Reog Sunda, Kesenian Lokal Pasundan yang Dilupakan Warganya

Notification

×

Iklan

Iklan

Reog Sunda, Kesenian Lokal Pasundan yang Dilupakan Warganya

Rabu, 01 Desember 2021 | 12:31 WIB Last Updated 2021-12-01T05:31:07Z


NUBANDUNG
– Selama ini Jawa Barat dikenal sebagai salah satu daerah dengan tradisi khasnya yang unik dan beragam. Berdasarkan data dari publikasi Kemdikbud di tahun 2018, setidaknya terdapat 1.165 kesenian yang tercatat.


Salah satu di antaranya adalah reog Sunda. Tentu tradisi Reog sudah berkembang lawas di Parahyangan sejak dahulu kala. Kesenian tersebut awalnya merupakan sebuah tari-tarian yang kerap dimainkan untuk menyebarkan Islam.


“Pada zaman dahulu reog sudah berkembang dalam rangka mengibarkan agama islam, hingga tahun 1965 yang mulai terjadi huru-hara sampai 1970-an aktivitasnya kian berkurang,” kata Endang Tariana, selaku ketua Paguyuban Seni Reog Jawa Barat, seperti dikutip dari kanal Ismail Fahmi (19/11).


Dalam setiap pementasannya, tarian tersebut juga kerap diiringi oleh alat musik bambu besar, yang menghasilkan pola ketukan bernama dogdog. Reog Sunda banyak dipentaskan di wilayah Kabupaten Sumedang, Bandung, serta beberapa wilayah di tatar Parahyangan lainnya.


Kerap dipentaskan oleh empat orang


Dikutip dari Disparbud.jabarprov.go.id, reog Sunda kerap dimainkan oleh empat orang seperti dalang untuk mengatur jalannya permainan, lalu wakil dalang serta asistennya satu orang untuk membantu hal teknis dan satu orang berikutnya sebagai penabuh dog-dog.


Namun di beberapa daerah, reog juga dipentaskan oleh empat orang dengan seluruh pemainnya memainkan dialog dan diiringi kendang, terompet, gong, dan kecapi, serta alat musik modern seperti keyboard dan gitar elektrik.


“Kesenian reog dimainkan oleh empat orang, yaitu seorang dalang yang mengendalikan permainan, wakilnya dan ditambah oleh dua orang lagi sebagai pembantu. Dalang memainkan dogdog berukuran 20 cm yang disebut dogdog tilingtingtit. Wakilnya memegang dogdog yang berukuran 25 cm yang disebut panempas, pemain ketiga menggunakan dogdog ukuran 30-35 cm yang disebut bangbrang dan pemain keempat memegang dogdog ukuran 45 cm yang disebut dadublag,” seperti tertulis di situs tersebut.


Perbedaan dengan reog Ponorogo


Salah satu hal yang mencolok dan menjadi ciri khas dari reog Sunda adalah tidak terdapatnya topeng besar dan tanpa suasana mistis sama sekali. Selain itu, reog Sunda juga kerap membawakan tema yang jenaka dengan isu sosial yang sedang hangat.


Seperti terlihat di salah satu video pementasan reog Sunda di Kabupaten Sumedang yang diunggah di kanal Krisna Euy, di video tersebut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan berupaya mensosialisasikan adaptasi kebiasaan baru lewat pertunjukan reog Sunda.


“Sampurasun, dina dinten ieu aya makalangan ti Dinas Pariwisata Kabupaten Sumedang aya sosialisasi perkawis new normal atawa AKB alias adaptasi kebisaaan baru. (Permisi semuanya, di hari ini kami ada pesan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Sumedang untuk mensosialisasikan tentang new normal atau AKB alias Adaptasi Kebiasaan Baru),” tutur para pemain reog Sunda dengan gaya jenakanya tersebut.


Grup reog Sunda yang masih cukup eksis


Saat ini terdapat beberapa grup reog yang masih cukup eksis menghibur masyarakat di Jawa Barat seperti Reog Gembol Grup dari Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Reog Gojeh dari Kebon Waru, Batununggal, Kota Bandung serta Reog Family Grup dari Conggeang Kulon, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.


Sumber: Merdeka.com