Tanamkan Prasangka dan Kecurigaan, Waspadalah! Ini 7 Mitos Memaafkan

Notification

×

Iklan

Iklan

Tanamkan Prasangka dan Kecurigaan, Waspadalah! Ini 7 Mitos Memaafkan

Rabu, 28 Desember 2022 | 13:33 WIB Last Updated 2023-09-06T06:45:30Z


NUBANDUNG.ID
- Nggak mau maafin orang yang berbuat salah, tandanya kamu terpapar mitos dalam memaafkan. Mitos ini bakal dipercaya sebagai kebenaran, bila ada prasangka dan kecurigaan dalam dada. 


Gejalanya, kamu ogah maafin, mendendam, nggak mau bicara dengan orang tersebut, dan hati dipenuhi kedengkian.  


Di buku yang berjudul, The 7 Laws of Happiness (Kaifa, Bandung, 2010, hal. 350-352), Arvan Pradiansyah memasukkan laku memaafkan (forgiving) pada hukum ke-6 untuk menciptakan kebahagiaan dalam hidup. 


Dia mengatakan, bahwa memberi maaf kepada orang lain lebih sulit daripada tindakan memberi yang lainnya. Sebab, dalam pemaafan terkandung hal yang bertentangan banget dengan karakter dasar manusia, yang selalu ingin membalas perlakuan orang lain terhadapnya. 


Beliau juga mengatakan bahwa saat kita nggak mau memaafkan orang lain, itu pertanda bahwa jiwa kita belum bahagia. Utamanya, hal itu dipengaruhi oleh persepsi salah, prasangka dan kecuirgaan berlebih sehingga memercayai mitos-mitos dalam memaafkan. 


Nah, ingin tahu apa aja mitos-mitos tersebut, kan? Berikut ini, kami olah dari buku The 7 Laws of Happiness, hal. 352-355. 


1. Memaafkan adalah kepentingan orang yang menyakiti hati kita. Ini mitos, sebab sebetulnya, memaafkan tidak berkaitan dengan orang lain. Saat memaafkan, kita seolah membantu diri sendiri membebaskan dari dendam kesumat. 


2. Memaafkan berarti melupakan. Ini mitos, lho; sebab memaafkan diperlukan untuk kesehatan jiwa kita, sementara melupakan sangat berbahaya bagi pertumbuhan mental. 


3. Memaafkan, bisa dilakukan saat orang lain meminta maaf. Ini juga mitos, bray; sebab menunggu seseorang meminta maaf ialah pekerjaan sia-sia. Mitos ini dibangun karena ada anggapan bahwa memaafkan butuh dua orang, padahal satu orang pun memaafkan bisa dilakukan. (Hal. 352-353). 

 

4. Memaafkan bisa dilakukan setelah kita membalas (balance) perbuatannya. Ini mitos salah banget, ya; sebab membalas perbuatan buruk dengan perbuatan buruk ialah salah satu tindakan tidak adil.


5. Memaafkan menunjukkan kebodohan dan kelemahan kita. Ini mitos berbahaya banget, ya; sebab kemampuan untuk memaafkan justru merupakan pertanda kita kuat karena menganggap apa yang dilakukan orang terebut, tidak berpengaruh bagi hidup kita. (Hal. 354). 


6. Menahan pemberian maaf memberimu kekuasaan terhadap orang yang melukai hatimu. Ini mitos menyesatkan banget, ya; sebab dengan menahannya bukan kamu yang menguasai hidup, tapi orang tersebut yang akan terus menerus membayangi kehidupanmu dengan mengingatnya dalam keseharian. 


7. Memaafkan seseorang membuat orang itu menyangka bahwa kamu setuju dengan apa yang dia lakukan. Ini mitos menumbuhkan keraguan, ya; sebab dengan memaafkan kamu memahami kesalahannya, masuk ke dalam cara berpikirnya, dan memaklumi cara berpikirnya untuk berbuat kesalahan. (Hal.355) 


Jadi, mulai sekarang maafin ya kesalahan orang lain, supaya kamu jadi manusia terpuji dan diistimewakan di akhirat. Rasulullah Saw bersabda, “Sesiapa yang ingin dibangunkan baginya bangunan di surga, hendaknya ia memaafkan orang yang mendzaliminya, member orang yang bakhil padanya dan menyambung silaturahmi pada orang yang memutuskannya.” (HR. Thabrani).


Prof Quraish Shihab, dalam buku berjudul, Membumikan Al-Quran (Mizan, Bandung, 1997), menjelaskan bahwa kata maaf berasal dari bahasa Arab, yakni “al-afwu” yang berarti “menghapus”, yakni menghapus bekas-bekas luka di hati. 


Katanya, bukanlah, memaafkan kalau masih tersisa bekas-bekas luka di dalam hati, apalagi dendam yang membara dan membahana.  ***