Hayu Urang ka Imah Babaturan, Nostalgia Makan di Rumah Teman Sekolah

Notification

×

Iklan

Iklan

Hayu Urang ka Imah Babaturan, Nostalgia Makan di Rumah Teman Sekolah

Senin, 13 Februari 2023 | 13:34 WIB Last Updated 2023-02-14T01:30:26Z



NUBANDUNG.ID-Warung kopi biasanya hanya menjual minuman dan makanan ringan seperti mie atau gorengan. Lain halnya dengan warung kopi satu ini. 


Berdiri sejak Oktober 2015, Warung Kopi Imah Babaturan menjadi salah satu warkop yang juga menjual menu makanan berat. Kalau main ke Bandung, wajib melipir ke tempat satu ini.


Dikutip dari laman Kota Bandung, berada di Jalan Kebon Bibit No. 3 Tamansari, Kota Bandung, Imah Babaturan atau yang berarti Rumah Teman memiliki konsep "seperti makan di rumah teman". 


Muhammad Nurul Hudha, owner Imah Babaturan menceritakan filosofi singkat dari nama warkop miliknya.


"Jika berfilosofi, Imah Babaturan itu artinya rumah teman. Kalau ingat zaman sekolah dulu main ke rumah teman itu, ibunya masak apa saja kok terasa enak. Jadi kita ingin buat suasana yang hangat di sini. Orang datang ke tempat makan yang baru, tapi rasanya tidak asing, seperti ke rumah teman sendiri," papar Hudha.


Meski masih pagi, sejak pukul 07.00 WIB, Imah Babaturan sudah dipadati pengunjung. Ada yang habis berolahraga bersama teman dan keluarga, meeting, atau bahkan sengaja berkunjung sendiri.


Saat masuk ke dalam Imah Babaturan, pengunjung memesan makan terlebih dahulu dan langsung membayar. Setelah itu bisa duduk di tempat yang diinginkan.


Salah satu hal menarik dari Imah Babaturan juga ada pada furniturnya. Semua tampak sederhana, alat masak, alat makan, dan tempat duduk. Ternyata, menurut cerita sang owner, kursi dan meja tersebut diperoleh dari sebuah madrasah.


"Ada madrasah yang mau jual bangku-bangkunya. Kebetulan karena saat itu budget kita masih minim, belum bisa beli furnitur di IKEA. Jadi ya beli dari madrasah saja," ujar Anggia Bonyta, istri Hudha yang juga merupakan owner Imah Babaturan.


Tak ada menu andalan di sini karena semua menu merupakan favorit dari konsumen. Namun, Hudha mengatakan, menu paling 'tua' di sini adalah tongseng kambing dan gulai kambing tulangan.


Setelah berjalan, mereka pun memiliki banyak menu lainnya yang tak kalah favorit, seperti cumi cabai hijau, nasi goreng ayam kampung, dan nasi goreng kambing.


"Menu kita tidak banyak, sehingga semua pelanggan punya favoritnya masing-masing. Bahkan ada menu mingguan juga di sini yang berganti setiap Jumat. Jadi menu itu adanya Jumat-Kamis di pekan berikutnya," jelas Hudha.


Ia mengaku, jika menu mingguan tak memiliki pola pergantian khusus. Semuanya disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan saat itu.


"Menu buat di rumah juga ini tuh sebenarnya. Tak ada pola dan rumus pergantian menunya. Tergantung minggu ini mau makan apa, ya kita bikin saja sekalian dijual," ungkapnya.


Alhasil, menu mingguan ini justru menjadi data tarik tersendiri bagi pengunjung Imah Babaturan. Banyak pelanggan yang menanti menu mingguan favoritnya ada. Bahkan, sampai ada yang datang dari Papua untuk sengaja melipir ke Imah Babaturan demi menyantap menu kesukaannya.


"Ini juga untuk menyiasati menu reguler yang tidak banyak tadi karena dapur kita kecil. Sehingga orang bisa makan menu yang lain ketika datang ke sini selain menu reguler. Biar tidak bosan dan selalu punya alasan untuk datang ke Imah Babaturan," ujar Anggia.


Baginya, tidak ada waktu spesifik untuk rutin mengeluarkan menu terbaru. Ia hanya mengingat-ingat menu apa saja yang pernah dimasak ibunya dulu. Semua menu yang tiba-tiba teringat akan muncul di menu mingguan.


Delapan tahun berdiri, Imah Babaturan telah mempekerjakan 20 orang karyawan. Ini pun menjadi hal unik dari Imah Babaturan. Tak seperti waiters di tempat makan lain, penampilan karyawan di sini tergolong nyentrik.


Hudha menuturkan, jika memang ia dan sang istri tak pernah melihat background dari para karyawannya. Utamanya hanya dua, yang penting jujur dan mau bekerja keras.


"Teman-teman yang membantu kita ini dulunya rada badung. Kebanyakan anak jalanan, tidak sekolah, anak band yang badung. Ketika kita menerima mereka di sini, syaratnya memang cuma dua: mau kerja dan jujur," ungkapnya.


"Kalau sengaja di konsep seperti ini sih tidak. Mungkin memang belum banyak tempat yang bisa menerima anak-anak seperti ini, sehingga mereka kesulitan untuk bekerja. Kami salah satunya yang bisa menerima mereka apa adanya," imbuhnya.


Namun, ada salah satu kendala yang sampai saat ini dialami para pengunjung, yakni parkiran. Terutama bagi pengemudi mobil.


"Akhirnya kami berpikir, apa solusi dari permasalahan ini. Buat teman-teman yang datang ke Imah Babaturan dan parkir di Baltos, silakan perlihatkan tiket parkirnya ke kasir. Nanti dapat minuman gratis dari kita," katanya.


Ia berharap, di tahun ini para UMKM kuliner bisa dipermudah untuk perizinan dan hal lainnya, seperti parkir. Jangan sampai usaha yang telah mereka bangun dari awal jadi dikorbankan hanya karena tidak memiliki lahan parkir


"Kami pun sudah mencoba untuk mencari solusi dengan cara tadi ya. Untuk perizinan sertifikasi lain tentang makanan juga sebisa mungkin tolong dipermudah bagi para UMKM," harapnya.


Sementara itu, Misni, salah satu pengunjung yang baru pertama kali datang ke sini mengatakan, ia langsung suka setelah mencicipi makanan di sini.


"Sebenarnya dari dulu sudah tahu, cuma baru sempat ke sini dan beneran suka! Dari mulai suasananya sampai makanannya," ungkap Misni.


Menu kesukaannya adalah nasi goreng ayam kampung dan cumi cabai hijau.


"Terutama nasi goreng ayam kampung sama cumi cabai hijaunya, joss banget. Bakalan datang lagi nyobain menu yang lain,” akunya.


Imah Babaturan buka dari pukul 07.00-10.00 malam. Jika Anda ingin mencicipi menu Imah Babaturan, tapi lokasinya jauh dari rumah, di sini juga menyediakan menu reguler dalam kemasan frozen.


Silakan main ke Bandung. Jangan lupa mampir ke Imah Babaturan untuk manjakan perut dengan menu rumahan enak!