Nilai Filosofi, Resep, dan Kelezatan Empal Gentong Khas Cirebon

Notification

×

Iklan

Iklan

Nilai Filosofi, Resep, dan Kelezatan Empal Gentong Khas Cirebon

Kamis, 07 Oktober 2021 | 12:45 WIB Last Updated 2021-10-07T05:45:14Z


NUBANDUNG
– Empal gentong lahir sebagai masakan khas yang melegenda dari Cirebon. Siapa sangka, makanan lezat berkuah ini punya nilai filosofis yang sarat makna.


Kelezatannya seakan terus mengundang lidah bergoyang. Tak heran makanan ini banyak diburu para penikmat kuliner dari berbagai daerah.


Secara umum, makanan khas Kota Udang ini berbahan dasar daging sapi atau jeroan (babat dan limpa) yang empuk. Bumbunya merupakan aneka rempah seperti bawang merah dan putih, kunyit, kemiri, merica, dan santan. Biasanya kuliner tradisional lezat ini disajikan bersama lontong atau nasi.


Sesuai namanya, empal dimasak menggunakan gentong di atas tungku. Jangan salah, gentong yang digunakan juga berasal dari pengrajin gerabah di Cirebon. Apa sebab? Memasak makanan khas ini butuh proses yang lama sehingga gentong yang digunakan harus punya ketahanan panas yang baik.


Bahan bakar yang digunakan berupa kayu pohon asam dan mangga lantaran punya kadar air yang tinggi sehingga tahan lama bahkan memberi aroma yang khas. Namun demikian, kini banyak penjual empal gentong yang sudah menggunakan panci dan memasaknya menggunakan kompor gas.

 

Empal gentong punya rasa yang khas. Bumbu rempah yang meresap ditambah bawang goreng dan irisan kucai begitu menggugah selera. Ditaburi sambal cabai rawit semakin menggoyang lidah bagi para pencinta masakan pedas.


Ternyata ada nilai filosofis yang terkandung di balik kelezatannya seperti dikutip dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat @bpnbjabar. Daging diibaratkan manusia yang perilakunya tidak dapat memberi keindahan dan kenikmatan kepada orang lain. 


Namun, dengan adanya kuah yang diumpamakan seperangkat tambahan nilai-nilai dari agama, maka perilaku manusia akan lebih teratur dan estetis.


Sedangkan gentong diibaratkan sebagai hukum dan seperangkat aturan yang melindungi empal dan kuah yakni manusia dan perilakunya. Tujuannya agar perilakunya tetap dalam batasan-batasan agama dan nilai-nilai kepercayaan.


Diyakini, empal dan kuah yang tetap ditaruh di dalam gentong rasanya akan tetap terjaga.