Prof Deni Kamaludin Yusup: Jangan Sekadar Jadi Penonton di Negara Maju

Notification

×

Iklan

Iklan

Prof Deni Kamaludin Yusup: Jangan Sekadar Jadi Penonton di Negara Maju

Selasa, 18 Juli 2023 | 09:40 WIB Last Updated 2023-07-18T02:40:10Z

 


NUBANDUNG.ID - Prof. Dr. Deni Kamaludin Yusup, M.Ag, CIFA mengajak kalangan cendekiawan muslim, para ilmuwan di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), untuk menampilkan ”wajah baru” Islam ke-Indonesiaan, menjunjung tinggi sikap terbuka, moderat, toleran, dan inklusif. 


Ajakan itu dilontarkannya dalam orasi ilmiah pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung, di Aula Utama Kampus tersebut.


”Mari kita reinterpretasi kajian hukum Islam agar bisa menjawab masalah-masalah ekonomi kontemporer, seperti kemiskinan, pengangguran, lapangan kerja, ekonomi terbarukan, industri, perdagangan, jasa, bisnis digital, dengan tanpa lepas dari rambu-rambu hukum ekonomi Islam,” ajak Prof. Deni, guru besar bidang Ilmu Hukum ekonomi Islam ini, Selasa (18/7/2023)


Kehadiran FEBI UIN SGD Bandung, lanjut Prof. Deni, turut ambil bagian menjadi pelaku sejarah dalam membangun ekonomi Indonesia yang lebih maju. 


"Kita jangan menjadi ’penonton’ di tengah pertarungan doktrin heterogenitas dan hegemoni antara negara-negara maju. Kita jangan abai dan lupa, padahal kita telah tertinggal beribu langkah ke depan,” kata dosen kelahiran Kota Banjar 06 November 1974.


Pengembangan ilmu Hukum Ekonomi Islam menjadi tanggung jawab akademik. Para dosen harus mampu melakukan berbagai inovasi keilmuan dan menghasilkan berbagai karya ilmiah hasil penelitian, yang dapat memberikan sumbangan positif bagi pembangunan sumber daya manusia dan kesejahteraan masyarakat. 


“Kita tidak sekadar mendapatkan pengakuan, kesetaraan, dan kepakaran dalam bidang ilmu tertetu, tetapi juga seberapa besar mampu mengembangkan ilmu yang dapat memberikan manfaat bagi khalayak,” kata Prof Deni, seraya menjelaskan bahwa problematika dan tantangan umat muslim ke depan semakin kompleks, sehingga perlu mempersiapkan SDM yang andal. 


Para dosen harus terus belajar, banyak membaca, menelaah, dan menggali kembali pengalaman keilmuan para ulama, para sarjana, dan para ilmuwan terdahulu. Termasuk dari para ilmuwan UIN SGD yang sudah berhasil menanamkan fondasi awal pengembangan paradigma keilmuan wahyu memandu ilmu. 


“Konsep wahyu memandu ilmu sangat tepat dijadikan landasan teoritis untuk mengembangkan ilmu hukum ekonomi Islam di masa depan melalui pendekatan monodisipliner, interdisipliner, dan multidisipliner,” jelas profesor muda, dalam orasinya yang bertajuk Demarkasi Hukum Ekonomi Islam di Tengah Pertarungan Homogenitas dan Hegemoni Ekonomi Kontemporer.

 

Indonesia Seyogianya Lebih Optimal!


Dijelaskan, Islam adalah agama rahmatan lil’alamin yang di dalamnya memuat seperangkat nilai-nilai universal untuk memandu umat manusia menuju suatu kemuliaan, karena Islam akan senantiasa relevan dengan situasi dan kondisi (al-Islam shalihu likulli makan wa zaman).


Indonesia, dengan jumlah penduduk muslim terbesar dunia, pertumbuhan industri keuangan syariah seyogianya lebih cepat dan besar. Faktanya tidak demikian, karena masih rendahnya tingkat literasi keuangan syariah, terbatasnya SDM kompeten, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, kurangnya ketersediaan insfrastruktur pendukung keuangan syariah, dan keberpihakan regulasi bagi pecepatan keuangan syariah. 


Jauh berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya yang sudah jauh lebih maju secara ekonomi, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, dan lain-lain. Meskipun tidak mewakili keseluruhan perkembangan ekonomi Islam dunia, paling tidak Indonesia dapat dijadikan batasan paling sederhana untuk menakar pertumbuhan ekonomi Islam di era kontemporer ini.***


Sekarang dikembalikan kepada umat Islam sendiri, khususnya kalangan terpelajar untuk berani mengubah pola pikir (mindset), sikap (attitude), kesadaran (awareness), dan tanggung jawab (responsibility) dalam mengem¬bangkan ilmu hukum ekonomi Islam yang mampu berkontribusi bagi pengembangan ekonomi Islam di masa depan. 



“Sebenarnya masih sangat luas cakupan obyek kajian ekonomi Islam yang belum banyak dikembangkan, seperti industri kreatif, pariwisata, industri halal, dan sektor bisnis syariah lainnya,” pungkas Prof Deni, yang banyak menimba ilmu dan pengalaman di luar negeri.