Imam Muhammad Ibn Sirin: Ulama Saleh nan Zuhud Penulis Kitab Tafsir Mimpi!

Notification

×

Iklan

Iklan

Imam Muhammad Ibn Sirin: Ulama Saleh nan Zuhud Penulis Kitab Tafsir Mimpi!

Sabtu, 28 Agustus 2021 | 13:54 WIB Last Updated 2021-09-15T16:36:42Z


NUBANDUNG
— Muhammad Ibn Sirin al-Bashri lahir di Kota Bashrah, Irak, pada 33 H (653 M). Imam Ibn Sirin adalah seorang penulis termasyhur dan ulama terhormat di masa hidupnya.


Ia hidup di abad pertama kekhalifahan Islam dan belajar fiqih serta hadis dari tangan para pengikut pertama sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Di antara tokoh-tokoh yang sezaman dengannya adalah Imam Anas Ibn Malik, al-Hasan ibn Abi al-Hasan al-Bashri, Ibn ‘awn, al-Fudhayl ibn ‘Iyadh, dan banyak tokoh lainnya.


Muriq al-’Ujali pernah berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih bijak dalam kesalihannya atau lebih alim dalam ilmunya daripada Muhammad Ibn Sirin.”


Dalam kamus biografinya, Khayruddin az-Zerekli menggambarkan Imam Muhammad Ibn Sirin sebagai seorang yang saleh, bertakwa kepada Allah, dan seorang Mukmin yang kuat, tuan rumah yang pemurah, dan sahabat yang bisa dipercaya.


Al-Hasan ibn Abi al-Hasan al-Bashri pernah berkata, “Ada suatu masa ketika, jika seseorang mencari ilmu, engkau dapat melihat efek ilmu itu pada setiap sisi kehidupannya, termasuk kesalihannya, tindakannya, ujarannya, pandangan dan penglihatannya.”


Imam Muhammad Ibn Sirin sering berkata, “Ketika Allah Yang Mahakuasa hendak membimbing hamba-Nya, Dia akan mengarahkannya kepada seorang bijak untuk memperingatkannya.” Ia juga sering berkata, ”Jika seseorang ingin beroleh kemenangan di dunia ini dan di akhirat nanti, maka ia harus mencari teman yang memerintahkannya untuk melakukan kebaikan dan mencegahnya melakuan kejahatan.”


Imam Ibn Sirin biasa berpuasa selang satu hari selama hidupnya. Pada hari ketika ia tidak berpuasa, biasanya ia makan siang, tidak makan malam, dan makan sedikit di waktu sahur, sebelum menunaikan shalat Subuh. Ia biasanya bangun malam selama bulan Ramadhan untuk melakukan shalat, dan ia sering berkata, “Seseorang harus bangun untuk melakukan shalat malam, setidaknya selama waktu yang dibutuhkan untuk memerah susu kambing.”


Hisyam ibn Hasan pernah menginap di rumah Imam Ibn Sirin dan bercerita pada temannya, “Aku mendengar ia terisak di waktu malam, padahal ia adalah tuan rumah yang sangat ceria sepanjang siangnya.”


Hafshah binti Sirin, saudara Imam Ibn Sirin, pernah berkata, “Ketika Muhammad dipanggil oleh ibu kami, ia biasanya berdiri di hadapannya dengan sopan dan menahan diri untuk tidak bicara kepadanya dengan suara keras.”


Seseorang pernah mengunjungi Imam Ibn Sirin yang sedang bersama ibunya dan terkesan oleh rasa hormat Imam ibn Sirin kepada ibunya. Ketika orang itu pergi, ia bertanya, “Apa Muhammad sedang sakit? Seseorang menjawab, “Ia baik-baik saja. Ia sangat menghormati ibunya sehingga ia hampir luluh ketika berada bersamanya.”


Seseorang menanyakan pendapat Imam Ibn Sirin tentang tafsir mimpi. Ibn Sirin menjawab, “Takutlah kepada Allah ketika engkau jaga, dan jangan khawatir tentang apa yang engkau lihat dalam mimpi.” Ketika ia diminta untuk memberi pendapat dari sudut pandang agama ihwal dua tafsir yang mirip, ia memilih yang paling dekat dengan kitab Allah. Ia pernah berkata, “Pada dasarnya, pengetahuan ini diambil dari agama kita. Jadi, perhatikan dengan baik dari siapa engkau mempelajarinya!”


Musa ibn al-Mughirah pernah berkata, “Aku melihat Muhammad Ibn Sirin pergi ke pasar di tengah hari. Ia begitu khusyuk dalam doanya, mengagungkan dan memuji Allah. Seseorang bertanya kepadanya, “Wahai Abu Bakar (diambil dari nama ayahnya), apakah ini waktu untuk membacakan doa-doa itu?’ Ibn Sirin menjawab, “Ketika berada di tengah pasar, orang dapat tertipu oleh gemerlapnya dan menjadi lupa pada kewajibannya.”


Suatu ketika, panggilan azan terdengar tatkala mereka sedang mengadakan pertemuan. Ketika orang-orang berdiri untuk melaksanakan salat, Imam Ibn Sirin berkata, “Biarlah orang yang paing fasih membaca Alquran mengimani kita, karena di antara kita ada orang-orang yang sudah menghafalnya.” Setelah selesai salat berjamaah, Ibn’Awn bertanya kepada Imam IbnSirin, “Mengapa engkau menolak menjadi imam salat? Ia menjawab, “Aku tidak ingin orang-orang berkata, ‘Ibn Sirin mengimani salat kita malam ini.”


Imam Ibn Sirin sering menolak barang-barang halal sekalipun, karena takut akan menyimpangan. Ia sering diundang ke pesta pernikahan, dan sebelum meninggalkan rumah, ia meminta pada keluarganya, “Beri aku makanan yang manis-manis!” Merka menjawab, “Bukankah engkau akan pergi ke pesta pernikahan dan engkau akan memperolehnya di sana?”


Ia menjawab, “Aku tidak suka memuaskan rasa laparku dengan makanan orang lain.” Ia juga sering berkata, “Jangan bebani saudaramu dengan sebuah pemberian lebih besar dari apa yang dapat ditanggungnya.” Hisyam ibn Hasan pernah berkata, “Ketika Hind binti al-Muhallab mengundang Hasan al-Bashri dan Ibn Sirin untuk makan, Hasan pasti datang, sedangkan Ibn Sirin menolak.”


Pernah Imam Ibn Sirin menolak sebuah hadiah senilai empat puluh ribu dirham karena ragu-ragu tentang kehalalan sumbernya. Ketika mengomentari tindakan ini, Sulayman at-Taymi berkata, ”Ia menolak karena tak seorang ulama pun akan berbeda pendapat tentang ketidaksahannya.” Ketika Ibn Sirin ditanya tentang dua saudara yang kemudian menjadi saling bermusuhan, ia menjawab, “Kejahatan menyelinap di antara mereka.”


Ibn Zuhayr pernah berkata, “Setiap kali kata kematian disebutkan di hadapan Ibn Sirin, seluruh tubuhnya bergetar.” Ketika Imam Ibn Sirin berbaring menjelang kematiannya, ia berkata pada anak laki-lakinya, “Anakku! Bayarkan utang-utangku. Bayarkan apa yang kupinjam dari orang lain.”


Anaknya menjawab, “Wahai ayahku, apakah aku harus membebaskan seorang budak atas namamu?”


Ibn Sirin menjawab, “Allah Yang Mahakuasa berkuasa memberi aku dan engkau apa-apa yang baik yang engkau lakukan atas namaku.”


Imam Ibn Sirin wafat di Kota Bashrah pada 110 H (729 M) di usia tujuh puluh enam.


sumber: Kitab Tafsir Mimpi Ibnu Sirin