Dog-Dog Lojor, Angklung Buhun Khas Sunda Banten yang Ekologis

Notification

×

Iklan

Iklan

Dog-Dog Lojor, Angklung Buhun Khas Sunda Banten yang Ekologis

Selasa, 16 November 2021 | 09:05 WIB Last Updated 2021-11-16T02:05:59Z


NUBANDUNG
- Batang bambu sejak dulu selalu dimanfaatkan masyarakat Sunda di Indonesia untuk menunjang berbagai aktivitas kesehariannya. Salah satunya dijadikan sebagai alat musik tradisional untuk mengiringi kegiatan adat tertentu.


Sebut saja angklung, arumba hingga celempung. Namun, di tatar Sunda sendiri terdapat alat musik bambu yang sudah sangat jarang dimainkan yaitu Dog-Dog Lojor. Tradisi tetabuhan dengan batang bambu berukuran besar tersebut populer di wilayah Banten bagian Selatan.


Pengiring Upacara Ruwatan


Dikutip dari indonesiakaya.com, kesenian dog dog lojor biasa digunakan sebagai alat pengiring upacara adat tertentu seperti seren taun maupun ruwatan. Biasanya para penabuh dog dog lojor akan menabuh dengan irama yang unik dan saling bersahut sahutan.


Hal tersebut sesuai dengan tema dari seren taun yang merupakan upacara adat sebagai peggambaran rasa syukur dari hasil pertanian yang dianggap melimpah oleh masyarakat setempat.


Biasanya dog dog lojor akan dimainkan ketika para petani mulai mengawinkan Dewi Sri (dewi kesuburan tani) dengan guru bumi (penanaman benih ke dalam tanah). Hal tersebut dilakukan saat bulan ke tujuh kalender masyarakat baduy, karena mayoritas yang memainkan merupakan masyarakat baduy.


Pesan Ekologis


Dilansir dari laman Kemendikbud, alat musik yang mirip dengan angklung tersebut memiliki 7 jenis nama sesuai bentuknya yang beragam dan selalu dihadirkan dalam setiap pementasan seren taun.


Ketujuh jenis dog dog tersebut diketahui merupakan simbolasi dari makhluk yang hidup dan bersinergis dengan alam.


Ketujuh dog dog tersebut adalah: dog dog indung untuk menggambarkan suara katak, dog dog trolok menggambarkan suara air, sedangkan dog dog reyol satu, dan reyol dua, lebih bersifat sebagai pengiring.


Filosofi Warna Dog Dog


Dog dog ringkung dan gimping sebagai suara hujan dan suara angin, dog dog engklok dan letik. Untuk suara air mengalir, dan yang terakhir adalah dog dog dongdong sebagai suara unggas.


Filosofi tersebut diperlengkap dengan dominasi warna hitam dan cerah dari pakaian yang dipakai oleh para penabuh alat musik bambu itu. 


Menurut cerita, simbol hitam merupakan penggambaran dari bersatunya bumi dengan alam berdasarkan kepercayaan adat setempat, sedangkan yang kedua adalah warna putih atau cerah sebagai bentuk langit yang menaungi di atasnya.


Cara Bermain Dog Dog Lojor


Pemain kesenian dog dog lojor menurut kepercayaan adat setempat harus dimainkan oleh laki-laki, dan jumlah pemainnya mencapai 12 orang. Terdiri dari 9 orang pemain dog dog, dan 3 orang lainnya pemain bedug sebagai pelengkap. Peralatan penunjangnya pun berjumlah 12 unit (3 unit bedug dan 9 unit dog dog).


Seiring perkembangannya, permainan musik unik tersebut dikembangkan menjadi beragam variasi. Salah satu bentuk pengembangan yang selalu ditampilkan adalah ‘ngadu dogdog’.


Dalam prosesi tersebut, terdapat penambahan satu kelompok pemain lagi yaitu penabuh angklung. Dua kelompok tersebut bermain dengan saling berhadapan dan saling memukulkan instrumennya di pola tertentu dengan gaya yang jenaka. Sehingga, bisa menjadi hiburan tersendiri bagi para penonton.