Penggila Kerja, Pengharapan Absurd dan Cita-Cita

Notification

×

Iklan

Iklan

Penggila Kerja, Pengharapan Absurd dan Cita-Cita

Sabtu, 04 September 2021 | 07:16 WIB Last Updated 2022-09-09T01:42:13Z

Kita bukan Sisifus yang terus mendorong batu besar tanpa melakukan istirahat karena untuk menebus kesalahan yang telah dilakukan. Kita adalah manusia sadar yang memiliki kesadaran bahwa hidup membutuhkan istirahat agar tubuh menjadi fit dan semangat memulai pekerjaan lagi.

Albert Camus menyebut laku mendorong batu besar yang dilakukan Sisifus sebagai mengejar “pengharapan absurd”. Sebuah harapan anak manusia yang tak akan pernah terwujud meskipun hayat meninggalkan badan.

Pun begitu dengan mencari harta dalam hidup ini. Ia pantas dianalogikan dengan fatamorgana di Padang pasir. Ketika kita mendekatinya, maka bayangan fatamorgana tersebut akan semakin menjauh. Dengan rasa penasaran, kita dekati lagi fatamorgana tersebut.

Semakin lama bayangan yang menarik dan indah itu lenyap seketika. Hari ini kita mampu membeli sepeda, semakin lama ada keinginan membeli sepeda motor. Ketika sudah memiliki sepeda motor, keinginan meningkat lagi menginginkan mobil mewah. Terus-menerus keinginan duniawi itu merangkak naik bagai pergerakan eskalator di pusat perbelanjaan.

Tak heran dalam teori ekonomi, ketika memproduksi sebuah barang memanfaatkan keinginan manusia yang selalu mengalami peningkatan. Lihat saja, produk HP maupun komputer hampir setiap bulan, perusahaan elektronik di dunia mengeluarkan seri terbaru. Dari keinginan manusia inilah, permintaan atas sebuah produk mengalami peningkatan.

Pengusaha diuntungkan dan lowongan kerja terbuka lebar, karena banyaknya permintaan manusia agar dapat memenuhi keinginan. Namun, banyak terjadi eksploitasi yang dilakukan pemilik modal kepada para pekerja. Gaji yang kecil, jam kerja yang padat, serta jaminan sosial kecelakaan yang tak dipenuhi.

Shalat dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw., adalah sebuah alat untuk hiburan. Seperti yang pernah disabdakannya, bahwa shalat adalah hiburanku.Laiknya hiburan, sudah semestinya shalat mampu meredakan kepenatan yang terjadi akibat kita terlalu capek dalam mengerjakan pekerjaan.

Hiburan, bagi umat Islam, bukan pergi berkaraoke ke diskotik. Bukan pula menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan sesaat.

Muslim sejati; baik pekerja, pengusaha, pejabat, PNS dan ibu rumah tangga ketika lelah mendera akibat aktivitas kerja yang padat adalah dengan menghibur diri melalui shalat.

Dalam gerakan dan bacaan shalat, ada terkandung makna filosofis dan manfaat psikologis yang sangat tak terkira. Kita, yang sering lelah ketika sedang mengerjakan sesuatu, segarnya air wudhu dan gerakan shalat dapat mengembalikan tubuh pada kondisi yang siap tempur kembali. 

Shalat, bagaikan refleksi yang berdampak pada hidup dan tubuh kita.

Coba camkan bahwa hidup di muka bumi bukan hanya untuk bekerja saja. Berikanlah waktu sejenak untuk merefleksi aktivitas kita selama ini. Ketika kita mampu berbuat demikian, itulah orang yang mampu meraih kesuksesan secara paripurna.

Bukankah, kita sering berdoa kepada-Nya saat menyelesaikan shalat, “Ya Allah, ya Tuhan kami, berikanlah seluruh kebaikan dunia ini dan berikanlah juga kebaikan hari akhir”.

Kebaikan dunia, akan menjadi sesuatu yang berkah ketika kita berusaha memperoleh kebaikan akhirat juga. Bagi sang pekerja, pegawai, profesional, mahasiswa, akademisi, pejabat dan buruh; ibadah shalat lima kali dan sunah ialah upaya merengkuh kebaikan dunia dan akhirat.

Islam memerintahkan kita untuk kaya untuk mengamalkan ajaran Zuhud. Ajaran zuhud dapat dilaksanakan ketika kita memiliki kecukupan atau kekayaan material. Sebab, dalam konsep zuhud dijelaskan bahwa kita memiliki laku dan sikap yang tidak terjajah oleh harta.

Ketika kita ingin membuktikan kezuhudan dalam hidup ini, maka menjadi kayalah. Niscaya kita akan merasakan apakah temasuk orang-orang yang zuhud atau bukan. Dan, shalat yang kita laksanakan akan mengantarkan menggapai cita-cita tersebut, yakni menjadi kaya dan berperilaku zuhud.

Kesederhanaan adalah sesuatu yang inti bagi seorang muslim, pekerja, pegawai, mahasiswa, dan kaum profesional dalam memanfaatkan hasil kerja kerasnya.

Hakikat bekerja untuk mencari rezeki ialah dengan tidak memahami bahwa uang adalah segalanya. Di balik itu semua, ada kesehatan jasad dan spiritual yang patut kita perhatikan secara intensif dan berkesinambungan. Bekerjalah untuk kaya, tetapi setelah kaya jangan lantas bisa dijajah oleh harta dan benda.