Emma Poeradiredja, Tokoh dan Pejuang Wanita dari Tatar Sunda

Notification

×

Iklan

Iklan

Emma Poeradiredja, Tokoh dan Pejuang Wanita dari Tatar Sunda

Kamis, 01 Desember 2022 | 20:37 WIB Last Updated 2022-12-01T13:37:46Z


NUBANDUNG.ID
– Emma Poeradiredja dikenal sebagai salah seorang tokoh wanita yang turut hadir dalam Kongres Pemuda di Jakarta. Pejuang kelahiran Cilimus, Kuningan, 13 Agustus 1902 ini begitu gencar memperjuangkan hak perempuan untuk memperoleh pendidikan dan kesejahteraan yang layak.


Perjalanan karier tokoh pejuang wanita asal Jawa Barat ini, bahkan tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa Indonesia. Perannya dalam pergerakan perjuangan kebangsaan demikian penting sejak zaman Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, dan Proklamasi Kemerdekaan.


Emma Poeradiredja memulai pendidikannya pada 1910–1917 di Hollandch Inlandsce School (HIS) Tasikmalaya. Setelah lulus, ia melanjutkan ke Meer Uitegebreid Lager Onderwijis (MULO) Bandung dari 1917 hingga 1921.


Pada 1921, Emma melanjutkan pendidikan di luar negeri, yaitu SSVS Dientoxamont. Lulusan dari sekolah ini dapat disetarakan dengan lulusan AMS atau HBS. Tak lama setelah lulus, ia diterima bekerja di Staatspoorwegen (SS) yang sekarang menjadi PT Kereta Api Indonesia.


Organisasi kepemudaan dan politik


Selama mengenyam pendidikan di MULO, Emma juga aktif sebagai anggota Jong Java dan anggota Jong Islamieten Bond (JIB) sekaligus sebagai ketua cabang Bandung pada 1925. Dalam kurun 1925–1940, pejuang wanita tiga zaman ini giat pula memimpin pandu putri, mulai dari Natipij kemudian Pandu Indonesia.


Aktifnya Emma di berbagai organisasi kepemudaan ikut mengantarkannya hadir di Kongres Pemuda I (1926). Saat Kongres Pemuda II pada 27–28 Oktober 1928, ia memberikan tanggapan khususnya mengenai kemajuan wanita dan pendidikan. Bersama rekan-rekannya, di Bandung ia mendirikan Dammeskring yang beranggotakan wanita pelajar dari berbagai suku pada 1927.


Tahun 1930, ia memimpin organisasi Pasundan Istri (PASI) dan tahun ini pula berperan sebagai penggagas undang-undang perkawinan untuk melindungi kaum wanita. Di bidang sosial, Emma mendirikan dan menjadi ketua pengurus panti asuhan di Bandung (1935) dan mendirikan rumah jompo di Bandung (1936).


Sejak masa Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Emma Poeradiredja juga sudah aktif di ranah politik. Pada 1938, ia terpilih sebagai wanita pertama yang menjadi Anggota Dewan Perwakilan Kota (Gemeenteraad) Bandung dan menjadi Ketua Kongres Perempuan Indonesia III.


Dalam perjalanan kariernya Emma pernah menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada 1959–1965, Anggota MPRS hingga 20 Maret 1968, dan Anggota DPR/MPR Pemilu 1971, dan masih banyak lagi.


Atas jasanya, Pemerintah Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada Emma Poeradiredja berupa Piagam Tanda Penghormatan Bintang Mahaputra Pertama IV pada 1975. Pejuang wanita tiga zaman asal Jawa Barat ini wafat pada Senin, 16 April 1976 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Kota Bandung.***