Inisiatif Energi Listrik dari Curug Dago Sejak 1893

Notification

×

Iklan

Iklan

Inisiatif Energi Listrik dari Curug Dago Sejak 1893

Rabu, 11 Januari 2023 | 10:58 WIB Last Updated 2023-01-11T03:58:07Z

A.J.W. Deije, bisa jadi, orang pertama yang mengusulkan gagasan untuk memanfaatkan Curug Dago sebagai sumber pembangkit energi listrik pada 1893. Sumber: Bataviaasch Nieuwsblad, 29 April 1893.

Oleh: ATEP KURNIA*


NUBANDUNG.ID - Paling tidak sejak 1893, orang Bandung sudah punya inisiatif untuk memanfaatkan Curug Dago sebagai sumber pembangkit energi listrik untuk wilayah Bandung dan sekitarnya, termasuk Cimahi. 


Salah seorang penggagasnya dr. A.J.W. Deije, dokter sipil di Bandung (“civiel geneesheer te Bandoeng”), melalui satu artikelnya yang dimuat dalam Bataviaasch Nieuwsblad edisi 29 April 1893. Artikelnya bertajuk “Bandoeng en Zijn Klimaat” atau Bandung dan iklimnya.


Dalam artikel yang ditulisnya di Bandung pada 13 April 1893 itu, Deije memimpikan Bandung ideal dari sisi kesehatan, yaitu “Saya telah merenungkan betapa vila-vila dan taman-taman mengejar sawah-sawah di sekitar Bandung, sehingga meningkatkan kesehatan; air gunung sebening kristal mengalir ke setiap rumah; air-air mancur memancar di tengah-tengah taman hijau dan jalan-jalan diterangi oleh lampu listrik, yang dengan murah dapat disuplai dari Curug Dago, 5 kilometer di sebelah utara kota, di mana air Cikapundung jatuh dari ketinggian 15 meter pada dinding batu basal yang curam”.


Dua tahun kemudian giliran H.J. Prins yang mengungkapkan gagasan pemanfaatan Curug Dago. Kali itu listrik untuk penggerak mesin-mesin De Javasche kininefabriek yang akan didirikan di Bandung. Beritanya saya simak dari Bataviaasch Nieuwsblad dan Soerabaijasch Handelsblad edisi 6 Mei 1895. 


Konon, Prins telah melayangkan permohonan (kepada pemerintah kolonial) untuk mendirikan De Javasche kininefabriek di Bandung pada sebidang lahan di dekat gua yang juga berdekatan dengan Curug Dago yang aliran airnya berasal dari Sungai Cikapundung. Konon, secara umum, lokasi tersebut sudah diketahui berjarak dari 4 pal dari Stasiun Bandung, dan dapat dicapai melalui jalan rintisan.


Gagasan Prins adalah menempatkan sebuah turbin di gua, yang dapat menggantikan mesin uap berkekuatan 50 daya kuda yang diperlukan bagi pendirian pabrik kina itu. Bila terwujud, dapat dilakukan penghematan 20.000 gulden per tahun untuk pembelian batubara. Pada gilirannya, penghematan itu tentu akan menguntungkan pada biaya produksi kina. 


Setelah Prins, ada RBM yang menulis artikel dalam De Preanger-bode edisi 25 Januari 1897. Dalam tulisan bertajuk “Een goed en groot plan” (sebuah rencana yang bagus dan besar) yang ditulisnya di Bandung pada 18 Januari 1897, RBM mengajukan pikiran bahwa sumber daya listrik dari Curug Dago dapat digunakan untuk menerangi Cimahi yang sedang dibangun.


Mulanya, RBM menyatakan ketika seseorang mengamati tanah barak-barak militer di Cimahi, yang masih sedang dibangun, dan membayangkan betapa besarnya blok-blok bangunan militer, rumah-rumah pribadi, jalanan, alun-alun, orang tersebut tentu akan tiba pada pemikiran penerangan saat malam. Karena dalam pemikirannya, “kota militer” itu membutuhkan penerangan yang baik saat malam demi kedisiplinan dan pengawasan.


Kata RBM, pemerintah yang telah menghabiskan jutaan gulden tentunya tidak akan ragu-ragu mengeluarkan biaya bagi penerangan kota baru itu. Sebabnya, penerangan dengan minyak tanah di samping tidak efektif dan tidak nyaman, membutuhkan banyak pegawai dan memerlukan waktu lama. Demikian pula perawatan alat-alatnya akan membutuhkan perhatian, ditambah suplai bahan bakarnya, dan kemungkinan mudah terbakarnya minyak tanah.  


Dengan demikian, dia menyepakati permohonan Bosscha dan Kerkhoven Jr agar dapat membangun dan mengoperasikan penerangan listrik bagi barak-barak militer di Cimahi. Lebih dari itu, dengan dioperasikannya listrik, kata RBM, bukan hanya Cimahi yang dapat diterangi, melainkan juga bangunan-bangunan pemerintah di Bandung serta bengkel dan Stasiun Bandung, yang hanya berjarak 6-7 kilometer jauhnya dari Cimahi. 

Dalam hal itu, kata RBM, sudah tiga tahun ini sudah berjalan penyelidikan pendahuluan untuk mencari peluang penerangan listrik bagi bangunan-bangunan pemerintah di Bandung. Dua tempat yang diselidiki dan diperkirakan mampu menyediakan sumber daya listrik adalah Curug Dago dari Sungai Cikapundung dan Curug Jambudipa di Sungai Cimahi.


Penyelidikan membuktikan bahwa Curug Dago memproduksi air yang cukup, tetapi tidak ketinggiannya kurang (10-12 meter) dan Curug Dago meskipun ketinggiannya 25-30 meter tidak cukup massa airnya kala musim monsoon timur, apalagi Sungai Cimahi kerap digunakan untuk mengairi sawah. Dengan demikian, tidak cukup sumber daya untuk menggerakkan turbin bagi mesin listrik. Saat ini, kata RBM, Bosscha dan Kerkhoven Jr sedang mempersiapkan penyelidikan baru untuk membuat penerangan listrik bagi barak militer Cimahi dan bengkel serta Stasiun Bandung.


Dari tuturan RBM di atas kita dapat mengetahui Bosscha dan Kerkhoven Jr sudah melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan Curug Dago sebagai sumber daya listrik itu tiga tahun sebelum 18 Januari 1897 saat RBM menulis. Artinya, Bosscha dan Kerkhoven Jr sudah melakukannya paling tidak sejak 1894, atau setahun setelah Deije menulis di Bataviaasch Nieuwsblad.


Dalam De Preanger-bode edisi 17 Oktober 1903 tersaji tulisan fantasi bertajuk “Brief van Jodocus Kapelmeijer, Kruidenier uit Aalsmeer, aan Zijne Bruid, Ludmilla Oilskot, Aldaar uit het Jaar 1908”. Di situ ada kutipan menarik yang berkaitan dengan Curug Dago dan energi listrik. Kutipannya: “Mc Goddam mengakali beberapa Whiskytjtes, seraya menggerutu sepanjang waktu, ‘Mengapa si iblis tidak perduli VVO Mc Intosh di sini’. Akan ada bal champêtre saat malam di Curug Dago, yang kemudian akan diterango oleh ribuan bohlam listrik; tetapi kami lebih baik ke lembah tersebut dengan menggunakan kereta api Tjikapoendoeng Bergspoor Mij yang berangkat pertama”.


Dari sejarah kita tahu, Bandoengsche Electriciteits Maatschappij (BEM) baru dapat menyuplai energi listrik untuk menerangi Kota Bandung sejak April 1906.***


*Peminat literasi dan budaya Sunda.