juli 2021 | 09:03 WIB Last Updated 2021-07-17T02:03:20Z

NUBANDUNG
– Apa yang terjadi jika astronaut meninggal di luar angkasa? Pertanyaan ini dipikirkan NASA selama bertahun-tahun. Ada bermacam teka-teki terkait etika dan logistik yang membutuhkan metode praktis untuk menjawabnya.

NASA dan lembaga antariksa negara lain harus memikirkan bagaimana caranya menghormati orang meninggal sekaligus mengeluarkan jenazah dari pesawat luar angkasa sesegera mungkin.

Bisakah mayat dibuang begitu saja? Nyatanya, tidak semudah itu. Undang-undang PBB pun, seperti dikutip dari IFL Science, sebenarnya melarang pembuangan mayat di luar angkasa.

Karena itu, NASA harus kreatif. Mereka menciptakan beberapa kelompok penelitian untuk menghasilkan beberapa ide yang bisa diterapkan, dan menjelajahi berbagai cara untuk membuang mayat di luar angkasa. Menurut beberapa orang yang terlibat, hanya sedikit ide solid yang dikemukakan sebagai solusi, tetapi ada satu yang menonjol meskipun agak aneh.

Bekerja sama dengan perusahaan pemakaman ekologi Promessa, satu tim peneliti mengusulkan ide yang dinamakan ”Body Back”. Pertama, tubuh harus disingkirkan dari pandangan dan mencegahnya mencemari udara di dalam pesawat luar angkasa saat membusuk.

Para ilmuwan mengusulkan mayat dimasukkan ke dalam kantong Gore-Tex, kantong jenazah ruang angkasa, dan disegel. Tahapan ini memungkinkan etika penghormatan kepada anggota kru yang gugur.

Selanjutnya, Body Back dikirim ke Mars. Pasalnya, mengirim mayat kembali ke Bumi adalah hal yang tidak mungkin. Mereka juga tidak dapat dikremasi, karena nyala api, tekanan oksigen, dan lingkungannya tidak sama dengan di Bumi.

Jadi, tim beralih ke cara promession, yaitu teknik penguburan ekologis dengan membekukan dan menggetarkan jenazah hingga tubuh hancur menjadi debu. Cara ini berpotensi mengembalikan mayat ke ekosistem dalam bentuk bentuk pupuk, jika mereka ingin memanfaatkannya.

Solusi ini ditemukan oleh pendiri Promessa, Susanne Wiigh-Mäsak, dan ditawarkan ke berbagai lembaga hingga 2015. Ide ini sempat dibantah oleh para kritikus yang mengatakan tidak mungkin menggunakan cara ini.

NASA jadi salah satu lembaga yang masih penasaran dengan solusi tersebut, dan memikirkan cara untuk mewujudkannya di luar angkasa. Idenya adalah dengan menempatkan tubuh di dalam tas dan menyimpannya ke suhu ruang yang beku.

Setelah cukup beku, tas berisi mayat tersebut akan digetarkan oleh lengan robot sampai menjadi bubuk halus. Debu ini kemudian bisa disimpan, siap untuk dikembalikan ke pihak keluarga berbarengan dengan kru pesawat luar angkasa pulang ke Bumi, atau digunakan sebagai pupuk.

Namun opsi kedua masih diperdebatkan karena diperlukan studi lebih lanjut untuk membuktikan praktik penguburan terestrial bisa mengubah mayat menjadi kompos.

Ide ini dikembangkan pada 2005. Namun karena perusahaan Promessa saat ini dilikuidasi dan tidak ada lagi kabar dari NASA tentang ide tersebut, solusi ini belum jelas nasibnya.

Pada 2013, pendiri Promessa mengumumkan bahwa NASA atau organisasi swasta lain yang tidak disebutkan namanya siap menggunakan rencana tersebut dalam keadaan darurat selama perjalanan mereka ke Mars. Namun informasi ini belum terverifikasi.

Sumber: Detik.com